kenyataan yang menyakitkan, bahwa ia bukanlah putra kandung jendral?. Diberikan kesempatan untuk mengungkapkan kebenaran yang terjadi, dan tentunya akan melakukannya dengan hati-hati. Apakah Lingyun Kai berhasil menyelamatkan keluarga istana?. Temukan jawabannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Retto fuaia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
POKOKNYA JANGAN
...***...
Pikirannya saat itu benar-benar kacau, dalam keadaan tidur ia masih dihantui bayangan-bayangan masa lalu yang sangat mengerikan. Pertumpahan darah, teriakan yang memilukan, tubuhnya seperti mati rasa saat pikirannya mengingat semua peristiwa kejam itu.
Deg!.
Lingyun Kai terbangun dengan paksa.
"Bfuh!." Ia muntah darah, dadanya terasa sakit.
"Tuan muda!." An Hong panik melihat itu, ia segera mendekat, membantu Lingyun Kai duduk dengan benar.
"Kepalaku sakit sekali." Lingyun Kai merasa pusing. "Aku ingin minum."
An Hong segera memberikan obat herbal, sehingga bisa diminum dengan baik oleh Lingyun Kai.
"Hufh!." Lingyun Kai mencoba bernafas dengan baik, menyandarkan tubuhnya.
"Bagaimana keadaan tuan muda? Apakah sudah merasa baikan?." Ia terlihat cemas. "Saya akan memanggil nyonya selir." Ia memberi hormat.
"Panggilkan ibu." Suaranya masih serak, menahan sakit yang masih mendera tubuhnya. "Jika saja tidak dibantu dengan obat buatan ibu, aku sudah dipastikan tewas." Dalam hatinya merasakan gejolak yang tidak biasa. "Jendral bajingan! Dia benar-benar berniat membunuh aku?!." Hatinya terasa kesal. "Kau harus membayar darah ku dengan darah mu!." Hatinya dipenuhi amarah yang membara.
...***...
Istana, kediaman Permaisuri Chan Juan.
Kaisar langsung masuk, mencari permaisuri. Begitu mata menangkap sosok yang dicari Kaisar langsung bersikap manja.
"Permaisuri." Rengek Kaisar. "Aku mau mengatakan sesuatu." Bersimpuh dan menyandarkan kepala di pangkuan Permaisuri Chan Juan.
"Yang mulia kaisar mau mengatakan apa?." Permaisuri Chan Juan berusaha menahan diri, hanya mampu menangkap wajah tampan Kaisar, walaupun hampir memasuki usia 50 tahun. "Apakah ada yang mengganggu istirahat kaisar?."
Kaisar menggeleng pelan, tatapan mata seperti biasa. Begitu lucu, minta dikasihani, dan dipeluk seperti boneka.
"Hum." Dalam hati Permaisuri Chan Juan sedang berjuang keras. "Kaisar, kau ini selalu lupa dengan umur, merasa muda terus." Keluh Permaisuri Chan Juan dalam hati.
"Tadi, tiba-tiba saja kakiku terasa keram." Kaisar menceritakan pada Permaisuri Chan Juan apa yang dirasakan. "Apakah aku terlalu tua? Sehingga dengan mudahnya sakit seperti itu."
Permaisuri Chan Juan tertawa kecil, mengusap sayang bahu Kaisar.
"Yang mulia kaisar belum tua." Permaisuri Chan Juan berusaha menenangkan Kaisar. "Siapa yang berkata demikian? Biar aku hukum dia."
Kaisar bangkit, dan duduk manja di samping Permaisuri Chan Juan.
"Apakah masih sakit?." Permaisuri Chan Juan tampak cemas, memeriksa kaki Kaisar.
"Sekarang tidak sakit." Kaisar menggeleng pelan. "Tadi, ketika kakiku terasa keram, aku melihat sebuah bayangan." Hati Kaisar terasa sedih.
"Melihat sebuah bayangan? Seperti apa?." Permaisuri Chan Juan heran. "Coba ceritakan padaku."
"Seorang pemuda dipukul kakinya." Tanpa sadar Kaisar meneteskan air mata. "Rasanya sangat sesak sekali."
"Jangan menangis kaisar." Permaisuri Chan Juan menghapus air mata kaisar.
"Habisnya, dia sangat kesakitan sekali." Ungkap Kaisar, dadanya terasa sesak. "Saya tidak mengerti, kenapa bayangan itu muncul begitu saja?."
"Mungkin kaisar terlalu lelah bekerja." Permaisuri Chan Juan tersenyum kecil. "Aku akan menemani kaisar malam ini."
"Benarkah?." Kaisar tampak bersemangat.
"Tentu saja." Permaisuri Chan Juan tersenyum lembut.
"Terima kasih permaisuri." Kaisar memeluk Permaisuri Chan Juan dengan penuh kasih sayang. "Sebentar lagi akan ada acara perdamaian istana." Ucap Kaisar menyandar manja di bahu Permaisuri Chan Juan. "Bagaimana menurut permaisuri?."
"Putra putri kita sudah dewasa." Responnya. "Sudah saatnya mencari pasangan."
"Kalau begitu, aku akan mengirimkan pesan ke bukit mawar berdarah." Kaisar tersenyum kecil. "Pangeran kedua harus memiliki istri."
"Kaisar benar." Permaisuri Chan Juan mengusap sayang punggung Kaisar. "Aku ingin menambah cucu."
"Kalau begitu, pangeran pertama juga bisa menambah istri selir." Kaisar tertawa kecil. "Supaya ada yang menemaninya, ketika istrinya kembali ke kerajaan dewa agung."
"Tanyakan dulu padanya." Permaisuri Chan Juan menghela nafas pelan. "Jangan sampai mereka perang ketika bertemu."
"Hahaha!." Kaisar tertawa geli. "Benar juga yang kau katakan."
Hari itu Kaisar dan permaisuri saling bercerita mengenai masa depan pangeran dan putri mahkota. Banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum acara perdamaian istana. Acara yang hanya dihadiri oleh para putra putri bangsawan saja. Mereka generasi penerus bangsa dipertemukan, untuk membahas jodoh dan masa depan seperti apa yang akan mereka lalui.
...***...
Kamar Lingyun Kai.
Lingyun Kai baru saja selesai minum obat, keadaannya lebih baik dari yang sebelumnya.
"Terima kasih ibu." Lingyun Kai berbaring di pangkuan Selir Kangjian. "Tubuh saya terasa lebih ringan, meskipun paha saya terasa keram."
"Ibu akan membuat beberapa obat, supaya paha mu tidak sakit lagi." Selir Kangjian cemas. "Ibu terbatas dalam beberapa ramuan." Ia mengusap sayang kepala Lingyun Kai. "Maafkan ibu."
Lingyun Kai menggeleng pelan. "Saya akan menemui nona muda tertua xin qian." Ia tersenyum kecil. "Semoga saja obat yang saya pesan telah siap."
"Ibu saja yang akan menemuinya." Hatinya semakin cemas. "Kau belum bisa berjalan jauh."
"Jika ibu yang menemuinya, akan menimbulkan kecurigaan." Balasnya. "Kalau saya? Mungkin hanya akan dianggap menggoda saja."
"Tapi-." Bantahnya.
"Ibu tenang saja." Ia tersenyum kecil. "Saya akan baik-baik saja."
"Ibu cemas dan takut, jika ayahmu melakukan hal kejam padamu." Ia usah pipi Lingyun Kai dengan lembut. "Ibu bertahan di sini karena adanya kau." Tanpa sadar air matanya menetes begitu saja. "Hati ibu akan terasa sakit, melihat kau diperlukan dengan kejam."
"Terima kasih, karena ibu sangat peduli pada saya." Lingyun Kai merasakan kasih sayang itu. "Saya pasti akan melindungi ibu."
"Lingyun kai." Selir Kangjian terharu mendengar ucapan Lingyun Kai.
...***...
Dua hari telah berlalu.
Nona muda tertua Xin Qian sedang berjalan di pasar kota bersama Su Yan, pelayan wanita yang selalu bersamanya. Melihat keadaan pasar kota yang cukup ramai.
"Sebentar lagi akan ada acara perdamaian istana, apakah nona tidak membeli beberapa potong pakaian?." Ia memperhatikan toko pakaian yang cukup terkenal. "Nona muda kedua, nona muda ketiga, tuan muda bungsu telah membeli beberapa pakaian bagus." Jelasnya dengan detail. "Apakah nona muda tertua tidak membeli juga?."
"Aku kau lihat-lihat dulu." Jawabnya dengan senyuman ramah. "Semoga saja bisa bertemu dengan lingyun kai." Dalam hatinya merasa gugup. "Kenapa aku tidak melihatnya beberapa hari ini? Apakah dia sakit?." Hatinya mendadak cemas. "Eh? Apa yang aku pikirkan?." Namun ia berusaha menolak perasaan itu.
"Nona muda tertua? Kenapa malah melamun?." Su Yan heran. "Apakah ada yang mengganggu pikiran nona?."
"Aku baik-baik saja." Balasnya.
Namun saat itu ia sangat terkejut, ia tersenggol oleh kereta kuda yang melesat dengan cepat.
"Ah!." Ia hampir saja kehilangan keseimbangan, dan hampir saja terjatuh ke tanah.
Akan tetapi saat itu tubuhnya mendadak melayang, ada tali gaib yang membelit tubuhnya, dan menarik paksa dirinya.
"Nona muda!." Su Yan panik, dan berusaha mengejar nona muda Xin Qian.
Sementara itu keadaan kereta kuda yang berhasil diamankan.
"Kurang ajar!." Umpatnya penuh amarah. "Kenapa bisa oleng kereta kudanya?!."
"Maaf nona muda." Kusir itu memberi hormat. "Kudanya terkejut, karena ada seseorang yang melintas di depannya."
"Lancang!." Ia semakin kesal. "Cari dia! Akan aku hajar dia! Telah berani berniat mencelakai putri seorang jendral!."
"Baik nona."
Setelah itu ia segera melakukan tugasnya.
"Nona muda." Kexin, nama pelayan wanita itu. Ia memberi hormat, dan begitu patuh. "Apakah kita harus menunggu di sini?."
"Jalankan kereta kudanya." Jawabnya. "Aku tidak mungkin terlambat kembali."
"Baik nona." Ia segera mengambil alih pekerjaan kusir, agar segera kembali ke kediaman Jendral.
...***...
Sedangkan nona muda Xin Qian yang ditarik seseorang agar menjauhi lokasi?.
"Kegh!."
Deg!.
Matanya melotot lebar ketika menangkap sosok Lingyun Kai yang sedang meringis sakit, menahan tubuhnya agar tidak jatuh.
"Lingyun kai?!." Ia segera mendekati Lingyun Kai, membantu pemuda itu mencari tempat duduk.
Setelah ia menerima keadaan kaki Lingyun Kai.
Deg!.
Jantungnya terasa mau melompat dari tempatnya, tanpa pikir panjang ia segera merogoh botol obat yang ia simpan, ia paksa Lingyun Kai meminum obat itu.
"Eh? Apa?." Lingyun Kai terkejut dengan apa yang dilakukan nona muda Xin Qian padanya.
"Kenapa luka di kakimu semakin parah?." Ia tangkup wajah Lingyun Kai dengan pelan. "Apa saja yang kau lakukan? Sehingga terluka parah seperti itu?." Ia hampir saja menangis.
"Aku-, saya-." Lingyun Kai gugup ditatap seperti itu oleh nona muda Xin Qian. "Saya dipukul oleh ayah, setelah pulang dari rumah makan dewi permata."
"Apakah kau masih berani mendatangi rumah bordil?." Ucapnya kesal, perasaannya bercampur aduk. "Katakan dengan jelas!."
"Ma-mana mungkin saya ke sana." Sangkalnya cepat.
"Lantas? Apa yang membuatmu dipukul oleh ayahmu?." Ia mencoba tenang, mengendalikan perasaannya.
"Karena mereka mengadu, jika saya mengganggu apa yang mereka lakukan." Jelasnya dengan mata berkaca-kaca. "Ayah menganggap saya melakukan hal bodoh, menggagalkan rencana mereka." Ucapnya dengan ragu. "Membunuh pangeran ketiga." Bisiknya.
Deg!.
Nona muda Xin Qian terkejut mendengar ucapan itu, ia kehilangan kata-kata.
"Kau telah berhasil membuat pil penyembuh lumpuh?." Lingyun Kai tersenyum kecil.
"Ya, tentu saja." Ia serahkan ke tangan Lingyun Kai. "Pil ini hanya kau saja yang memilikinya."
"Terima kasih nona muda tertua xin qian." Ia memberi hormat. "Berapa harga yang harus saya bayar untuk pil ajaib ini?."
"Kau tidak perlu membayarnya." Ia mengubah posisi duduknya, menatap lurus ke arah tembok pembatas.
"Kenapa seperti itu?." Ucapnya heran.
"Jika kau tidak datang di hari itu." Hatinya terasa sakit. "Saya tidak akan selamat dari fitnah kejam." Ungkapnya. "Anggap saja pil itu sebagai balasan terima kasih saya."
"Akan saya terima dengan senang hati." Lingyun Kai merasa senang.
"Terima kasih juga, kau telah menyelamatkan saya dari tabrakan kereta kuda." Kali ini nona muda Xin Qian yang memberi hormat.
"Tadi saya melihat ke arah kejauhan ada kereta kuda yang melaju kencang." Jelasnya sambil mengingat kejadian tadi. "Saya cemas ketika melihat kau yang ada di depannya." Ia mendadak gagap. "Karena jaraknya terlalu jauh, saya terpaksa menggunakan jurus tali gaib." Ia menundukkan wajahnya untuk menutupi perasaan gugupnya. "Maafkan saya, apakah kau kesakitan?." Mata Lingyun Kai memperhatikan penampilan nona muda Xin Qian.
"Tidak apa-apa." Nona muda Xin Qian juga gugup. "Dengan bantuan mu tadi, saya terhindar dari keributan." Ia menarik nafas dalam-dalam. "Tidak akan mungkin saya lepas begitu saja oleh pemilik kereta kuda itu."
"Di dalam kereta kuda itu sepertinya adalah kakak perempuan saya." Lingyun Kai sedikit kesal.
"Apa?! Kakak perempuan mu?." Nona muda Xin Qian tampak terkejut. "Kalau begitu saya akan meminta maaf padanya."
"Jangan!." Lingyun Kai menahan tangan nona muda Xin Qian agar tidak pergi.
"Saya telah menyinggungnya, saya harus segera minta maaf padanya." Ucapnya cemas. "Saya-."
"Itu tidak akan menyelesaikan masalah." Lingyun Kai menarik nafas pelan. "Saya justru takut, nantinya itu akan digunakan oleh ayah saya untuk menggeledah kediaman menteri pertahanan dan keamanan." Hatinya terasa resah. "Abaikan saja, jangan pernah katakan jika kau yang hampir ditabrak kereta kudanya."
Nona muda Xin Qian mencoba tenang, kembali duduk sambil memikirkan apa yang dikatakan oleh Lingyun Kai.
"Apa yang harus saya lakukan?." Hatinya semakin cemas. "Pasti mereka tidak akan diam saja."
"Kau tenang saja." Lingyun Kai tersenyum kecil. "Akan saya atasi masalah kereta kuda."
"Hm." Nona muda Xin Qian hanya pasrah saja.
"Oh iya? Sebentar lagi akan ada acara perdamaian istana." Ia mencoba mengalihkan pembicaraan. "Apakah kau ikut?."
"Tentu saja." Jawabnya dengan anggukan kecil. "Jika tidak ikut? Maka akan dianggap sebagai pemberontak."
"Betul juga." Responnya. "Lantas? Laki-laki seperti apa yang kau inginkan nantinya?." Ia merasa penasaran. "Apakah saya bisa mendengarkannya?."
"Saya tidak berani." Ia merasa sedih. "Siapa yang menginginkan saya nantinya?."
"Jangan berkecil hati seperti itu." Ia mengusap pelan rambut nona muda Xin Qian. "Pasti ada yang suka padamu."
Deg!.
Nona muda Xin Qian mendadak diserang penyakit gugup ketika melihat senyuman Lingyun Kai yang sangat mempesona.
"Apakah ia sudah terbiasa menenangkan wanita dengan ucapan seperti itu?." Ada perasaan sesak di dalam hatinya.
Lingyun Kai mengeluarkan sebuah kotak yang cukup besar, dan ia berikan pada nona muda Xin Qian.
"Sebagai balasan obat ajaib ini." Ia tersenyum lembut. "Kaki saya merasa lebih baik." Hatinya terasa tenang. "Sampai jumpa di acara perdamaian istana." Ia memberi hormat.
Setelah itu ia melompat melewati tembok, meninggalkan nona muda Xin Qian yang heran dengan kotak besar dari Lingyun Kai.
"Rasanya ada yang salah dengan jantungku." Ia merasakan dada kirinya yang berdebar-debar. "Senyumannya sangat berbahaya, dan juga ketika ia merengek tadi?." Ia menarik nafas dalam-dalam. "Sangat meresahkan untuk ditolak begitu saja."
Nona muda Xin Qian mulai tidak karuan dengan sikap Lingyun Kai seperti itu.
"Nona muda!." Teriak seorang wanita dari arah sampingnya.
"Oh? Su yan?." Nona muda Xin Qian mendekati pelayannya.
"Apakah nona muda tertua baik-baik saja?." Ia memeriksa keadaan nona nya. "Apakah ada yang sakit? Kenapa nona bisa berada di sini?." Begitu banyak pertanyaan yang ia keluarkan.
"Aku baik-baik saja." Jawabnya.
"Eh? Kotak apa ini?." Ia merasa curiga. "Apakah nona bertemu seorang pemuda dermawan?."
"Jangan banyak tanya." Balasnya kesal. "Sebaiknya kita pulang."
"Baik." Responnya dengan semangat.
"Lingyun kai? Semoga kakimu baik-baik saja." Dalam hatinya sangat cemas. "Sampai jumpa lagi di acara perdamaian istana." Hatinya terasa lega, dan gugup jika bertemu dengan Lingyun Kai nantinya. "Kira-kira? Dia memberikan apa padaku?." Dalam hatinya sangat penasaran. "Kotak sebesar itu? Ada berapa banyak barang yang ia berikan padaku?."
Begitu besar rasa penasaran di hatinya, bagaimana kelanjutan kisahnya?. Temukan jawabannya.
...***...
Tadinya kupikir Wu Xian beneran saudara lainnya Kai pas baru ngucapin nama, rupanya oh rupanya....
Waduh, kayaknya aku jadi salah fokus dan gak terlalu peduliin Si kai kenapa dan malah lebih fokus mengagumi kekuatan Si mbak! 😌🗿