Cerita ini sepenuhnya adalah fiksi ilmiah berdasarkan serial anime dan game Azur Lane dengan sedikit taburan sejarah sesuai yang kita semua ketahui.
Semua yang terkandung didalam cerita ini sepenuhnya hasil karya imajinasi saya pribadi. Jadi, selamat menikmati dunia imajinasi saya😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tirpitz von Eugene, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Hari itu Tirpitz mendapatkan jadwal untuk mengajar di akademi Jangkar Zamrud, sebuah akademi yang dibangun bagi para gadis untuk mempelajari segala hal yang berkaitan dengan pertempuran laut. Entah siapa yang memiliki ide ini, tapi bukanlah ide yang terlalu buruk juga.
Saat memasuki kelas besar tempatnya mengajar, di dalam sudah hadir para gadis dari berbagai kelas kapal. Mereka duduk di kursi mereka yang memiliki bentuk seperti aula rapat gedung dewan.
Beberapa kursi nampak kosong karna gadis-gadis itu mendapat tugas berpatroli, salah satunya adalah kursi tempat Madjapahit duduk. Para gadis masih sibuk dengan obrolan-obrolan mereka ketika Tirpitz menaiki podium dimana meja untuk nya berada.
"Selamat pagi, gadis-gadis," sapa nya membuka kelas.
Para gadis segera menyambut sapaan itu lalu terdiam dan mulai fokus menyimak. Tirpitz segera membuka pelajaran pagi itu, ia memberikan pelajaran mengenai sebuah taktik dan formasi-formasi dalam menjalankan patroli rutin. Ruangan itu menjadi sunyi seiring penjelasan yang Tirpitz utarakan, hanya terdengar suara pena para gadis yang sedang menari di atas kertas.
"Jadi, jika dalam keadaan patroli ini mengharuskan kalian bertempur. Maka kalian harus..." penjelasannya terhenti ketika pintu kelas di ketuk dari luar.
Setelah di berikan izin untuk memasuki ruangan kelas, terlihat oleh semua orang beberapa gadis yang baru kali ini mereka lihat. Tirpitz baru teringat bahwa ada beberapa kapal yang baru saja bergabung dengan faksi, sehingga dengan cepat ia memperkenalkan gadis-gadis yang baru masuk itu kepada seisi kelas.
"Ah iya, saya baru ingat," ucapnya sambil mempersilahkan gadis-gadis itu untuk berdiri di depan seluruh murid, "mereka adalah rekan-rekan baru kalian. Kapal induk armada kelas Nusantara, kelas Pancasila, kelas Semboyan, dan kelas Pelabuhan."
Gadis-gadis yang kelas kapalnya di panggil segera mengangkat tangan kanannya lalu memperkenalkan diri mereka satu persatu.
"Perkenalkan, saya adalah Nusantara, kapal pertama dan satu-satunya dari kelas ini. Nomor lambung saya 101, mohon bantuannya!" ucap gadis berambut pirang sambil membungkuk. Seketika semua gadis berdiri lalu membungkuk sambil berkata, "mohon bantuannya juga!"
...****************...
Di sisi lain, sebuah grup kecil berisikan tiga kapal perusak dan satu kapal penjelajah berat sedang berlayar di sekitar perairan laut China selatan. Grup kecil itu di pimpin oleh Madjapahit, yang kali ini terlihat dalam mode tempur karna tidak ada orang di atas kapalnya.
Saat ini mereka sedang berada jauh di luar garis kedaulatan, tapi itu tak masalah karna beberapa menit yang lalu mereka menangkap sebuah sinyal SOS saat berada di sekitaran Laut Natuna. Menurut perjanjian antar faksi, faksi manapun di haruskan untuk mengirim armada kecil jika mereka menangkap sinyal SOS di sekitar perairan mereka.
Cuaca di laut China selatan tidak bisa di bilang bersahabat. Badai sedang melanda perairan itu, di tambah laporan dari salah satu pesawat pengintai akan adanya sebuah armada kecil Seiren dengan kapal-kapal baru mereka. Tentunya hal ini membuat semua gadis dalam grup kecil itu sedikit waspada, mengingat ancaman yang mungkin saja mereka temui selama patroli itu.
"Madja-sama, saya mendapatkan satu di arah tiga-dua-nol derajat, jarak sekitar delapan puluh mil," seru Djawa Tengah.
"Ubah haluan ke tiga-dua-nol derajat, samakan secepatan pada tiga puluh knot!"
Seketika para gadis bergerak ke arah yang disebutkan oleh Madjapahit. Mereka langsung membuat formasi berbentuk anak panah, dengan Djawa Tengah, Madjapahit, dan kapal perusak Siliwangi di barisan tengah.
"Kontak! Arah satu-nol derajat, jumlah tidak diketahui!" seru Sandjaja memperingati.
"Kontak bawah air! Arah dua-sembilan-sembilan derajat, torpedo di luncurkan!" sahut Sisingamangaradja di sebelah kiri. Situasi ini membuat semua orang menyadari bahwa mereka baru saja di jebak!
"Ubah formasi! dua kapal perusak, bentuk barisan di kiri dan lepaskan torpedo balasan ke arah kapal selam itu!"
Dengan cepat formasi itu berubah secepat para gadis bisa bereaksi. Sesaat kemudian sebuah hal mengerikan terjadi, torpedo dari kapal selam Seiren melesat dan menghantam lambung kiri Madjapahit, membuat gadis itu kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh ke laut.
"Kurang ajar!" pekik Siliwangi saat melihat flagship grup itu di hantam torpedo lawan, "aing kadek sia!"
Tanpa di perintah, Siliwangi segera mengubah haluan dan meninggalkan formasi. Madjapahit memperingati agar gadis itu tidak bertindak gegabah, tapi semuanya terlambat ketika torpedo kedua datang dan hampir saja mengenai bagian yang sama, beruntung ia berhasil berbelok tepat waktu.
Tak lama kemudian ledakan besar terdengar, di susul dengan pilar-pilar air dari bom bawah air yang di jatuhkan oleh Siliwangi tepat di atas posisi kapal selam lawan. Tapi ledakan berikutnya membuat dua gadis kapal perusak yang tersisa menjerit saat sekilas mereka melihat Siliwangi terkena torpedo dan terhempas ke laut.