Karya ini orisinal, bukan buatan AI sama sekali. Konten *** Kencana adalah sang kakak yang ingin menikah beberapa waktu lagi. Namun kejadian tak terduga malah membalikkan keadaan. Laut Bening Xhabiru, menggantikannya menjadi istri pria dingin berusia 30 tahun yang bahkan belum pernah berciuman dengan wanita lain sebelumnya. Akankah mereka bahagia dalam pernikahan tanpa cinta ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Air Chery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bisnis
Segera sudah selesai dengan perkejaannya di kantor. Dia lalu memilih menuju rumah besar yang dulu ia sering diami bersama sang kakek dulu, dari pada cepat - cepat pulang ke mansion.
Ia tidak ingin terlalu sering bertemu wanita yang hampir saja membuat hasrat terbakar itu. Sebenarnya jika saja bisa, mungkin Segara tidak ingin satu atap dengan Bening. Namun hal itu tidak mungkin bisa ia lakukan karena kakek dan juga orang tua Bening.
Segara melihat isi rumah mewah itu tidak ada yang berubah. Tata letak semua barang semua sama. Beberapa pelayan menyapanya dan juga menawarkan apa yang hendak Segara makan.
Segara menggeleng setiap kali penawaran itu datang. Ia terus berjalan tanpa berbicara. Seperti biasa, ia sudah tahu dimana kakeknya berada.
Segara mengetuk pintu lalu membukanya tanpa persetujuan. Kakek sudah tahu itu pasti Segara. Orang tua itu menyunggingkan senyum tanpa menoleh. Ia masih berfokus pada buku yang dibacanya.
“Bumi Segara, mengapa kamu menolak kerja sama dengan Jeka?” tanya Jedan pada Segara yang baru saja duduk di sofa.
“Jawabannya sudah jelas, bisnis tetaplah bisnis. Perusahaan tentu untuk nilai hasil bukan berbelas kasih pada tujuan yang sudah pasti merugikan perusahaan,” jawab Segara menuangkan teh hijau di cangkir kecil.
“Kau memang seperti ayahmu,” balas Jedan.
Ia menutup bukunya dan memandangi cucunya itu. Segara hanya menyeringai. Bahkan seringai- an itu benar - benar mengingatkan Jedan pada sosok anaknya yang sudah lama pergi meninggalkan dirinya.
Ia sangat menyayangi cucu semata wayangnya itu. Sama seperti ia yang dulu sangat mencintai buah hatinya. Kini tersisa hanya mereka berdua.
”bagaimana kabar istrimu?” tanya laki - laki tua itu lagi.
“Ku rasa dia baik - baik saja dan dia tidak cukup menyulitkan,” jawab Segara seadanya.
“Berbaiklah dengannya. Ia sudah mengorbankan hidupnya pada pernikahan ini,” ungkap Jedan.
“Aku juga korban dipernikahan yang Kakek rencanakan ini,” gerutu Segara.
Jedan hanya tersenyum simpul, ia sudah bosan berdebat dengan cucunya. Kali ini ia lebih memilih untuk tidak menyeimbangi percakapan Segara mengenai perjodohan lagi.
“Kakek dengar ada acara pernikahan kolegamu minggu ini, ajaklah Bening bersamamu,” kata pak Jedan.
“Ya, aku akan mengajaknya,” jawab Segara yang juga tidak ingin berdebat dengan sang kakek.
“Kapan - kapan ajaklah Bening ke sini. Kakek ingin lebih mengenalnya,” kata pak Jedan.
Segara hanya bersedia menganggukkan kepalanya, namun hatinya tidak cukup yakin. Terlebih ini adalah acara koleganya. Orang - orang pasti akan banyak bertanya jika dirinya membawa wanita lain.
...🍳🍳🍳...
Di sebuah Kafe yang biasanya, Bening duduk sambil sesekali menyeruput minumannya. Beberapa kali melihat jam di tangannya. Ia sedang menunggu Uni.
Bening tidak ingin cepat pulang ke mansion. Walaupun mansion itu penuh dengan keindahan, tapi pemiliknya adalah orang yang paling ia benci. Tetap saja membuat dirinya tidak cukup betah berada di sana. Ia lebih memilih menghabiskan waktu luangnya untuk mengobrol dengan Uni.
Di kejauhan, Bening melihat orang yang ditunggunya baru saja keluar dari mobil dan dengan tergesa - gesa berjalan ingin masuk ke kafe. Namun, beberapa langkah kemudian, Uni kembali ke mobil lagi dan mengambil barangnya yang tertinggal. Bening tersenyum lebar melihat kelakuan sahabatnya yang selalu saja ceroboh.
Uni mencari - cari keberadaan Bening, sementara Bening hanya diam memperhatikannya. Ia merasa senang saja mengerjai Uni. Sampai akhirnya Uni yang menemukannya sendiri.
“Hey, hey, hey Ibu Jurnalis! Maafkan gue telat 10 menit. Biasalah, bokap ngajak ngobrol tentang kencan buta sialan itu lagi. Gue bosen banget ketemu dengan anak laki - laki koleganya,” kata Uni menghamburkan curahannya.
“Oke, oke, santai aja. Terus kenapa nggak lo turutin aja sih untuk mencoba sama salah satu cowok kenalan bokap lo?” tanya Bening.
“Alasannya cuma satu, belum ada yang sesuai dengan tipe gue.”
“Berarti tipe lo itu pria bernama Shaka?” tanya Bening meledek.
“Ha! Lo sudah tau namanya? Gimana menurut lo? Dia ganteng, kan? Kalau pacaran sama dia gue mau,” kata Uni berbicara dengan menggebu - gebu.
“Dia baik dan tampan juga,” balas Bening sembari meminum matchanya.
“Pastilah, mata gue nggak akan pernah salah menilai cowok ganteng,” ungkapnya lagi dengan percaya diri. “Jadi lo sudah ke mansion suami dadakan lo itu?” tanya Uni, Bening menganggukkan kepalanya.
“Gue nggak pernah menyangka bisa tinggal di sebuah mansion yang keindahannya seperti di drama - drama.”
“Itu adalah privilage menjadi istri tuan muda walau karena terpaksa,” kata Uni membuat keduanya cekikikan. “Terus gimana perasaan lo hari ini? Lo happy di hari pertama bekerja dengan profesi impian lo ini?” tanya Uni.
“Ya, ruang kerjanya rapi dan nyaman. Rekan - rekan kerja juga baik. Gue suka lingkungannya juga. Gue harus bekerja lebih keras biar bisa jadi jurnalis yang handal,” ungkapnya.
“Gue percaya itu, gue percaya kemampuan sahabat gue,” kata Uni memberikan semangat.
“Thank you, Ni.”
Sore itu mereka habiskan dengan 2 cup minuman dan juga wafel. Bening selalu merasa terhibur jika ia sudah bersama Uni.
...🧀🧀🧀...
Bening sampai di mansion ketika matahari sudah benar - benar hampir tenggelam. Masih ada sisa - sisa senyumnya yang tertinggal dari gurauannya bersama Uni tadi.
Bening berjalan sambil melihat - lihat pemandangan di sekitar mansion di senja hari. Kolam renang yang selalu bersih tanpa ada lumut sedikitpun. Bunga - bunga yang mulai mengantup dan juga pintu mansion yang tertutup.
Di kejauhan Bening melihat Segara yang rupanya sudah lebih dulu ada di mansion. Ia dapat melihat jelas dari dinding kaca mansion, Segara yang duduk di sofa sambil membaca buku.
Setelah membuka pintu, Bening tidak ingin menghiraukan Segara. Ia sudah menguatkan niatnya untuk diam dan langsung pergi ke kamar tidurnya.
“Ganti bajumu!” titah Segara pada Bening yang masih berdiri di ambang pintu.
“Ya, tentu saja, Bening akan menggantinya dengan baju biasa,” balas Bening dengan nada cuek.
“Kita akan pergi makan dan belanja,” ujar Segara.
“Dalam rangka apa, Pak?” tanya Bening bingung.
“Lakukan saja! Aku akan menunggu di sini 15 menit.”
“What! Baiklah.”
Lagi - lagi ia gagal. Kali ini ia bahkan dengan cepat menerima ajakan laki - laki itu. Entah mengapa ia merasa takut jika ia akan terlambat dengan waktu yang diberikan oleh Segara. Bening setengah berlari sekarang, dalam pikirannya ia tidak mau mendapat omelan Segara karena sebuah keterlambatan.
Sementara Segara menatap tingkahnya hanya dengan tersenyum simpul.
...🧄🧄🧄...
Bening dan Segara saling diam di dalam mobil. Bening mencuri pandang ke arah suaminya yang duduk tepat di sebelahnya. Ia melihat Segara yang fokus melihat jalan sambil sesekali memainkan ponselnya.
Bening ingin bertanya tentang perjalanan yang akan membawa mereka ini. Namun melihat wajah Segara yang nampak serius itu membuatnya mengurungkan niatnya.
Beberapa saat kemudian, mobil yang membawa mereka berhenti di depan pusat perbelanjaan mewah. Bening yang heran hanya bisa mengikuti langkah suaminya itu.
“Selamat malam, kami memiliki beberapa pilihan gaun untuk istri anda,” kata salah seorang pegawai store. Bening mengalihkan pandangannya pada Segara yang diam tidak membantah. Ia tidak ingin dipandang sebagai pasangan dengan lelaki judes itu.
“Kami bukan …,” ucapan Bening terpotong.
“Pilihkan yang sangat cocok dengannya,” timpal Segara.
“Baiklah, silakan Nona,” kata pegawai itu seraya menuntunnya.
Pegawai wanita itu memberikan gaun mewah berwarna merah hati berlengan panjang dan bawahannya yang sedikit mengembang. Bening mencobanya dan berjalan ke hadapan Segara. Segara menatapnya sesaat sebelum akhirnya menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju.
Sudah enam kali Bening mencoba gaun dan bolak - balik berpose di hadapan Segara. Namun belum ada satupun yang membuat Segara mengatakan “Ya”. Menyebalkan sekali! Bening sudah menunjukkan wajah kesalnya. Namun Segara tidak peduli, ia tetap menyuruh pegawai di sana mencarikannya gaun yang cocok menurutnya.
Di gaun ke tujuh, Bening keluar dengan wajah yang ia paksa tersenyum. Ia memakai gaun tanpa lengan dibalut simmer berwarna krim dan beraksen slit. Segara memandangnya dengan lekat.
“Gaun ini sangat cocok dengan istri anda yang memiliki pinggang langsing dan pinggulnya yang besar. Aksen slit memberikan kesan kaki yang jenjang. Juga model V-Neck menunjukkan belahan dadanya. Sangat cocok untuk dada istri anda yang cukup besar ini, membuatnya menjadi lebih sempurna,” jelas pegawai itu. Bening membelalakkan matanya mendengar pujian itu. Ia menundukkan kepalanya karena malu ditatap oleh Segara. Sedang Segara hanya diam mendengar penjelasan sang pegawai.
“Baiklah, saya membeli yang ini,” kata Segara yakin. Akhirnya Bening bisa bernafas lega. Ia sudah sangat lelah mencoba berbagai gaun - gaun itu.
Setelah selesai melakukan pembayaran. Segara dan Bening berjalan ke arah store lain yang menyediakan berbagai alat rias wajah wanita.
“Pilihlah sesukamu dan sebanyak yang kau butuhkan. Dengar! Kamu akan menghadiri acara besar, jadi buatlah dirimu enak di pandang walau sedikit,” kata Segara membuat Bening muak mendengarnya. Tidak bisakah ia berbicara tanpa menyinggung.
Bening dengan perasaan kesal mengikuti kemauan Segara. Ia mencoba lalu mengambil beberapa alat rias. Sebenarnya ia senang memilih berbagai macam make up itu. Namun karena ucapan Segara ia jadi kurang bergairah.
...🍅🍅🍅...