NovelToon NovelToon
JODOH WASIAT DEMANG

JODOH WASIAT DEMANG

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:585
Nilai: 5
Nama Author: DUOELFA

"Genduk Mara, putu nayune Simbah Demang. Tak perlulah engkau mengetahui jati diriku yang sebenarnya. Aku ingin anak turunku kelak tidak terlalu membanggakan para leluhurnya hingga ia lupa untuk selalu berusaha membangun kehidupannya sendiri. Tak ada yang perlu dibanggakan dari simbah Demangmu yang hanya seorang putra dari perempuan biasa yang secara kebetulan menjadi selir di kerajaan Majapahit. Kuharapkan di masa sekarang ini, engkau menjadi pribadi yang kuat karena engkau mengemban amanah dariku yaitu menerima perjodohan dari trah selir kerajaan Ngayogyakarta. Inilah mimpi untukmu, agar engkau mengetahui semua seluk beluk perjodohan ini dengan terperinci agar tidak terjadi kesalahpahaman. Satu hal yang harus kamu tahu Genduk Mara, putuku. Simbah Demang sudah berusaha menolak perjodohan karena trah mereka lebih unggul. Tapi ternyata ini berakibat fatal bagi seluruh keturunanku kelak. Maafkanlah mbah Demang ya Nduk," ucap Mbah Demang padaku seraya mengatupkan kedua tangannya padaku.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DUOELFA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 13

Tak terasa Lastri telah menempati surau di depan rumah Raden mas demang selama sebulan. Itu sebutan baru untuk Raden mas Soemitro karena ia masih berstatus lajang. Banyak wanita mulai tebar pesona pada Raden mas demang, baik saat di tempat kerja maupun saat di rumah dengan beribadah di surau depan rumah, atau mengobrol ringan dengan mbah Ibu. Tapi entah mengapa lelaki itu tetap tak bergeming mendapat rayuan dari banyak wanita yang datang padanya.

Tapi pemandangan sore di depan surau saat itu membuat mas Demang sedikit tersulut api cemburu, tapi lelaki itu tetap berusaha diam untuk menutupi perasaan itu.

Saat mas demang pulang ke rumah seusai melakukan pekerjaan yaitu peninjauan daerah aliran sungai untuk sarana irigasi para petani di area lereng gunung Kelud serta pendirian koperasi sebagai sarana pembayaran pajak pada VOC,  ia disuguhi dengan pemandangan Lastri dan seorang ustadz yang terlihat asik mengobrol di depan surau. Lastri sore itu terlihat begitu cantik memakai atasan hem berwarna hitam dan bawahan jarik dengan warna senada. Kerudung panjang berwarna putih terlihat menghiasi kepalanya. 

Seusai salat Isya, Raden mas Demang terlihat duduk sendiri di teras surau sambil menatap bulan purnama yang terlihat begitu indah malam itu.

"Lastri, apa kamu repot malam ini?" tanya raden pada Lastri yang tengah berada di dalam bilik surau. 

"Tidak Raden."

"Keluarlah dari bilik surau. Aku ingin membicarakan suatu hal yang penting padamu."

Lastri tampak keluar dari bilik surau masih dengan baju yang sama yang ia kenakan sore tadi saat berbincang dengan seorang ustadz. Baju itu adalah baju yang dibelikan boleh Raden mas demang setelah kegagalan buka selambu tempo hari. Menurut Lastri, pakaian yang belikan oleh raden begitu pas dengan dirinya. Selera berpakaian raden mas demang sangat bagus karena ia terbiasa di area kerajaan sebelum akhirnya terjun menjadi seorang demang di wilayah ini. 

"Sore tadi, aku melihatmu berbicara dengan seorang ustadz. Entah mengapa hatiku rasanya bahagia sekali. Bila kamu suka, aku akan melamar lelaki itu untukmu. Aku ingin kamu menikah dengan orang sama-sama memahami agama dengan baik sama sepertimu."

"Aku ingin meminang lelaki itu untukmu. Sepertinya, kalian berdua cocok sekali sebagai pasangan. Kalian sama-sama mengetahui tentang ilmu agama dengan baik."

"Raden, saya rasa, jenengan tidak usah merepotkan diri melamar seorang lelaki untuk saya. Saya telah berjanji pada seseorang untuk menyerahkan tubuh dan hidupku kepadanya. Sungguh, aku takkan pernah mengingkari janjiku ini," ucap Lastri dengan menunduk. 

Raden Mas demang melihat Lastri dengan tatapan begitu dalam. 

"Kamu masih memikirkan hal itu Lastri? Aku murni membantumu tanpa tujuan apapun. Kamu tahu siapa aku bukan? Aku hanya seorang Demang. Aku hanya seorang centeng Belanda. Aku hanya seorang antek Belanda. Aku sungguh merasa tak pantas bersamamu. Kamu bisa  mendapatkan lelaki yang lebih baik dariku, Lastri. Andai kamu tahu, aku hanyalah sosok yang pemberani di depan orang, tapi aku begitu rapuh saat sendiri. Kerapkali aku tak bisa menahan jerit tangisku saat aku sedang sendiri."

Suara Raden mas demang bergetar karena ia baru saja mengakui kelemahan yang ada pada dirinya pada seorang perempuan. Ini pertama kalinya ia menunjukkan sisi lemahnya pada seorang perempuan selain pada mbah Ibu, ibu kandungnya. 

"Semua orang itu sama. Bagaikan dua sisi uang koin. Antara sisi yang satu berbeda dengan sisi yang lain, tidak untuk saling menjatuhkan, tapi untuk saling melengkapi. Sebagai seorang perempuan, bagaimana seorang perempuan biasa sepertiku tidak jatuh cinta padamu, raden mas Demang? Seorang lelaki yang pendiam, tapi memiliki tutur kata yang lembut dan penuh perhatian seperti saat panjenengan menyelamatkanku dari rudapaksa dan mengobati tanganku yang memerah karena terkena percikan api pada malam itu. Dalam sikap diam, panjenengan tetap memperhatikan situasi dan kondisi hingga memutuskan menyiapkan uang seribu gobog untuk menyelamatkan kehormatan perempuan biasa sepertiku. Jenengan begitu pemberani dan begitu melindungi seorang perempuan sepertiku yang tak memiliki arah dan tujuan sama sekali. Jenengan memberiku tempat untuk bernaung dan berteduh disaat yang lain abai pada diriku. Aku telah jatuh cinta padamu, Raden Mas demang Soemitro. Aku tak tahu, apakah cinta ini bisa padam ataukah tidak. Hanya menatapmu dari jauh saja, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku bahagia. Melihat senyumanmu, selorohmu yang ringan tapi bisa membuat orang lain tersenyum dan tertawa, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku tersenyum dan menjalani hidup bahagia setiap hari. Aku tidak akan meminta yang lebih dari ini, Raden," aku Lastri pada Raden Mas demang. 

Raden mendengarkan pengakuan Lastri dengan rona terkejut. Tak pernah disangka olehnya perempuan yang telah diselamatkan olehnya kala itu telah jatuh hati padanya. Ingin rasanya jiwanya menerima perasaan cinta, tapi pikirannya begitu menolak hal itu. 

"Andai kamu tahu Lastri, aku sangat takut menikah dan menjalani ikatan dengan seorang perempuan. Aku takut tidak bisa membahagiakan seorang istri seperti raja pada selirnya. Seperti yang dilakukan oleh ayahku pada Ibuku. Bagaimana bisa aku mengajak seseorang yang aku cintai hidup dalam sesuatu yang penuh dengan ketidakpastian ini? Apakah aku bisa mencintainya dengan sepenuh dan segenap jiwa tanpa terbagi sama sekali?Apakah aku bisa melindungi perempuan itu dari segala mara bahaya yang kapan saja bisa menerjang? Apakah aku bisa menemaninya hingga akhir masa tanpa membagi ke hati yang lain? Karena ada sebuah pepatah, bila orang tuanya memiliki istri lebih dari satu, keturunannya pun akan melakukan hal yang sama pula dengan apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Aku tak bisa melakukan itu pada orang yang kucintai."

"Kamu gadis yang baik, Lastri. Aku yakin kamu pasti akan bisa mendapatkan lelaki yang lebih baik dariku. Seorang bangsawan, atau seorang Ksatria, atau seorang kolonial misalnya. Siapalah aku, Lastri? Aku hanya seorang demang. Hanya seorang centeng Belanda. Hanya seorang pemungut pajak dari orang-orang pribumi. Orang suruhan Belanda. Jongosnya Belanda. Serta aku hanya seorang putra dari seorang selir. Kamu tahu selir bukan? Istri tidak resmi. Dengan kata lain istri simpanan seorang raja. Kamu masih ingin menikah denganku yang keturunan seperti ini? Tolong pikirkan ulang hal ini, Lastri. Sungguh, aku merasa bukan lelaki yang terbaik untuk kamu."

"Aku takut sekali menikah. Aku begitu takut melukai orang yang kucintai. Daripada melukai, lebih baik aku sendiri saja. Hanya dengan melihatnya berada tak jauh dariku, berada dibawah perlindunganku, menatap ia tersenyum, menatapnya tertawa, menatap ia berbahagia dengan orang lain. Itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku merasa bahagia."

"Kedua orang tua panjenengan memberi luka hingga sedalam ini, Raden? Mereka tidak tahu bahwa sikap mereka telah sangat begitu melukai raden. Maafkanlah ketidaktahuan mereka, Raden. Setiap orang tua pasti belajar dalam hidupnya agar anaknya tidak merasakan apa yang ia rasakan. Seperti mbah Ibu yang begitu penurut dan mengikuti apapun kehendak raden Soemitro yang penting raden merasakan nyaman dan tenang meskipun harus keluar dari istana. Mbah Ibu juga ingin merasakan kenyamanan dan ketenangan di hari tuanya.  Beliau begitu nyaman dan tenang dimanapun asalkan bersama dengan Raden."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!