Ketika Tuan Muda punya perasaan lebih pada maid sekaligus sahabatnya.
Gala, sang pangeran sekolah, dipasangkan dengan Asmara, maidnya, untuk mewakili sekolah mereka tampil di Festival Budaya.
Tentu banyak fans Gala yang tak terima dan bullyan pun diterima oleh Asmara.
Apakah Asmara akan terus melangkah hingga selesai? Atau ia akan mundur agar aman dari fans sang Tuan Muda yang ganas?
Happy Reading~
•Ava
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bravania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Confession
"Untukmu."
Asmara mendongak saat sebuah susu kotak rasa stroberi diletakkan di atas mejanya.
"Eh, Bastian?"
"Ku dengar kakimu sakit?"
"Ah.. iya. Tapi sekarang sudah sedikit lebih baik."
"Mau ku temani?"
Asmara sedikit ragu. Tapi pada akhirnya ia mengangguk juga.
"Kau tidak makan?"
"Aku sedang menunggu Gala. Kau sendiri kenapa tidak ke kantin?"
"Aku ingin mengajakmu sebenarnya."
Ah.. Asmara jadi merasa tak enak pada pemuda di depannya ini.
"Maaf, Bastian."
Si pemilik nama hanya tertawa pelan. Temannya ini benar-benar lucu.
"Kenapa minta maaf? Kau tak melakukan kesalahan apapun."
"Tapi aku tak bisa menemanimu ke kantin."
"Setidaknya aku bisa menemanimu sampai Gala datang."
Gadis itu pun hanya bisa memberikan senyum termanisnya.
"Jadi bagaimana bisa kakimu terluka?"
"Itu.. Aku jatuh dan pahaku tak sengaja tertusuk besi tajam. Jadi yah.. seperti itu."
"Lain kali hati-hati, hm."
Asmara mendengus sebal saat tangan Sebastian mengacak rambutnya gemas.
"Asmara."
Asmara dan Sebastian sama-sama menoleh ke pintu kelas dimana Gaka berdiri dengan tatapan tajamnya.
"Gala? Sudah membeli minuman dingin?"
"Sudah."
Dingin, bahkan melebihi dinginnya kaleng yang ia bawa. Juga jangan lupakan tatapan tajamnya yang tak lepas dari Sebastian. Dan yang ditatap pun sudah sadar bahkan sejak Gala berdiri di pintu kelas.
"Semoga cepat sembuh. Aku pergi dulu. Ah, iya. Dan makanlah dengan baik."
Sebastian menepuk kepala Asmara pelan dan pergi dari kelas pemuda itu. Bahkan saat melangkah keluar pun Gala masih menatapnya tajam sampai Sebastian benar-benar tak terlihat lagi.
"Huh.. Kenapa kau selalu menatapnya seperti itu? Dia hanya ingin berteman denganku. Anggap saja ia ingin memperbaiki kesalahannya di masa lalu."
"Aku tetap membencinya."
Asmara hanya bisa geleng-geleng tak mengerti akan sikap sahabatnya ini.
"Sejak kapan kau suka stroberi?"
Gadis itu melirik susu kotak pemberian Sebastian yang mulai ia minum.
"Memangnya kenapa? Aku suka semua minuman yang manis."
"Aku hampir tak pernah melihatmu membeli minuman rasa stroberi."
"Mencoba sesuatu yang belum pernah ku coba tak ada salahnya, kan? Lagipula Bastian yang memberikan ini padaku. Dan tidak buruk juga."
Asmara pun mengeluarkan kotak bekal dan mulai menikmatinya, membiarkan Gala yang masih menatapnya, kesal mungkin.
"Sudah. Ayo, makan! Jangan berlebihan menanggapi sesuatu tentang Bastian."
~·~
"Sendirian?"
Sebastian memberikan senyum tampannya saat sepasang manik karamel menatapnya.
"Iya. Kau tak pulang?"
"Aku sedang menemani seseorang yang sedang menunggu seseorang."
Tawa pelan terdengar saat Sebastian melihat raut bingung Asmara, si pemilik manik karamel.
"Lupakan. Aku hanya ingin berada di sekolah lebih lama. Dimana Gala?"
"Dia sedang berkumpul dengan perwakilan sekolah untuk Festival Budaya."
"Kenapa tak ikut? Kau kan juga perwakilan?"
"Gala menyuruhku untuk menunggunya saja. Ck. Dia menyebalkan. Aku kesal padanya."
"Kan sekarang sudah ku temani. Masih kesal, hm?"
Asmara menatap Sebastian yang menarik turunkan alisnya sebelum tawanya keluar begitu saja karena sadar pemuda itu tengah menggodanya.
"Kau lucu Bastian. Tapi yah.. Tak buruk juga saat kau menemaniku."
"Mau ku antar?"
"Eh? Aku merepotkan-"
"Kau tak merepotkanku sama sekali. Ayo?"
Asmara menatap ragu uluran tangan di depannya.
"Temani aku beli Bubble Tea juga. Bagaimana?"
Manik karamel itu berbinar dan tanpa ragu menerima uluran tangan pemuda behel itu.
"Kabari Gala dulu."
Ah, iya. Hampir saja ia lupa. Asmara segera mengirimi Gala pesan, memberi tahu jika ia pergi dengan Sebastian. Sedang Sebastian sendiri pergi ke parkiran mengambil motornya.
Tak lama, Sebastian kembali. Dengan sabar ia membantu Asmara yang masih sedikit kesusahan naik ke motornya. Lalu mereka keluar dari sekolah.
~·~
"Enaakk."
"Kau suka?"
Pertanyaan Sebastian dibalas anggukan semangat oleh Asmara.
"Dari mana kau tahu kedai itu, Bastian? Bubble Tea nya.. Aku suka sekali. Rasanya berbeda dari yang lain."
Kekehan terdengar dari mulut Sebastian. Ah.. temannya ini benar-benar menggemaskan dan juga polos. Tapi justru itu yang mampu membuat jantungnya berdebar tak normal saat ia dekat dengan gadis di sampingnya ini.
"Datang lagi lain waktu?"
Pertanyaan Sebastian sudah pasti mendapat anggukan juga senyuman manis khas seorang Asmara.
Sebastian mengacak surai gadis di sampingnya itu. Gemas sekali. Tatapannya tak beralih sekalipun dari Asmara dan semua ekspresi lucu yang sesekali muncul di wajahnya.
"Asmara."
"Ya?"
Gadis itu menoleh ke arah Sebastian yang membuat pemuda behel itu tertawa. Bagaimana tidak? Pipi Asmara menggembung dipenuhi bubble juga ada sedikit noda minuman di sudut bibirnya.
"Telan dulu minumanmu."
Asmara menurut. Ia mengunyah bubble di mulutnya dengan pipi yang semakin menggembung.
"Hahaha. Kau seperti anak kecil."
Gadis itu hanya terdiam bingung saat Jeongin mengangkat lengan mendekati wajahnya. Dan ia semakin diam saat Sebastian mengusap bibirnya pelan dengan lengan hoodienya.
"Eh, Bastian. Lenganmu jadi kotor."
"Tidak apa-apa. Kau lucu sekali."
"Aku bukan badut."
"Badut pun kalah lucu denganmu."
Asmara semakin memajukan bibirnya kesal.
"Jangan cemberut seperti itu, kau bertambah menggemaskan."
Blush
Pipi berfreckles itu memerah tanpa ijin si pemilik.
"Jangan menggodaku, Tuan Aryapraja!"
"Kau memang menggemaskan, Nona Aryapraja."
Dan kini jadi semakin merah karena panggilan dari Sebastian.
"Nama belakangku 'Candrima' bukan 'Aryapraja' ya!"
"Dan aku berharap bisa mengganti nama belakangmu dengan milikku suatu saat nanti."
Gurat sendu muncul begitu saja di wajah Asmara saat melihat tatapan serius dari Sebastian.
"Bastian.."
"Kenapa?"
"Aku tidak bisa-"
"Tidak, tidak. Aku hanya ingin memberitahumu tentang perasaanku. Aku tak berharap kau akan membalasnya."
Sebastian menatap Asmara yang masih menampilkan wajah sendunya, ia merasa tidak enak tentu saja.
Pemuda berbehel itu terkekeh pelan. Ia tak sakit hati sama sekali. Tidak sedikitpun.
"Aku hanya mengungkapkan isi hatiku. Jika aku tak bisa memilikimu, setidaknya aku lega karena sudah memberitahumu."
Senyuman manis tak pernah lepas dari bibir Sebastian. Mungkin hal itu juga yang membuat Asmara ikut mengukir senyum manisnya.
"Teman?"
Tanpa ragu Sebastian menautkan kelingkingnya pada kelingking mungil Asmara.
"Ish.. seperti anak kecil."
"Kau kan memang anak kecil."
Dan tawa pun lepas dari bibir Sebastian saat Asmara merengut lucu.
"Ayo, pulang!"
Tanpa menunggu jawaban, Sebastian menarik Asmara untuk berdiri dan mulai menuntunnya pergi dari taman yang mereka singgahi.
~·~
Sebastian menatap Asmara yang turun setelah ia berhenti di depan Mansion keluarga Pramadana, dengan tatapan tak paham.
"Asmara."
"Aku tahu kau pasti bingung."
Ucapan Asmara hanya diiyakan oleh Sebastian.
"Sebenarnya aku maid pribadi Gala. Ayahku adalah asisten pribadi Tuan Pramadana, Papanya Gala. Aku dan ayah tinggal di paviliun di belakang mansion ini."
"Kenapa kau tak pernah cerita padaku?"
"Ini bukan sesuatu yang bisa ku ceritakan pada siapapun. Gala sendiri juga melarangku bercerita pada siapa pun."
"Tapi sikap Gala-"
"Jangan dipikirkan! Baginya aku ini pengganti sosok ibu. Tak ada hal-"
"Kenapa baru pulang?"
Ucapan Asmara terpotong saat Gala datang dan memeluk tubuh mungilnya dari belakang.
"Gala, lepas!"
Tapi seorang Gala Pramadana mana mau menuruti perintah seseorang. Membuat Asmara hanya bisa menghela napas.
"Bastian, terimakasih sudah mengajakku ke sana. Lain kali ajak aku lagi, ya?"
Sebastian tersenyum sebelum memakai helm full facenya. Berpamitan lalu pergi dari halaman mansion mewah itu.
Asmara melepas pelukan Gala di pinggangnya.
"Ayo, masuk!"
"Aku bertanya padamu, Asmara."
"Ayo, masuk dulu!"
Akhirnya Gala menurut, ia akhirnya menyusul Asmara yang sudah berjalan terlebih dahulu kemudian menuntun pemuda itu saat sudah ada di sampingnya.