Ratu Maharani, gadis 17 tahun yang terkenal bandel di sekolahnya, dengan keempat sahabatnya menghabiskan waktu bolos sekolah dengan bermain "Truth or Dare" di sebuah kafe. Saat giliran Ratu, ia memilih Dare sebuah ide jahil muncul dari salah satu sahabatnya membuat Ratu mau tidak mau harus melakukan tantangan tersebut.
Mau tahu kisah Ratu selanjutnya? langsung baca aja ya kak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riniasyifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Eh, lo kenapa senyum-senyum sendiri gitu? Kesambet?" tanya Ica penasaran. Della ikut menoleh ke arah Ratu dengan sedikit rasa was-was melihat Ratu yang sedang senyum-senyum sendiri sambil menatap ponselnya.
Ratu tersentak kaget dan langsung memasang wajah datarnya. "Apaan sih, siapa yang kesambet. Gue cuma lagi lihat video lucu," jawab Ratu bohong.
"Video? Sejak kapan lo suka nonton Video-video lucu?" goda Della sambil mencubit pipi Ratu gemas.
"Ih, apaan sih kalian. Udah ah, gue mau dengerin musik aja," elak Ratu sambil memasang earphone di telinganya.
Ica dan Della saling pandang lalu sama-sama mengangkat kedua bahunya tanda mereka sama-sama tak mengerti. Lalu kembali dengan kesibukannya masing-masing.
Ia memutar lagu kesukaannya dan memejamkan mata, berusaha menenangkan hatinya yang masih berdebar-debar karena pesan dari Nathan. Dalam hatinya, ia mengakui bahwa ia merindukan pria itu. Namun, ia masih gengsi untuk mengakuinya secara langsung.
"Lihat saja nanti, aku akan membuatmu bertekuk lutut padaku, Nathan," gumam Ratu dalam hati sambil tersenyum licik.
***
Sedangkan Nathan baru saja mendaratkan pesawatnya dengan mulus tanpa kendala apapun di landasan pacu Bandara Soekarno-Hatta, tepat pukul 12.30 siang. Nathan segera bangkit dari kursinya, sedikit meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku setelah penerbangan panjang. Ia melirik jam tangannya, jarum jam menunjuk ke angka setengah satu.
"Aku harus cepat," gumamnya lirih.
Erland, yang melihat Nathan tergesa-gesa, menghampirinya dengan raut wajah penasaran.
"Ada apa, Captain? Kenapa terburu-buru?"
Nathan menoleh ke arah Erland, senyum tipis menghiasi bibirnya.
"Ada urusan yang harus segera kuselesaikan, aku duluan ya," jawabnya singkat, tanpa menjelaskan lebih detail.
Gerak gerik Nathan yang terlihat tergesa-gesa tak luput dari perhatian Lisa yang diam-diam mencuri pandang padanya. Lisa hanya bisa memperhatikan Nathan dari jauh, ia tidak punya keberanian lebih untuk sekedar menyapanya.
Tanpa membuang waktu, Nathan melangkah keluar dari pesawat dan menyusuri koridor bandara yang ramai dengan lalu lalang para pengunjung. Tujuannya adalah ruang ganti, tempat ia bisa mengganti seragam pilotnya dengan pakaian yang lebih santai.
Tak butuh waktu lama bagi Nathan untuk berganti pakaian. Kini, ia sudah mengenakan celana jeans hitam yang dipadukan dengan kaos polos berwarna senada, serta jaket kulit yang menambah kesan casual namun tetap stylish. Ia keluar dari bandara dan mendapati Pak Damar, sopir pribadinya, sudah menunggunya di parkiran.
Nathan segera masuk ke dalam mobil. "Pak Damar, kita langsung ke arah SMA Garuda ya. Tapi sebelumnya, mampir dulu ke cafe yang ada di ujung jalan sebelum SMA Garuda. Kita makan siang di sana," titahnya dengan nada tegas namun tetap sopan.
"Baik, Tuan Muda," jawab Pak Damar, meski dalam hatinya ia bertanya-tanya tentang tujuan Tuan Mudanya ke SMA Garuda. Biasanya, setelah bertugas, Nathan akan langsung pulang ke mansion. Namun ia, tak berani ikut campur urusan Tuan Mudanya itu, dan hanya bisa menyimpan rapat-rapat rasa penasarannya itu.
Nathan menyandarkan tubuhnya di kursi mobil dan memejamkan matanya sejenak. Pikirannya berkecamuk, memikirkan cara untuk membujuk Ratu nantinya. Ia tahu, Ratu adalah tipe orang yang keras kepala dan sulit dibujuk.
"Gadis itu punya prinsip yang kuat," batinnya. Nathan menghela napas panjang, mencoba meredakan rasa lelah yang mendera. Tak lama kemudian, mobil yang ditumpanginya berhenti di depan sebuah cafe yang tampak ramai.
"Kita sudah sampai, Tuan Muda," ujar Pak Damar pelan, sambil melirik Nathan yang masih memejamkan matanya.
"Eh, sudah sampai ya, Pak?" Nathan membuka matanya dan segera turun dari mobil. Ia melihat Pak Damar masih duduk di kursi pengemudi dengan tenang.
"Ayo, Pak, temani aku makan siang. Bapak pasti belum makan siang, kan?" ajak Nathan.
"Tidak usah, Tuan Muda. Nanti saya bisa makan sendiri setelah mengantar Tuan Muda," tolak Pak Damar dengan sopan, merasa tidak enak makan bersama Tuan Mudanya.
"Pak, ini perintah. Aku tidak suka penolakan," tegas Nathan, namun nadanya masih terdengar ramah.
Pak Damar akhirnya mengalah dan mengikuti langkah Nathan. Mereka berdua masuk ke dalam cafe dan duduk di meja yang kosong. Tak lama kemudian, seorang pelayan datang dan mencatat pesanan mereka. Tanpa banyak bicara lagi, setelah pesanannya tiba, keduanya menikmati makan siang mereka dalam diam.
Selesai makan siang, Nathan kembali melirik jam tangannya. Waktu menunjukkan pukul 13.45. Sebentar lagi jam pulang sekolah Ratu.
Setelah membayar pesanan, Nathan bergegas menuju SMA Garuda.
"Pak, berhenti di sini saja," ujar Nathan ketika mobil sudah hampir sampai di depan gerbang sekolah SMA Garuda. Pak Damar segera menghentikan laju mobilnya. Nathan langsung menyelinap turun dari mobilnya.
"Bapak langsung balik ke mansion aja," perintah Nathan cepat.
"Baik, Tuan Muda," jawab Pak Damar sopan dan segera memutar balik mobilnya.
Sementara itu, Nathan dengan insting yang kuat berjalan menuju tembok belakang sekolah. Benar saja, di sana masih terparkir tiga motor sport, salah satunya adalah motor yang ia hadiahkan kepada Ratu.
Nathan menggeleng pelan sambil tersenyum. Ia bisa membayangkan jika Ratu tadi pagi pasti memanjat tembok lagi bersama dua sahabatnya itu.
"Dasar, gadis nakal," gumamnya geli.
Nathan segera menaiki motor Ratu dan menyandarkan tubuhnya di atas jok. Ia menunggu dengan sabar Ratu muncul dari balik tembok, hatinya dipenuhi perasaan campur aduk. Ia sudah mempersiapkan berbagai cara untuk menghadapi Ratu nantinya.
Sembari menunggu, Nathan memandangi sekelilingnya. Tembok belakang sekolah ini memang tampak sepi jauh dari keramaian aktivitas sekolah. Ia bisa membayangkan bagaimana Ratu dan teman-temannya seringkali menggunakan tempat ini sebagai jalan pintas untuk menghindari peraturan sekolah.
Angin sepoi-sepoi bertiup, menerbangkan beberapa helai rambut Nathan yang jatuh ke dahinya. Ia menyisirnya dengan jari, mencoba menghilangkan kegugupan yang mulai melanda.
Tenang, Nathan. Kau pasti bisa menghadapinya, batinnya, menyemangati diri sendiri.
Tiba-tiba, dari balik tembok terdengar suara langkah kaki dan bisikan-bisikan kecil. Jantung Nathan berdegup kencang. Ia menegakkan tubuhnya dan bersiap-siap.
haiiisss ganggu aja......😁