Kehidupan seorang gadis cantik bernama Calista Angela berubah setelah kepergian Ibunya dia tahun yang lalu karena sebuah kecelakaan.
Ayahnya menikah dengan Ibu dari sahabatnya, dan semenjak itu, Calista selalu hidup menderita dan sang Ayah tidak lagi menyayanginya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Encha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Pelukan Leon
Leon baru saja keluar dari kediaman Keluarga Bagas setelah makan malam dan pembahasan yang sangat tidak penting dan juga melihat Talita juga Silvia membuatnya sangat muak.
"Jadi?"
"Hanya dalam hitungan detik Tuan."
Leon terdiam.
"Satu,,"
"Dua,,"
"Tiga,,"
Leon menatap spion dan tersenyum. Dia sudah yakin ada kekacauan didalam rumah mereka.
Bagas membanting ponselnya saat menerima kabar jika sahamnya menurun bahkan sampai 50%.
"Mas, Ada apa sih." Ucap Silvia yang baru saja masuk kamar.
"Perusahaan, saham anjlok bahkan sampai 50%."
"Apa? Kenapa bisa?"
Bagas tidak menjawab, dia segera menghubungi asistennya dan benar saja berita itu. Berita yang mulai tersebar.
"Tidak, perusahaan itu aku bangun mulai dari 0."
Silvia membaca berita, banyak yang berkomentar bahkan beritanya langsung menjadi berita utama hari ini.
Bagas segera bergegas, dia harus ke Perusahaan sekarang melakukan meeting dadakan bersama beberapa Staff.
**********
Keesokan Harinya,,
Calista terbangun, kepalanya pusing karena dia tidak makan dari kemarin.
Aduh,, pusing banget kepala gue.
Calista kembali duduk dan memijat pelipisnya.
"Bangun Lo." Ucap Talita berdiri didepan pintu kamar.
"Ketuk pintu kalau masuk kamar, gak punya sopan santun Lo.!" Kesal Calista membuat Talita menggeleng dan berjalan masuk.
"Gue laper, cepet bikinin gue sarapan."
"Lo laper ya buat sendiri, ngapain nyuruh gue."
"Karena Lo pantas di suruh."
Calista beranjak bangun, dia berusaha nahan rasa pusingnya dan menatap tajam Talita.
"Gue bukan pembantu dirumah ini, Jadi gue gak mau."
"Oh jadi Lo mau dihukum Papa lagi."
"Terserah Lo, sekarang keluar dari kamar gue. KELUAR.!"
Talita memejamkan matanya, dia langsung keluar meninggalkan Calista.
Calista berjalan masuk kamar mandi, dia harus bersiap untuk kuliah.
Talita terus menggerutu kesal karena Calista membentaknya.
"Hei,, kamu kenapa sayang?" Ucap Silvia mengusap wajah putrinya.
"Aku kesal Ma, Calista bentak aku tadi."
"Apa kamu bilang, bentak kamu. Kurang ajar."
"Iya Ma, padahal aku cuma minta dia buat bikin sarapan tapi dia malah usir dan bentak aku."
"Harus kita kasih pelajaran." Ucap Silvia namun langkahnya berhenti saat mendengar suara mobil.
Bagas masuk dengan wajah kusutnya, Talita yang melihatnya segera berlari dan mengadu.
"Papa,, Aku di bentak Kak Caca padahal aku gak ngapa-ngapain." Adunya.
"Aku cuma bangun dia aja tapi dia malah marah-marah dan bentak aku Pa "
"Talita, papa lagi capek."
"Aku gak mau tau, Pokoknya Papa harus bilang sama Kak Caca. Aku sakit hati Pa."
"Talita.! Papa Cape." Ulang Bagas dengan nada sedikit tinggi membuat Talita kaget.
Silvia mendekat dan mengusap bahu putrinya, Bagas langsung pergi masuk kamarnya. Pikirannya kacau semalam dia tidak tidur untuk memikirkan soal Perusahaan.
"Ma, Papa juga bentak aku."
"Sst,, udah ya, Papa Mungkin lagi capek sayang. Sekarang kita sarapan saja ayo."
Silvia mengajak Talita makan, dia akan bicara soal ini dengan suaminya. Enak saja Bagas membentak Talita putrinya.
Calista sudah bersiap, dia berjalan keluar dan menuruni tangga. Langkahnya berhenti saat melihat istri baru juga saudara tirinya sedang asik sarapan membuatnya sangat muak. Dia kembali berjalan turun.
"Saya kira kamu sudah mati nyusul ibu kamu karena kelaparan." Sindir Silvia.
"Aku gak akan mati duluan, sebelum melihat kalian menjadi gelandangan seperti dulu." Calista tersenyum menatap wajah mereka yang terlihat kesal.
"Apa maksud Lo." Talita mendekat.
"Loh bukannya dulu kalian gelandang? dan karena Papa gue kalian bisa seperti sekarang makan enak, tidur di kasur empuk dan tinggal di rumah mewah."
"Jaga mulut kamu Calista."
"Kenapa Tante? Sadar sama ucapan gue?"
"Lihat saja siapa yang bakal jadi gelandangan, saya atau kamu."
"Oke, kita lihat saja."
"Ada apa ini." Ucap Bagas berjalan turun dan menghampiri mereka.
"Kenapa sih Ca, kenapa kamu bisa membenci saya. Padahal selama ini saya berusaha menjadi ibu yang baik untuk kamu."
Calista memutar bola matanya malas.
"Udahlah gak usah drama, tadi aja belagu sekarang sok nangis."
"Diam Calista.!"
Calista memejamkan matanya, suara Bagas begitu menggelegar di dalam ruangan.
"Papa kecewa sama kamu."
"Pa-
"Papa pusing dengan tingkah kamu, Papa bingung harus bagaimana ngurus kamu lagi. Papa capek."
"Jadi Papa capek sama aku."
"Ya.!"
Tes..
Air mata menetes diwajah Calista mendengar ucapan dari orang yang dia sayang. Dari satu-satunya orang tua yang dia miliki sekarang.
"Papa Jahat." Ucap Calista berlari keluar.
Bagas memijat pelipisnya dan kembali keruang kerja. Sementara Silvia juga Talita tersenyum penuh kemenangan.
"See, siapa yang kalah sekarang Ma." Ucap Talita tersenyum.
Ya Tuhan Non Caca,, Ucap Bik Iyem langsung berjalan keluar mengejar Putri majikannya.
"Pa, kemana Non Caca pergi." Ucap Bik Iyem kepada penjaga.
"Naik ojek Bi, tapi Non Caca nangis dan tadi saya dengar suara ribut-ribut didalam rumah."
"Astaga Non Caca.."
Calista terus menangis. Hatinya sakit sangat sakit mendengar ucapan Ayahnya. Laki-laki yang begitu dia sayang, orang yang dia miliki saat ini.
Kenapa ini terjadi sama gue, harusnya gue ikut Mama saat kecelakaan itu..
Calista terus menangis di taman sendirian. Sekarang dia tidak punya siapa-siapa. Dia tidak mau kembali ke rumah itu lagi.
"Calista."
Leon berdiri menatap gadis kecilnya yang menangis, sendiri di taman tanpa ada yang menemaninya.
"Leon.." Ucap Calista langsung memeluknya begitu erat.
Leon kaget, namun dia membalas pelukannya mengusap rambutnya. Dia berusaha untuk menenangkan gadisnya walaupun sebenarnya dia sudah begitu menahan marah saat tau apa yang terjadi.
"Kamu tenang ada aku disini."
Calista melepaskan pelukannya dan mengusap air matanya. "Maaf." Lirihnya sadar dia memeluk Leon padahal mereka baru kenal.
"Apa yang terjadi, kenapa kamu menangis dan di sini."
"A- aku gapapa Kok. Maaf aku harus ke kampus."
"Tunggu Calista."
Calista terdiam, membuat Leon berdiri tepat didepan Calista yang menunduk.
"Jika menangis itu bikin kamu tenang menangislah."
Calista tidak bisa lagi membendung kesedihannya. Dia kembali menangis, menangis didepan Leon, laki-laki yang baru kemarin dia kenal.
Leon menghela napasnya, dia menarik tubuh ringkih Calista dan memeluknya. Tidak ada tolakan, Calista bahkan memeluknya erat sangat erat, tubuhnya bergetar menandakan dia begitu sedih dan juga hancur.
Leon langsung membalikkan mobilnya saat mendengar gadisnya di usir oleh orangtuanya. Dia tidak ingin gadisnya sedih sendiri. Dan benar saja, dia menemukan Calista berada di taman dan menangis. Tangisan yang begitu pilu dan menyayat siapa saja yang melihatnya.
"Astaga Calista." Ucap Leon saat tubuh gadisnya merosot.
Leon segera membopong tubuh Calista dan membawanya ke dalam mobil. Wajah Calista sangat pucat.
Don't make me worry, Honey.. Ucap Leon melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
karya ka encha emang best bgd