Xaviera wanita berusia 25 tahun, seorang anak dan cucu dari keluarga konglomerat. Namun kehidupan sehari-harinya yang berkilau bagaikan berlian berbanding terbalik dengan kisah asmaranya.
Perjodohan silih berganti datang, Setiap pria tidak ada yang benar-benar tulus mencintainya. Menjadi selingkuhan bahkan istri kedua bukanlah keinginannya, melainkan suatu kesialan yang harus di hadapi. Sebuah sumpah dari mantan kekasihnya di masa lalu, membuatnya terjerat dalam siksaan.
Suatu hari, pertemuan dengan mantan kekasihnya, Rumie membuatnya mati-matian mengejarnya kembali demi ucapan permintaan maaf dan berharap kesialan itu hilang dalam hidupnya.
Akankah Xaviera bisa mendapatkan maaf yang tulus dari Rumie?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13
Sementara Xaviera yang sudah tiba di dalam rumah, mendapatkan amukan dari neneknya.
“Kau gila! Kau mengirimkan surat kepada keluarga Lukas tentang penolakan pernikahan!” Neneknya berkacak pinggang, melempar salinan surat yang Xaviera kirimkan siang tadi kepada keluarga Lukas, untuk membatalkan pernikahan.
“Iya,” jawab Xaviera datar.
Langkahnya menaiki anak tangga menuju kamar. Neneknya dengan cepat memberikan isyarat kepada pelayan yang berada di ruangan untuk menahan Xaviera.
Kedua pelayan dengan segara menghalangi jalan nona mudanya.
Xaviera berbalik, dan menatap neneknya dengan penuh keberanian.
“Berikan ini, pada wanita tua itu!” Xaviera memberikan dokumen perjanjian dan kesepakatannya dengan Jones, kepada pelayan.
Pelayan mengambilnya dan menyerahkannya pada Nyonya Eliasa.
Nyonya Eliasa, membaca satu persatu tiga lembar kertas putih. Senyumnya terlihat, bagaikan kesenangan dan kemenangan saat ini di dapatkan.
“Jadi, kau kembali dengan Jones?” Suara lantang itu kini merendah, tergambar aura kelicikan dari neneknya. Puas dengan pilihan Xaviera pada akhirnya.
“Aku lelah, jangan usik aku,” ucap Xaviera, lalu menyingkirkan tangan pundak pelayanannya yang sebelumnya menghalangi jalannya menuju kamar.
Di dalam kamar, pikiran Xaviera dipenuhi dengan rasa penasaran atas kondisi Rumie saat ini.
“Apa dia sakit?” Xaviera berjalan mondar-mandir, penasaran dengan apa yang terjadi di depan matanya saat tadi.
“Itu tidak mungkin, selama aku mengenalnya dia bahkan selalu sehat dan jarang demam.” Xaviera masih menggumam.
Bayangan, saat Rumie tiba-tiba tak sadarkan diri dengan kondisi mimisan. Membuatnya, khawatir.
Malam itu, insomnia kembali menerjang. Bukan memikirkan perjodohan. Melainkan, cara untuk bisa pergi tanpa ketahuan dengan neneknya untuk menemui Rumie.
Sedangkan, esok harinya Rumie mulai menjalani rontgen di kepalanya. Dokter dan perawat mulai melakukan pemeriksaan.
Kemudian, Rumie diminta menunggu untuk melihat hasil rontgen.
Sambil menunggu hasil itu keluar, Rumie kembali ke kamar perawatan. Membuka ponselnya dan membalas pesan Jones, untuk pertemuan selanjutnya membahas bisnis yang akan keduanya lakukan.
Perawat masuk kedalam, Rumie diminta keruangan dokter untuk melihat hasil rontgen.
Dokter menunjukkan foto Rontgen, gejala yang dialami Rumie akibat penyumbatan saraf otak, yang bisa disebabkan karena benturan pada kepala yang terjadi dua tahun silam.
“Kami akan memberikan obat untuk mengurangi gejala-gejala tersebut, serta Anda harus melakukan beberapa tahap terapi,” jelas dokter.
“Apa ini masih bisa diatasi cukup dengan itu?” tanya Rumie.
“Em, mengurangi stres dan tidak terlalu menekan pemulihan ingatan itu juga bisa menjadi langkah awal untuk anda bisa lakukan,” jawab dokter.
“Jadi, aku harus benar-benar melupakan masa lalu, yang seharusnya menjadi bagian untuk aku ingat,”
“Itu lebih baik, otak anda tidak mampu menahan terlalu banyak beban secara mendadak. Akan sangat mengkhawatirkan dan mampu mengancam keselamatan secara mendadak,”
Rumie yang selalu penasaran dengan apa yang terjadi di masa lalunya, kini harus mulai merelakan meninggalkan ingatan itu.
Rasa penasaran, tentang kebenaran apakah Andreas dan Rezty adalah benar-benar orang tuanya, selalu menjadi bagian mimpi buruk setiap malam.
Ditambah, dengan suara wanita yang selalu memanggilnya. Mengusik malam-malam nya, ketika ingin beristirahat meninggalkan rasa lelah. Tapi kenyataannya selalu mengalami insomnia.
Setelah menerima obat dan jadwal terapi selanjutnya. Rumie meninggalkan rumah sakit.
Sepanjang perjalanannya di mobil, dia menatap pergelangan tangannya. Kata-kata Xaviera membuatnya bertanya-tanya. Seketika, ingin mulai mengingat kebenaran, kepala menjadi berat. Rumie menghela nafas panjang, dan menarik lengan kemejanya untuk menutupi luka itu.
“Aku tidak ingin melihatnya lagi, itu hanya masa lalu, rasanya tidak penting untuk aku ingat,” gumam Rumie.
Rumie pun berniat untuk menghindari wanita gila yang bernama Xaviera itu.
“Aku harap kami tidak bertemu lagi, dia bagaikan bom di kepalaku,” keluhnya.
Tapi, keinginan tidak semudah itu.
Nyonya Eliasa, setelah mengetahui jika cucunya saat ini memiliki kesepakatan menjadi istri rahasia, Jones. Sedang berbahagia, karena sebentar lagi hubungan bisnis antara perusahaannya dan perusahaan Jones akan semakin melambung.
Jones telah menemui neneknya Xaviera pagi ini, membicarakan beberapa aset yang akan diberikan oleh Xaviera. Sebagai hadiah, kesepakatan.
Pemberian saham 20 persen atas Hotel Bintang 5 di Munich, perusahaan teknologi yang akan dibagi untuk Xaviera, orang tuanya dan Nyonya Eliasa. Tidak lupa, dua mobil mewah Mercedes Benz dan Porsche.
Serta sesuai keinginan Xaviera, Xaviera tidak lagi tinggal di rumah Nyonya Eliasa. Melainkan, rumah baru yang akan ditentukan Jones nantinya.
Satu lagi, setelah kesepakatan dengan Jones berakhir. Xaviera bisa bebas menentukan kehidupannya. Dengan semua apa yang dimiliki, tanpa campur tangan Nyonya Eliasa maupun kedua orang tuanya.
Setelah semua saling setuju, mereka semua menandatangani semua berkas kesepakatan. Xaviera berhak meninggalkan rumah neneknya. Serta tidak terikat lagi dalam keinginan dan perintah Neneknya. Secara tidak langsung, Xaviera telah terjual saat ini.
“Aku ingin menemui temanku, apa kau mengijinkan?” tanya Xaviera, ketika baru saja tiba di rumah barunya.
“Tentu, kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau,” jawab Jones, “tapi …. jangan menyentuh pria lain. Kau ingat, kan, perjanjiannya itu. Kau hanya milikku.” Jones menyentuh rambut Xaviera.
Xaviera tersenyum, dan mengangguk.
“Akan ada sopir untuk mengantarmu, pastikan pulang malam ini.” Jones, mencium kening Xaviera dengan lembut.
Jones pergi meninggalkan rumah, Xaviera pun bersiap untuk menemui Rumie.
“Hanya setahun, kau pasti bisa Xaviera.” Xaviera mengepalkan kedua tangannya, menyemangati dirinya. Namun, tiba-tiba ekspresinya berubah lesu, “Apa hanya aku saja, wanita yang bersemangat menjadi simpanan suami orang?”
Kesedihan itu, ia singkirkan sejenak.
Xaviera meminta sopir untuk mengantarnya ke rumah sakit. Tetapi, saat tiba di sana, resepsionis mengatakan jika Rumie sudah meninggalkan rumah sakit pagi ini.
Xaviera pun segera pergi ke hotel, tempat Rumie menginap.
Setelah berada di hotel, Xaviera yang melihat Rumie berada di lobby. Segera mengikuti langkah Rumie dari belakang dengan perlahan.
Rumie berdiri di depan pintu lift. Saat Rumie masuk ke dalam lift dan pintu lift hampir tertutup, Xaviera bergegas berlari, menahan pintu lift dan masuk kedalam.
“Hai,” ucap Xaviera, tersenyum segaris.
Rumie terkejut dan memasang wajah kesal.
Pintu lift tertutup, keduanya berada di dalam lift.
“Kau sudah membaik?” tanya Xaviera, tangannya hampir menyentuh pipi Rumie, namun dengan cepat Rumie menangkisnya.
“Aku tidak mengenalmu, tolong jangan seperti ini,” ucap Rumie.
“Kau belum mengingatku?” Xaviera mendekatkan wajahnya, menatap Rumie.
Rumie menelan ludah, kedekatan itu membuat dadanya berdebar.
“Apa setelah kecelakaan? Kau hilang ingatan?” tanya Xaviera, menyentuh tangan Rumie. Rumie dengan cepat menarik tangannya kembali, kemudian tanpa sengaja mendorong dada Xaviera. Membuatnya, kembali gugup.
“Jangan temui aku lagi,” kata Rumie, ingin rasanya menggertak, tapi mulut tak kuasa mengatakan kalimat lantang ketika berhadapan dengan Xaviera.
“Aku tidak bisa, aku tidak ingin kehilanganmu lagi,” balas Xaviera, langkahnya mundur memberi jarak, ketika pintu lift akan terbuka.
Rumie keluar dari lift, diikuti langkah Xaviera yang berjalan di belakangnya.
Rumie berbalik, “Aku mohon, jangan ikuti aku. Aku tidak peduli denganmu, masa lalu kita atau apapun itu. Aku yakin, meskipun kita mengenal dulu, aku menjadi pria yang sangat bodoh karena dekat denganmu.”
Xaviera tersenyum, kemudian menatap Rumie. “Aku yang bodoh, karena dari dulu mencintaimu,” jawab Xaviera.
Kalimat itu membuat dinding amarah Rumie runtuh, entah apa yang membuat hatinya tiba-tiba percaya dan tersentuh dengan ucapan Xaviera yang belum tentu kebenarannya.