Tes Tes Tes
Air mata Airin tertahankan lagi ketika mendapatkan tudingan yang begitu menyakitkan dari sang ayah.
Bahkan pipinya memerah, di tampar pria yang begitu dia harapkan menjadi tempat berlindung, hanya karena dia mengatakan ibunya telah dicekik oleh wanita yang sedang menangis sambil merangkulnya itu.
Dugh
"Maafkan aku nona, aku tidak sengaja"
Airin mengangguk paham dan memberikan sedikit senyum pada pria yang meminta maaf padanya barusan. Airin menghela nafas dan kembali menoleh ke arah jendela. Dia akan pulang, kembali ke ayah yang telah mengusirnya tiga tahun yang lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13. Samuel mulai Perduli
Samuel yang memang sudah tidak tahan lagi dengan sikap ibunya yang terus memaksanya berada dekat dengan Vivi yang tampak terus mencari perhatiannya, merasa senang ketika ponselnya berdering.
Samuel langsung berdiri, dan menerima panggilan telepon itu.
"Ini jam istirahat Samuel, siapa yang..."
"Apa?" pekik Samuel terlihat panik. Membuat Kinan menjeda ucapannya.
"Ikuti dia, aku kesana!" ujar Samuel yang langsung bergegas meninggalkan tempat itu tanpa pamit pada ibunya dan semua orang yang ada di dalamnya.
"Samuel, Samuel!"
Kinan berusaha menghentikan Samuel. Namun tampaknya itu percuma saja. Samuel terus berjalan keluar tanpa menoleh sama sekali.
Vivi yang mendengar Samuel seolah mengkhawatirkan seseorang, segera meraih tangan Susan.
"Kakak..."
Susan menepuk bahu adiknya perlahan.
"Tenang saja, tenang" ucapnya pelan.
Sementara itu, Airin berlari tak tentu arah. Dia hanya butuh tempat untuk bisa menangis sekencang-kencangnya. Dia tidak bisa menahannya lagi, dan itu juga salah satu rencananya sebenarnya.
Airin berlari ke arah tempat parkir, dia berdiri di salah satu tembok pembatas setinggi dadanya. Dan berteriak sekencang-kencangnya disana.
"Kenapa? kenapa tidak percaya padaku ayah! kenapa?" teriaknya sambil menumpahkan semua air matanya.
Berusaha mengeluarkan semua rasa sakit dan pilu yang selama ini dia pendam. Dia mengeluarkan semuanya. Setelah suaranya serak, dia berjongkok memeluk lututnya. Isak tangisnya masih terus berlanjut. Sampai Billy berada di hadapannya.
"Airin" Panggil Billy pelan.
Billy tahu, saat ini Airin pasti sangat terluka. Wanita yang menurutnya sangat ceria, mendadak menjadi wanita yang terlihat paling sedih di dunia. Bagaimana tidak? dia tidak mendapatkan kepercayaan ayahnya, bahkan di tampar oleh ayahnya saat menjelaskan bahwa dirinya tidak bersalah.
Billy tahu, Airin pasti sangat sedih. Tangan Billy terangkat, ingin sekali dia menepuk bahu Airin. Berusaha menunjukkan lewat hal itu, kalau ada yang bisa dia jadikan tempat mengadu dan berbagi cerita kalau dia mau. Billy tidak punya adik perempuan, melihat Airin. Dia merasa seperti memiliki seorang adik perempuan.
Tapi dengan nafas memburu, Samuel langsung berjongkok di depan Airin. Meraih kedua lengan wanita itu, menuntunnya untuk bangkit berdiri dan memeluknya.
Billy yang menyaksikan hal itu menghela nafas lega. Dan mundur beberapa langkah.
Airin masih terisak di pelukan Samuel.
"Ayah tidak percaya padaku, padahal aku yang lebih lama tinggal bersama dengannya. Tidakkah dia bisa mengerti seperti apa aku? aku tidak salah, kenapa harus aku yang selalu minta maaf" Airin mengatakan semua yang dia rasakan di pelukan Samuel.
Samuel mendesah kasar. Dia sudah menduganya, Felix terlihat marah saat keluar rumah. Dan hal yang sama, yang tadi Billy rasakan tentang Airin juga dirasakan oleh Samuel. Seorang wanita yang awalnya sangat ceria, berubah menjadi wanita yang paling sedih dan putus asa hanya karena satu tamparan dari orang yang paling disayanginya.
Samuel mengusap punggung Airin perlahan. Dia juga tidak berbakat menghibur seseorang yang sedang sedih. Dia tidak tahu harus bicara apa.
"Bawa mobil kemari!" kata Samuel yang langsung di patuhi oleh Billy.
Airin melepaskan pelukannya dari Samuel. Dan dengan wajah yang penuh dengan derai air mata itu. Airin menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak mau pulang, aku tidak mau pulang" ucapnya sambil terisak dan dengan tatapan yang begitu menyedihkan.
"Aku tidak akan membawamu pulang ke rumah ayahmu!" kata Samuel kembali meraih Airin ke pelukannya.
Airin tidak melakukan gerakan yang berlebihan. Dia juga sudah tidak lagi terisak.
'Memang benar, wanita menyedihkan dan tampak teraniaya. Selalu bisa menarik perhatian pria yang cenderung suka mendominasi' batinnya.
Namun, sebenarnya Airin juga tidak sepenuhnya tidak merasa sedih. Hatinya sungguh terluka tadi saat di tamparr oleh Felix.
Samuel meminta Airin untuk duduk di sofa. Mereka tiba di apartemen milik Samuel. Setelah Airin duduk, Samuel bicara pada Billy, dan pria itu mengangguk. Lalu keluar dari apartemen itu.
"Butuh pelukan?" tanya Samuel merentangkan tangannya di samping Airin.
Airin terdiam, manik matanya menatap tak percaya. Tapi, bukankah ini artinya rencananya mendekati Samuel telah berhasil.
Airin menundukkan pandangannya lalu memeluk erat Samuel. Saat ini, Samuel pasti merasa seperti seseorang yang sangat Airin butuhkan. Jika Airin menolak, maka perasaan itu akan hilang. Akan lebih sulit mengejarnya kalau ada keraguan di dalam hati Samuel.
Airin pikir cara ini cukup efektif. Dia juga tidak lama memeluk erat. Setelah dia merasa tenang, dia melepaskan tangannya. Merasa tangan Airin tak lagi memeluknya, malah Samuel yang memeluk Airin.
"Jangan sungkan, aku tahu kamu butuh aku!"
Airin sebenarnya ingin menarik dirinya. Bisa-bisanya pria itu bicara seperti itu.
'Ya ampun, kepercayaan diri pria ini sungguh di luar batas' batin Airin.
Bisa-bisanya mengatakan hal seperti itu kan? sungguh seperti seseorang yang sangat percaya diri kalau dirinya adalah satu-satunya yang dibutuhkan Airin. Meski itu benar, tapi ucapan Samuel memang agak narsistik.
Hingga beberapa saat kemudian, Airin yang merasa pinggangnya pegal dengan posisi itu. Mulai menarik dirinya. Awalnya Samuel tidak membiarkannya.
"Paman, aku mau ke toilet" ucap Airin perlahan.
Samuel langsung tampak canggung. Dan segera melepaskan Airin.
"Di sana!" katanya menunjukkan arah toilet di apartemennya itu berada.
Airin pun segera berdiri, dan berjalan menuju ke arah toilet itu. Tak lama setelah Airin masuk ke dalam kamar mandi. Billy datang membawa beberapa makanan. Ternyata Samuel yang tahu kalau Airin belum makan, meminta Billy membelikan makanan.
"Katamu dia di tampar, bagaimana itu bisa terjadi?" tanya Samuel pada Billy.
Sambil meletakkan beberapa bungkusan makanan di atas meja. Billy pun menceritakan apa yang dia lihat dan dia dengar.
"Airin mencoba menjelaskan pada ayahnya, jika pada Vivi saja yang tinggal tiga tahun dengannya, ayahnya begitu percaya dan mengenal baik. Kenapa dengannya yang 18 tahun tinggal bersama, ayahnya tak percaya. Tuan Felix tetap tidak mendengar itu, dan minta Airin meminta maaf pada Vivi. Airin menolak, karena dia tidak merasa bersalah. Ayahnya malah menamparnya. Airin terlihat sangat terpukul dan berlari pergi" terang Billy.
Dan tangan Samuel terkepal saat mendengar apa yang dikatakan oleh Billy.
"Cari tahu tentang apa yang terjadi 3 tahun yang lalu Billy. Juga apa yang dilakukan Airin di Jerman. Tapi sempatkan untuk makan siang terlebih dahulu!" kata Samuel yang segera di angguki Billy.
Billy pun segera meninggalkan apartemen itu. Dan tak berapa lama, Airin keluar dari kamar mandi.
"Wah..." matanya melebar, melihat begitu banyak makanan enak di atas meja, "Paman, ini untukku?" tanya Airin yang langsung berbinar melihat semua makanan enak itu.
"Iya makanlah!" kata Samuel.
Airin tersenyum begitu senang.
"Terimakasih paman, kalau begitu aku tidak akan sungkan. Selamat makan!" ucapnya yang langsung menyambar paha ayam goreng dengan tangan kanan, dan menggunakan garpu untuk memutar spaghetti di sebelah ayam goreng itu.
'Melihat makanan seperti ini saja sangat senang. Apa dia tidak pernah makan makanan seperti ini?' batin Samuel.
***
Bersambung...