Di balik senyum manis dan mata indah Narynra, terdapat kesedihan mendalam yang disebabkan oleh pernikahan ayahnya dengan ibu tirinya. Sebelum pernikahan itu, Narynra membuat perjanjian rahasia dengan ibu tirinya yang hanya diketahui mereka berdua. Apakah isi perjanjian itu? Sementara itu hubungan Narynra dengan Kaka tirinya tidak pernah akur, dan situasi semakin buruk setelah ayahnya terkesan selalu membela kakak tirinya, membuat Narynra merasa tidak betah di rumahnya. Akankah Narynra dan kakak tirinya bisa berdamai?
Narynra kemudian bertemu Kayvan, seorang pria yang tampan dan perhatian. Setelah pertemuan pertama, Kayvan terus berusaha mendekati Narynra, dan mereka akhirnya menjalin hubungan asmara.
Sementara itu, seorang pria misterius selalu memperhatikan Narynra dari kejauhan dan terus mengirimkan pesan peringatan kepada Narynra bahwa Kayvan tidak baik untuknya. Siapa pria misterius ini? Apa tujuannya? Akankah Narynra bahagia bersama Kayvan atau atau bersama yang lain?,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Midnight Blue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lukas minta bantuan
Keesokan paginya, Elisya sudah sibuk menyiapkan beberapa makanan di dapur. Edward datang dan langsung memeluk Elisya dari belakang, membuat Elisya sedikit terkejut. "Banyak banget, sayang?" tanya Edward sambil menempelkan wajahnya di pundak Elisya.
Elisya tersenyum dan menjawab sambil terus memasak. "Iya, mas. Nanti temenku mau dateng sama anaknya yang sudah lama di luar negeri," ucap Elisya sambil mengaduk-aduk masakan di wajan.
Edward memeluk Elisya lebih erat. "Harusnya bilang kemarin ke aku, biar aku pesen makanan di luar. Kamu jadi cape, kan, buat makanan sebanyak ini?" ucap Edward dengan nada peduli.
Elisya mencoba melepaskan pelukan Edward sambil tersenyum. "Gapapa, mas. Kamu tahu sendiri aku suka masak-masakan, jadi aku gak ngrasa cape, malah seneng," ucap Elisya sambil berusaha melepaskan tangan Edward yang memeluknya.
"Lepas dulu mas, aku susah geraknya," ucap Elisya dengan nada lembut.
Edward akhirnya melepaskan pelukannya dan mundur sedikit. "Aku bisa bantu apa nih?" tanya Edward penuh antusias.
Elisya tersenyum dan menggelengkan kepala. "Gak usah, mas. Ini udah mau selesai. Mending kamu ke meja makan aja, bentar lagi aku anter makanan buat sarapan," ucap Elisya sambil menyodorkan sendok ke tangan Edward.
Edward mengangguk dan tersenyum. "Baiklah, aku tunggu di meja makan," ucap Edward sambil berjalan meninggalkan dapur dan menuju meja makan. Elisya tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya memasak.
Sementara itu, Lukas keluar dari kamarnya dan berjalan menuju ke meja makan, di mana dia bertemu dengan Edward yang sudah duduk di sana. Edward melihat Lukas berpakaian santai, tidak mengenakan jas seperti biasanya saat akan pergi ke kantor.
"Kamu gak ke kantor?" tanya Edward sambil menatap Lukas dengan mata penasaran.
Lukas mendekati Edward dan berhenti di depannya. "Enggak, Yah. Sebenarnya aku mau ke kantor, tapi gak dibolehin ibu," ucap Lukas sambil menggaruk-garuk kepala.
Lukas kemudian memohon kepada ayahnya. "Ayah bisa gak bujuk ibu biar aku boleh ke kantor?" tanya Lukas sambil menatap Edward dengan mata memohon.
Edward menggelengkan kepala dan menjawab dengan tegas. "Kalau ibu kamu yang minta, ya berarti kamu gak usah ke kantor," ucap Edward sambil menyilangkan tangan di depan dada.
Lukas memohon lagi kepada ayahnya. "Tolong, Yah. Sekali ini aja," ucap Lukas sambil memegang lengan Edward.
Edward tetap menolak permintaan Lukas. "Enggak, ya. Ayah gak mau," ucap Edward dengan nada yang tegas dan tidak bisa ditawar lagi. Lukas kemudian menghela napas dan duduk di sebelah ayahnya, menyerah dengan keputusannya.
Elisya datang membawa makanan dan melihat Edward dan Lukas tadi mengobrol dengan serius. "Lagi ngomongin apa sih, serius banget kayaknya?" tanya Elisya sambil meletakkan makanan di atas meja.
Edward menoleh ke Elisya dan menjawab. "Itu, sayang. Lukas minta aku bujuk kamu biar izinin dia pergi ke kantor," ucap Edward sambil menunjuk Lukas.
Elisya menatap Lukas dengan mata yang tegas. "Jangan minta bantuan ayah kamu buat bujuk ibu, karena ibu tetep gak akan izinin kamu ke kantor hari ini,"
Lukas hanya menunduk, pasrah dengan keputusan ibunya. Dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima keputusan itu.
Setelah itu, Narynra bergabung dengan mereka untuk sarapan. Mereka semua menikmati makanan yang telah disiapkan oleh Elisya. Setelah selesai sarapan, Edward berdiri dan mengambil tasnya. "Aku pamit ke kantor, ya," ucap Edward sambil mencium Elisya dan Narynra.
Sementara itu, Narynra, Lukas, dan Elisya masih duduk di sana, menikmati suasana pagi yang santai.
Melihat Narynra masih mengenakan baju tidur, Elisya bertanya sambil menyapu pandangannya ke arah Narynra. "Naryn, kamu gak ke kampus?" tanya Elisya dengan nada penasaran.
Narynra menggelengkan kepala dan menjawab singkat. "Enggak,"
Elisya kemudian mengingatkan Narynra tentang rencana hari itu. "Nanti temen ibu sama anaknya mau ke sini, kamu ikut temuin mereka ya," ucap Elisya sambil menatap Narynra dengan mata yang berharap.
Narynra mengangguk dan menjawab. "Cuma nyapa aja, ya. Gak bisa lama-lama, saya harus ngerjain skripsi bareng Tiffany nanti,"
"Iya, sayang. Jadi nanti Tiffany mau ke sini?" tanya Elisya dengan nada penasaran.
Narynra mengangguk dan menjawab singkat. "Iya," jawab Narynra sambil memainkan HP-nya.
Elisya menatap Lukas dengan mata yang tajam. "Lukas, kamu jangan coba-coba pergi dari rumah," ucap Elisya dengan nada yang tegas.
Lukas tersenyum dan mengangkat tangan kanannya sebagai tanda tidak akan melanggar. "Iya, Bu. Aku di rumah aja, nih. Pakaian aku aja santai begini," ucap Lukas sambil menunjuk pakaiannya yang santai, bukan pakaian untuk pergi ke kantor.
Elisya tersenyum dan mengangguk, merasa sedikit lega. "Bagus. Ya sudah, ibu masih harus balik ke dapur. Masih ada makanan yang belum jadi," ucap Elisya sambil menoleh ke arah dapur.
Kemudian, Elisya berjalan meninggalkan Lukas dan Narynra di ruang makan, menuju ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya. Setelah Elisya pergi, Lukas memanggil Narynra yang sedang asyik memainkan HP-nya. "Hey...." Ucap Lukas dengan nada lembut, bermaksud memanggil Narynra.
Narynra melirik Lukas dengan mata yang sedikit kesal. "Apaan, hey hey?" ucap Narynra sambil menurunkan HP-nya dan menatap Lukas dengan mata yang tajam.
Lukas memohon kepada Narynra dengan mata yang memelas. "Bantuin gue dong, buat pergi dari rumah," ucap Lukas sambil memegang lengan Narynra.
Narynra menggelengkan kepala dan menjawab dengan tegas. "Engga, gue bilangin ibu lo ya, kalau mau kabur," ucap Narynra sambil menatap Lukas dengan mata yang tajam.
Lukas menghela napas dan menjawab dengan nada kesal. "Yaelah, pengaduan banget," ucap Lukas sambil melepaskan lengan Narynra.
Narynra membalas dengan nada yang sama. "Yeee, tadi lo bilang iya ke ibu lo, gak pergi dari rumah, sekarang mau pergi, mau durhaka lo sama ibu lo?" ucap Narynra sambil menyilangkan tangan di depan dada.
Lukas memohon lagi kepada Narynra. "Ya gue males aja buat kenalan sama anak temennya ibu, tolong ya bantuin gue," ucap Lukas sambil memandang Narynra dengan mata yang memelas.
Narynra menggelengkan kepala lagi. "Engga, gue gak mau ikut campur urusan lo sama ibu lo," ucap Narynra sambil menoleh ke arah lain.
Lukas kemudian menawarkan kesepakatan kepada Narynra. "Gini deh, lo boleh minta apapun ke gue, asal lo bantuin gue pergi dari rumah, atau kalau gak bisa pergi dari rumah ya lo bantuin gue buat hindarin obrolan sama anaknya temen ibu," tawar Lukas sambil menatap Narynra dengan mata yang berharap.
Narynra mengangkat sebelah alisnya, memastikan. "Apapun nih?" tanya Narynra dengan nada penasaran.
Lukas mengangguk dengan yakin. "Iya, apapun," jawab Lukas sambil tersenyum.
Narynra menatap Lukas dengan serius, mengecilkan matanya perlahan lalu berdiri. "Gue gak mau," ucap Narynra dengan nada tegas, lalu berlari meninggalkan Lukas.
Lukas berteriak kesal. "Benar-benar lo ya!" teriak Lukas sambil mengangkat tangan ke atas, merasa frustrasi karena Narynra tidak mau membantunya.