Di cerai karena anak yang dia lahirkan meninggal, membuat hati Adelia semakin terpuruk, akan tetapi beberapa hari kemudian, dia di minta untuk menjadi ibu susu anak CEO di tempatnya bekerja, karena memang dirinya di ketahui mempunyai ASI yang melimpah.
Apakah Adelia mampu menyembuhkan lukanya melalui bayi yang saat ini dia susui? Temukan jawabannya hanya di Manga Toon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai Tumbuh Rasa
Adel sedikit melotot ketika mulut pedas itu meksi menyentil dirinya, beruntung dia sadar akan posisinya saat ini, kalau tidak ada Bi Jum dan Pak sopir, mungkin Adel akan membalas kembali ucapan pria dihadapannya itu.
'Dasar, pria batu terkutuk, awas saja nanti, akan aku balas perkataan nyelekit mu ini,' gerutu Adel di dalam hati.
Mobil sudah berhenti di depan pintu utama, beberapa ART sudah siap menyambut kedatangan tuan kecilnya beserta ibu susunya Dalton.
Adel sempat terpana beberapa detik melihat rumah mewah itu. Meski dari luar sudah pernah melihat, namun baru kali ini ia benar-benar masuk ke dalamnya sebagai 'penghuni sementara'.
"Silakan masuk Bu Adel," ucap Jumi, sambil membawakan perlengkapan bayi.
Adel melangkah pelan, matanya menyapu seisi rumah. Hatinya tergetar. Ia merasa seperti memasuki dunia lain. Dinding putih dengan sentuhan marmer, lampu gantung kristal, dan aroma wangi khas rumah elite menyeruak menyambutnya.
Namun belum sempat menikmati kenyamanan itu, suara lantang terdengar dari arah tangga atas.
"Siapa perempuan itu?!" tanya Angel, dengan mata yang melotot ke arah Adel.
"Dia Ibu susu Dalton dan akan tinggal untuk sementara ini di rumah kita," sahut Arthur.
"Apa! Menetap di sini, apa-apaan ini," tolaknya dengan nada yang tidak suka.
"Biarkan dia tinggal di sini Angel, ini sudah menjadi keputusanku, dan engkau tidak usah banyak derama, dia tidak akan merepotkan siapa-siapa di sini," cetus Arthur.
Angel, langsung melengos, tatapan ketidak sukaan dengan kehadiran wanita baru di rumah ini benar-benar membuatnya tidak aman.
"Dan kau ... Perempuan gatel awas saja jika kamu berani menggoda kakakku," ancam Angel.
"Maaf, aku mau masuk ke kamar dulu Dalton sudah waktunya ganti popok," sahut Adel yang berusaha mengalihkan pembicaraannya.
Adel langsung masuk menaiki anak tangga dengan bantuan Bi Jumi, sementara perempuan di bawa sana tepatnya di ruang utama masih menahan kekesalannya apalagi dengan Arthur yang sembarangan memasukkan perempuan di rumahnya ini.
"Kak, aku tidak suka dengan perempuan itu," cetus Angel.
"Yang kamu tidak sukai itu apa, ayolah berpikir dewasa Dalton itu membutuhkan Ibu susu, karena ibunya sudah tidak ada," sahut Arthur.
"Ya tapi aku tetap tidak suka," ketus Angel.
"Kalau kamu tidak suka lebih baik tinggal di apartemen saja, jangan ke sini," tegas Arthur yang membuat adik tirinya itu semakin beringas.
Perlahan Angel mulai meninggalkan Arthur, dengan perasaan dongkol, langkahnya berlalu pelan menaiki mobilnya, sedangkan Arthur pria itu mulai masuk ke kamarnya untuk beristirahat sebentar.
Di dalam kamar, Arthur mulai siap menerima kenyataan bahwasannya dirinya sudah siap menata hari baru bersama dengan Dalton, ya memang hanya Dalton semangatnya untuk hidup, di saat dirinya terpuruk seperti ini, dan kesakitan yang ia Alami bersama dengan Sisi, sudah terkubur dalam di tanah Manhattan.
"Aku akan berjuang sekuat tenagaku untuk menjaganya, menjadikannya laki-laki yang sukses, kelak anakku akan menjadi orang yang berpengaruh dan tersohor di belahan dunia manapun," ucap Arthur dengan semangat yang terbesit di dalam hatinya.
********
Di Kamar bayi.
Kamar bayi sudah disiapkan lengkap dengan fasilitas premium. Tempat tidur bayi berwarna putih dengan hiasan bintang-bintang kecil, aroma lavender yang menenangkan.
Adel terharu. Ia bahkan belum pernah punya kamar seperti ini, kamar yang luas dan nyaman, siapapun pasti akan betah jika meniduri tempat ini.
Saat sedang mengganti popok Dalton, suara ketukan pelan terdengar.
Tok tok tok.
“Masuk saja,” ucap Adel.
Pintu terbuka. Arthur masuk dengan tangan di saku celana dan ekspresi kaku.
“Kau sudah terbiasa dengan rumah ini?” tanyanya.
“Kalau untuk tidur dan nyusuin sih bisa di mana saja, yang penting nyaman dan gak ada yang cerewet,” celetuk Adel sambil menoleh sebentar.
Arthur mendekat, mengambil posisi berdiri di samping ranjang bayi. Dalton sedang menggeliat kecil sambil ngoceh pelan, seolah tak peduli dengan drama di sekelilingnya.
“Kau tahu, kau itu menyebalkan.”
“Terima kasih, itu pujian terbaik hari ini,” sahut Adel santai.
Arthur memutar matanya dan mendesah. Tapi entah kenapa, satu senyuman kecil sempat muncul di sudut bibirnya.
Adel sudah selesai mengganti popok Dalton bayo itu semakin menggeliat dan mengoceh, bahkan ocehannya itu terlihat begitu menggemaskan.
Sementara, Arthur mulai merespon dengan ucapan dan nada yang sangat kaku.
"Iya kamu mau apa," ucapnya dengan raut wajah yang kebingungan.
"Daddy mu kurang asyik ya diajak bicara, masak bilangnya cuma 'Iya, mau apa'," celetuk Adel yang membuat mata Arthur mental malas.
"Tuh kan ... Kamu benar-benar menyebalkan," ketus Arthur sambil menatap wajah Adel.
Lagi-lagi Arthur mulai terjebak di saat menatapnya, di balik tatapan tajamnya itu siapa sangka ada rasa yang aneh yang mulai menggerayangi hatinya.
'Oh tidak ... Ini tidak boleh terjadi,' tolaknya di dalam hati.
********
Malam harinya, Adel di tempatkan di kamar khusus sebelah kamar Dalton, ajak tetapi sepertinya wanita itu hanya memakai kamarnya untuk mandi dan mengganti pakaian saja, karena memang 24 jam dirinya diharuskan bersama dengan Dalton.
Dari celah pintu yang sedikit terbuka Arthur mulai melihat dan mendengar Adel yang sedang menimang Dalton sambil menyanyikan lagu nina bobo.
Arthur melihat sempat terpakai dengan ketulusan hati yang di miliki oleh, Adel. Dia bukanlah sosok wanita yang baru di tinggalkan anaknya saja, akan tetapi dia merupakan sosok yang welas asih terhadap seorang anak, yang belum pernah Arthur temukan sama sekali.
"Kau memang beda dari siapapun," gumam Arthur yang merasa bingung sendiri.
"Astaga Arthur barusan kau berucap apa? Itu tidak boleh," elak Arthur.
Arthur bersandar di tembok. Tangannya mengepal. Hatinya berdebar, tapi egonya masih menolak perasaan yang mulai tumbuh.
*******
Keesokan harinya.
Pagi sudah menyapa, sinar matahari nampak malu-malu masuk melalui celah gorden di kamar tidur bayi, sedari tadi Adel sudah mulai terbangun, dan membersihkan tubuhnya.
Ketika Adel ingin mengambil Dalton, tiba-tiba saja perutnya terasa mulas pertanda panggilan alam harus segera ia tuntaskan, Adel mulai meninggalkan Dalton yang masih tertidur lelap.
"Sayang Ibu tinggal dulu ya, mau kirim surat," ujarnya pelan.
Ketika Adel mulai pergi meninggalkan kamar Dalton tiba-tiba saja Arthur masuk dan melihat Dalton masih terlelap di dalam box bayi.
Arthur hendak mendekat, akan tetapi bayi itu tiba-tiba mengeluarkan rengekannya.
"Hah! pakai acara nangis segala lagi," ucapnya sendiri.
Arthur mulai mengulurkan tangannya untuk menggendong tubuh kecil itu, langkahnya perlahan mulai mencari-cari Adel. Karena ia masih belum bisa menenangkan bayi seperti ini.
"Del ... Adel," suaranya menggema.
Beruntung Adel sudah selesai dengan urusan hajatnya, sehingga iya pun langsung menghampiri suara dari atasannya itu.
"Iya Tuan ada apa?" tanya Adel.
"Ini di cariin anak kamu," celetuk Arthur.
"Anakmu juga, Tuan. Jangan lupa kontribusi siapa yang bikin dia ada," sindir Adel sambil mengambil alih Dalton yang ada di gendongan Arthur.
Arthur hanya melotot, tapi senyuman kecil tak bisa ia sembunyikan.
Bersambung ....
Ayo siapa yang senyum-senyum sendiri melihat kelucuan mereka.
vote pun udah meluncur lho