NovelToon NovelToon
Operasi Gelap

Operasi Gelap

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mafia / Balas Dendam / Mata-mata/Agen / Gangster / Dark Romance
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Radieen

Amara adalah seorang polisi wanita yang bergabung di Satuan Reserse Narkoba. Hidupnya seketika berubah, sejak ia melakukan operasi hitam penggrebekan sindikat Narkoba yang selama ini dianggap mustahil disentuh hukum. Dia menjadi hewan buruan oleh para sindikat Mafia yang menginginkan nyawanya.
Ditengah - tengah pelariannya dia bertemu dengan seorang pria yang menyelamatkan berulang kali seperti sebuah takdir yang sudah ditentukan. Perlahan Amara menumbuhkan kepercayaan pada pria itu.
Dan saat Amara berusaha bebas dari cengkraman para Mafia, kebenaran baru justru terungkap. Pria yang selama ini menyelamatkan nyawanya dan yang sudah ia percayai, muncul dalam berkas operasi hitam sebagai Target Prioritas. Dia adalah salah satu Kepala geng Mafia paling kejam yang selama ini tidak terdeteksi.
Amara mulai ragu pada kenyataan, apakah pria ini memang dewa penyelamatnya atau semua ini hanyalah perangkap untuknya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radieen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jebakan Gudang

Siang ini terasa seperti terbakar. Panas matahari terasa menyesakkan. Di ruang kantor yang pengap, Amara dan timnya membicarakan kebuntuan kasus yang mereka hadapi.

“Semua ini sudah terlalu berakar,” ujar Alfian, mengibas wajahnya dengan map berisi berkas.

Raditya meletakkan segelas es teh manis di meja. “Bukannya memang tidak akan mudah?! Mereka kelas kakap. Aku yakin ada jaringan internal yang ikut campur.”

Amara, Haris, dan Alfian sontak menoleh. Pernyataan itu terlalu berani.

“Husst… kau jangan bicara sembarangan,” tegur Haris cepat. “Kau belum punya bukti.”

Alfian menyambar gelas teh itu, meneguknya, lalu menambahkan, “Lebih baik kita fokus mengikuti jejak yang mereka tinggalkan. Kalau ada pengkhianat, cepat atau lambat akan terlihat.”

Belum sempat Raditya membalas, suara telepon memecah ketegangan. Laporan masuk, ada aktivitas mencurigakan di sebuah gudang tua di kawasan industri.

Tak butuh waktu lama, Amara dan timnya, termasuk Raditya, tiba di sebuah gudang tua di kawasan industri yang sudah tidak terpakai. Laporan intelijen menyebutkan adanya pertemuan penting antara beberapa pengedar kecil yang mencoba merebut kekuasaan dan para pengedar itu berada di bawah naungan Bara. Cat gudang itu pudar, dinding batanya tampan kusam dan jendela-jendela pada gudang itu pecah tak beraturan, tampak mati.

“Raditya, kita masuk lewat pintu belakang. Sisanya tunggu aba-aba,” perintah Amara. Mereka bergerak perlahan, langkah sepatu mereka berdentum pelan di atas batako yang retak-retak.

“Lapor, pintu belakang terkunci. Tim Alfa, bagaimana di depan?”

Suara statis menjawab, “…tidak ada siapa-siapa, kosong.”

Amara mengernyit. “Ini aneh, terlalu sepi. Siaga penuh.”

Pintu didobrak. Ruangan dalam gelap, hanya cahaya tipis menembus dari celah atap. Debu menutupi lantai, tapi jejak ban mobil dan puntung rokok yang masih baru jadi tanda ada orang di sana belum lama ini.

“Laporan intelijen bilang ada pertemuan besar, tapi kok sepi?” gumam Raditya, matanya menyapu sekeliling.

Tiba-tiba, suara pintu gudang di depan dan belakang tertutup dengan bunyi keras. Terdengar sedikit ledakan kecil dari luar. Amara refleks menarik pistolnya.

"Keluar dari sini, cepat!" teriaknya.

Raditya dan tim menerobos jendela yang mulai berasap, anggota tim keluar satu per satu. Hanya tinggal Raditya dan Amara yang belum keluar. Saat Amara mencoba menerobos, tiba- tiba sebuah balok lapuk jatuh dan memerangkap kakinya. Raditya kalut, mencoba mengangkat balok itu.

”Apa kakimu terluka Amara?”

Amara menggeleng,”Sepertinya hanya terperangkap.”

Meski itu hanyalah balok lapuk, tapi balok itu masih seberat satu ton. Wajah Raditya memerah, urat pada lengan besar masih tidak mampu mengangkat atau menggeser balok itu. Jendela-jendela yang pecah kini mengeluarkan api yang membara.

“Sial, ini jebakan!” bentak Raditya.

Api mulai merayap di dinding, asap tebal memenuhi ruangan. Mereka mulai terbatuk.

Amara menoleh ke arah Raditya, “ Sebaiknya kau cari cara untuk keluar! Segera cari bantuan!”

"Tidak! Mana mungkin Aku meninggalkan kamu sendirian!" Raditya masih mencoba mengangkat balok itu.

"Tidak Raditya, kau harus keluar. Jika harus menolong ku, kita berdua tidak punya kesempatan. Aku akan berusaha mencari jalan setelah keluar dari jebakan ini. Lalu carilah bantuan segera.”

Raditya mengangguk, lalu berteriak kepada tim yang tersisa, "Keluar sekarang! Amankan diri!"

Mereka berhamburan, menerobos jendela yang apinya mulai membesar.

Setelah semua tim keluar, Amara masih tidak bisa menarik kakinya. Tapi dia tidak mudah menyerah. Dia memutar - mutar mencari celah dan memaksakan kakinya keluar.

”Krekkk...”

Kaki nya berhasil ditarik, tapi kulitnya koyak karena serpihan balok kayu. Lukanya dalam, darahnya mengucur deras. Ini jelas membuat nya tidak bisa meloncati api pada jendela.

Amara melihat sebuah tangga darurat yang mengarah ke atap. Ia menyeret kakinya cepat, menghindari kobaran api. Tangga itu terasa panas, namun ia terus naik. Dari luar, dia mendengar suara tembakan, teriakan, dan disusul dengan suara ledakan.

“Raditya!!” Amara mencoba berteriak, namun ia harus tetap fokus, ia tidak bisa mati di sini.

Amara berhasil mencapai atap, napasnya tersengal. Udara di atas lebih bersih, namun asap tebal masih menyelimuti gudang. Ia merayap di atas atap, mencoba mencari jalan turun. Tiba-tiba, sebuah suara berat yang familiar terdengar di belakangnya.

“Kau terlalu mudah ditipu ya.”

Amara terkejut, berbalik dengan sigap, pistolnya teracung. Pria bermata hazel itu berdiri di depannya, dengan jaket kulit hitam.

“Apa yang kau lakukan di sini? Kenapa kau tahu tentang jebakan ini?” tanya Amara, suaranya tajam.

Pria itu tidak menjawab, ia hanya berjalan mendekat. “Turunkan pistolmu. Kau tidak akan menembakku, kan? Untuk saat ini kita memiliki musuh yang sama. Aku rasa lebih baik kita mencari cara keluar dari jebakan ini.”

Amara menurunkan pistolnya perlahan. Pria itu menyentuh bahu Amara, membuatnya merinding. “Kau di sini untuk mencari petunjuk, tapi kau masuk ke sarang serigala. Kau harusnya lebih berhati-hati.” bisiknya mendekati telinga Amara.

Amara menepis tangannya. “Jangan sentuh aku.”

Tiba-tiba, suara tembakan terdengar dari bawah mereka. Pria itu dengan sigap menarik Amara ke balik cerobong asap besar.

"Mereka datang.” Bisiknya.

Jantung Amara berdebar kencang. Ia tidak tahu harus percaya pada pria ini atau tidak. Namun, ia juga tidak punya pilihan lain. Suara langkah kaki terdengar di atap, mendekat ke arah mereka. Pria itu menempelkan tubuhnya ke tubuh Amara, menariknya ke pelukannya. Ia menahan napas, mencoba menyembunyikan diri dari para pria bertubuh tegap dan bertato yang mengintai.

Pria itu membisikkan sesuatu di telinganya, “Jangan bergerak, jangan bersuara.” Suaranya serak, membuat Amara menelan ludahnya. Jarak mereka begitu dekat, Amara bisa merasakan detak jantungnya yang bergemuruh.

Para pria itu berjalan melewati mereka, tanpa menyadari keberadaan Amara dan pria bermata hazel. Saat suara langkah kaki mereka menjauh, pria itu melepaskan Amara. Amara tersadar, ia harus pergi dari sini. Ia harus mencari Raditya dan timnya.

“Aku harus pergi,” ucap Amara, wajahnya memerah.

Pria itu menahannya. “Tunggu. Dengarkan aku. Kau harus tahu, ada pengkhianat di dalam timmu. Jangan percaya siapapun, lebih baik kau berhati-hati.”

Amara menatapnya dengan terkejut. “Lalu kau siapa hingga aku harus percaya?”

Pria itu tersenyum miring. “Aku? Bisa jadi musuh, bisa jadi patner, tergantung keaadan. Untuk saat ini aku patner-mu. Mereka mengirimmu ke sini untuk mati, sama dengan ku. ”

Amara menatap matanya lekat-lekat. “Siapa kau sebenarnya?”

Pria itu mengeluarkan selembar kertas kecil dari sakunya. “Kau tidak perlu tahu siapa aku. Tapi kau harus tahu siapa yang harus kau cari. Datanglah ke alamat ini besok malam. Di sana, kau akan menemukan jawaban yang kau butuhkan.”

1
Piet Mayong
so sweet deh fai dan Amara...
Piet Mayong
semanggad Thor...
Piet Mayong
musuh yg sesungguhnya adalah komandannya sendiri, Alfian.
sungguh polisi masa gthu sih....
Piet Mayong
seru ceritanya..
semangat.....
Radieen: 🙏🙏 Makasih dukungan, sering sering komen ya.. biar aku semangat 🩷
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!