Menjadi istri kedua hanya untuk melahirkan seorang penerus tidak pernah ada dalam daftar hidup Sheana, tapi karena utang budi orang tuanya, ia terpaksa menerima kontrak pernikahan itu.
Hidup di balik layar, dengan kebebasan yang terbatas. Hingga sosok baru hadir dalam ruang sunyinya. Menciptakan skandal demi menuai kepuasan diri.
Bagaimana kehidupan Sheana berjalan setelah ini? Akankah ia bahagia dengan kubangan terlarang yang ia ciptakan? Atau justru semakin merana, karena seperti apa kata pepatah, sebaik apapun menyimpan bangkai, maka akan tercium juga.
"Tidak ada keraguan yang membuatku ingin terus jatuh padamu, sebab jiwa dan ragaku terpenjara di tempat ini. Jika bukan kamu, lantas siapa yang bisa mengisi sunyi dan senyapnya duniaku? Di sisimu, bersama hangat dan harumnya aroma tubuh, kita jatuh bersama dalam jurang yang tak tahu seberapa jauh kedalamannya." —Sheana Ludwiq
Jangan lupa follow akun ngothor yak ...
Ig @nitamelia05
FB @Nita Amelia
Tiktok @Ratu Anu👑
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ntaamelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Hasil Tes
Setelah mendapat jadwal dari dokter Alana, Sheana kembali ke rumah sakit untuk menjalani proses inseminasi buatan. Felicia selalu turut serta, karena dia akan memastikan tidak ada kedekatan secara spesifik antara suami dan madunya.
'Tenanglah, Shean.' Wanita itu membatin sambil merasakan tangannya yang berkeringat dingin.
Di sebuah ruangan Sheana diperintahkan untuk berbaring. Dia berusaha untuk rileks, supaya prosedur ini berjalan dengan lancar.
"Jangan tegang ya, Nyonya," kata sang dokter, dan Sheana langsung menganggukkan kepala, meski jantungnya terus berdebar-debar.
Selanjutnya dokter melaksanakan prosedur dengan menggunakan spekulum untuk memperjelas visualisasi vaagina hingga ke leher raahim dan memasukkan kateter yang berisi spermaa dengan hati-hati untuk disemprotkan di dekat saluran tubaa faloopi.
Setelah semua itu selesai Sheana diminta untuk berbaring selama beberapa menit untuk memastikan spermaa tetap berada di dalam raahim.
Sementara Felicia dan Ruben menunggu dengan sedikit cemas. Hingga saat dokter Alana telah mempersilahkan mereka masuk, keduanya langsung bergerak tidak sabaran.
"Bagaimana, Dok?" tanya Ruben lebih dulu angkat bicara.
"Semuanya berjalan lancar, sekarang kita hanya perlu menunggu sampai dua minggu ke depan untuk tes kehamilan. Nyonya Sheana, tolong jaga pola makan dan kelola stresnya sebaik mungkin ya. Karena semua itu akan berpengaruh pada keberhasilan prosedur ini," ujar dokter Alana yang langsung ditanggapi sebuah anggukan dari Sheana.
"Iya, Dok, sebisa mungkin saya akan melakukan semuanya. Saya tidak boleh tertekan apalagi terlalu banyak berpikir kan?"
"Tentu saja, Nyonya harus happy," balas dokter Alana sambil tersenyum. Sementara Sheana langsung menatap ke arah Ruben, seakan memberi isyarat pada pria itu, bahwa Ruben tidak boleh memberikan ancaman dan bertindak kasar seperti kemarin.
'Cih, kenapa dia menatapku seperti itu?' batin Ruben yang merasa diperhatikan oleh Sheana.
"Kalau begitu kami sudah boleh pulang kan?" tanya Felicia, dia sudah lega karena melihat Sheana ternyata baik-baik saja. Dan semoga prosedur ini langsung berhasil, hingga Sheana tak perlu berlama-lama menjadi istri dari suaminya.
"Iya, Nyonya," jawab dokter Alana. Felicia langsung mengajak Ruben untuk keluar dari ruangan, sementara Sheana berusaha bangun hanya dengan dibantu oleh suster.
Melihat itu, dokter Alana pun berseru sebelum Ruben benar-benar melangkahi pintu. "Tuan!"
Ruben pun langsung menghentikan langkah dan memutar kepalanya menghadap wanita berjas putih itu. "Ada apa, Dok?" Tanyanya dengan satu alis terangkat.
"Perlakukan Nyonya Shean dengan baik jika Anda ingin bayi itu tumbuh di rahimnya," ujar dokter Alana, memahami situasi yang tengah terjadi. Ya, sebagai istri kedua, dia melihat Sheana lebih banyak mengalah.
Ruben merasa tersindir, untuk itu dia hanya mengangguk dan melanjutkan langkahnya. Sedangkan Sheana hanya menghela napas kecil, dia tahu Ruben tidak akan pernah bersikap demikian, karena cinta pria itu hanya untuk Felicia.
*
*
*
Untuk yang kesekian kalinya, Luan mendatangi jendela kamar Sheana. Namun, kali ini Sheana yang memberi kode supaya pemuda itu mendekat. Lambaian tangan Sheana tak sia-sia, karena saat ini Luan sudah ada di hadapannya.
"Nyonya butuh sesuatu?" tanya Luan setelah jendela terbuka dan tak ada benda yang menghalangi mereka untuk saling menatap.
"Aku ingin komik lagi," jawab Sheana yang sudah mulai kecanduan dengan buku bacaan milik Luan. Dan kali ini wanita itu memberikan sesuatu pada Luan. "Ambillah, ini uang untukmu. Beli komik sebanyak mungkin, nanti kita bisa bergantian untuk membacanya."
"Tapi, Nyonya—"
"Sttt ... Jangan membantah, ini perintah dari majikanmu," tukas Sheana seraya terkekeh hingga gigi kecilnya yang rapih terlihat. Sumpah demi apapun, Luan baru pernah melihat senyum semanis itu.
"Baiklah, nanti sore saya akan pergi untuk membelinya," pungkas Luan, bukannya keberatan ia justru semakin senang, karena dari hari ke hari kedekatan mereka semakin bertambah.
Namun, tanpa disadari interaksi itu disaksikan oleh Batari. Tentu saja Batari terkejut, karena Luan sudah terlalu berani mengambil langkah. Akhirnya setelah kedua orang itu selesai mengobrol, Batari memanggil Luan untuk masuk ke ruangannya.
"Apa maksudmu bersikap demikian?" tanya Batari langsung to the point. Dia membelakangi Luan.
"Maksud yang mana, Bi?" Luan berpura-pura bodoh, dan membuat Batari membalik tubuhnya. Menatap sang keponakan dengan lekat.
"Lu, kamu datang hanya untuk memastikan ibumu masih hidup dan membalas keluarga Tares 'kan? Kenapa kamu malah mendekati Nyonya Sheana? Andai Tuan Ruben melihat kelakuanmu, kamu pasti sudah terkena masalah!" jelas Batari dengan menggebu.
Mendengar itu, Luan tak bereaksi secara berlebihan. Karena dia juga sudah punya taktik sendiri untuk masuk lebih dalam ke keluarga Tares.
"Jika aku ingin membalas dendam, maka harus ada yang dikorbankan, Bi. Aku telah menyusun semuanya di dalam otakku, dan salah satunya adalah mendekati Nyonya Sheana. Dia akan menjadi kelemahan Ruben," balas Luan mencoba memberi pemahaman terhadap bibinya. "Bibi tenang saja. Aku selalu melakukannya dengan hati-hati. Lagi pula Ruben tidak selalu datang, aku yakin semuanya akan berjalan sesuai rencana."
Batari tak mampu untuk menghentikan apa yang sudah berkobar di dada Luan. Sedari dulu dia hanya mampu mendukung dan memberi jalan.
"Tapi kamu harus tetap waspada. Dari beberapa cerita yang aku dengar, Tuan Ruben itu mengerikan," balas Batari dan langsung ditanggapi sebuah anggukan. Karena mau semengerikan apapun, Luan akan hadapi orang-orang yang telah melenyapkan ibunya. Ya, sampai saat ini dia tidak tahu bagaimana kabar wanita itu, sang nenek hanya bilang jika ibunya telah meninggal, tapi dia tidak percaya. Yang dia yakini, ibunya akan pulang sesuai janjinya.
*
*
*
Dua minggu kemudian.
Tiba waktunya Sheana untuk melakukan tes kehamilan. Pagi itu Batari telah menyiapkan alat tes kehamilan dengan berbagai merk untuk Sheana coba, perintah dari Felicia langsung yang ikut memantau perkembangan Sheana.
"Saya sudah siapkan tespeknya di kamar mandi, Nyonya," ucap Batari pada Sheana yang baru saja dia bangunkan.
"Iya, Bi, aku akan langsung mencobanya, doakan ya," jawab Sheana, karena dokter bilang waktu paling akurat untuk mengeceknya adalah pagi hari.
Sheana mengambil sekaligus lima alat dan dia coba secara bersamaan. Setelah itu Sheana menunggu dengan harap-harap cemas, hingga jantungnya pun dag-dig-dug tak menentu.
Tak butuh waktu lama garis merah mulai terlihat. Sheana langsung mengangkat benda-benda itu, namun ternyata dia harus menghela napas kecewa. Sebab hasilnya tak sesuai dengan harapan.
"Negatif, artinya aku perlu melakukannya lagi," gumam Sheana tersenyum getir. Sebab dia akan semakin lama terkurung di tempat ini.
Dan kabar itu membuat Felicia marah. Setelah Ruben pergi ke perusahaan, dia langsung memutuskan untuk menemui Sheana. Bahkan meminta supir untuk menggunakan kecepatan tinggi.
Setibanya di rumah itu, Felicia langsung mencari keberadaan madunya yang ternyata sedang bersantai di sofa sambil memakan buah. Hal tersebut membuat Felicia semakin bertambah muak.
Felicia bangkit dari kursi rodanya dan menghampiri Sheana.
"Kamu sengaja?" cetus Felicia sambil melipat kedua tangan di depan dada.
jadi ketagihan sma yg baru kan .... wah ternyata