NovelToon NovelToon
Kultivator Koplak

Kultivator Koplak

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Sistem / Tokyo Revengers / One Piece / BLEACH / Jujutsu Kaisen
Popularitas:8k
Nilai: 5
Nama Author: yellow street elite

seorang pemuda yang di paksa masuk ke dalam dunia lain. Di paksa untuk bertahan hidup berkultivasi dengan cara yang aneh.
cerita ini akan di isi dengan kekonyolan dan hal-hal yang tidak masuk akal.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yellow street elite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12

Tingkat Keempat: Menentang Angin

Pelatihan kali ini membawa Rynz ke lereng curam di sisi timur lembah, tempat angin turun dari puncak gunung dengan tekanan paling kuat.

Di sana, Lu Ban berdiri di atas batu besar dan menunjuk ke satu titik di atas tanjakan yang gundul, penuh kerikil longgar dan batu tajam.

"Naiklah ke puncak itu. Tapi jangan hanya mendaki."

"Lawan anginnya. Jangan membiarkan tubuhmu didorong, digeser, atau menyesuaikan arah."

"Jika kau sampai atas tanpa satu langkah pun tergelincir, kau lulus tingkat keempat."

Rynz menatap jalur mendaki yang sempit itu, lalu menoleh pada Lu Ban.

"Kalau anginnya terlalu kuat?"

"Maka tubuhmu harus lebih kuat."

Jawaban Lu Ban singkat. Tegas.

Rynz pun mulai menaiki lereng.

Angin langsung menghantam dari depan, seperti dinding tak terlihat.

Tubuhnya terhuyung. Debu dan kerikil menghantam wajah dan matanya. Angin dari atas menekan seolah ingin menjatuhkannya kembali ke bawah.

Namun langkahnya tetap maju.

Setiap gesekan pada kulit, setiap dorongan angin, ia lawan dengan kekuatan otot dan tekad.

Ia tidak mencoba menyesuaikan langkah. Ia tidak membiarkan tubuhnya mengikuti irama alam.

Ia melawannya.

Setiap kali kakinya terpeleset, ia menancapkan ujung jari ke tanah.

Setiap kali angin mencoba memutar tubuhnya, ia menahan napas dan menancapkan tumit lebih dalam.

Hingga akhirnya, saat darah menetes dari lututnya, dan napasnya berat seperti ditindih batu, ia sampai ke puncak.

Berdiri tegak.

Angin masih berhembus kencang…

Namun tubuhnya tetap.

Lu Ban mengangguk pelan di kejauhan.

"Kau mulai menciptakan anginmu sendiri."

---

Tingkat Kelima: Menjadi Bagian dari Angin

Hari itu, Rynz dibawa ke puncak tertinggi Lembah Angin—tempat udara begitu tipis dan hampir tidak ada pohon yang tumbuh.

Hanya bebatuan putih dan suara desir langit yang sepi.

Di tempat itu, Lu Ban duduk bersila dan menunjuk tanah di seberangnya.

"Duduk. Tutup mata.

Lupakan tubuhmu. Lupakan rasa sakitmu.

Dan dengarkan angin."

"Jangan melawannya. Jangan menahan. Jangan mengarahkannya."

"Biarkan ia lewat… biarkan ia masuk… biarkan ia membentukmu dari dalam."

Rynz memejamkan mata.

Angin datang perlahan.

Pertama sebagai hembusan, lalu gelombang.

Satu persatu, seluruh panca inderanya seolah diambil.

Ia tidak lagi merasakan tanah di bawah tubuhnya…

Tidak mendengar suara napasnya sendiri…

Tidak tahu lagi arah utara atau selatan…

Yang ada hanyalah…

aliran yang mengalir tanpa bentuk.

Dan di dalamnya—

ia sendiri larut.

Selama waktu yang tak ia tahu, tubuhnya tidak bergerak.

Namun saat akhirnya ia membuka mata…

Rambutnya perlahan melayang ke atas, mengikuti arah angin tanpa perintah.

Tubuhnya tidak terangkat, namun seolah kehilangan bobot.

Dan di sekelilingnya, partikel-partikel halus beterbangan melingkar—mengikuti poros tubuhnya.

Lu Ban membuka mata, tersenyum tipis.

"Kau sudah merasakannya."

"Sekarang, kau siap… untuk memanggil kekuatan yang kau simpan di tangan kirimu."

Saat Rynz membuka matanya sepenuhnya, dunia di sekelilingnya tampak berbeda.

Langit yang kelabu tampak lebih jernih, daun-daun di kejauhan seperti bergerak dalam lambat, dan setiap butir debu di udara terasa memiliki arah dan tujuan.

Ia menarik napas dalam-dalam, dan pada saat itu juga, tubuhnya seakan selaras dengan angin—bukan hanya yang berhembus di luar, tapi juga yang berputar di dalam nadinya.

Dan di antara pusaran itu…

terselip nyala api.

Bukan api merah, bukan biru, bukan emas.

Api hitam pekat, seperti asap neraka yang menyatu dengan udara, tak terbakar namun justru membentuk pusaran kekuatan yang menghisap sekelilingnya.

Tiba-tiba tubuh Rynz dikelilingi aura berlapis-lapis.

Angin mulai berputar di sekitarnya, namun tidak lagi terasa tajam atau liar.

Mereka tunduk.

Mereka mengikuti.

Lalu…

dari tangan kirinya yang kini telah membuka ikatan perban,

api hitam itu perlahan muncul kembali—tidak lagi mengamuk, namun membentuk pusaran tipis di sepanjang lengannya.

Api itu tidak berkobar liar, tapi menyatu seperti kabut gelap yang berputar.

Dan ketika menyatu dengan angin di sekitarnya—warnanya berubah.

Dari transparan… menjadi hitam.

"Angin… hitam?"

Li Jiu yang mengamati dari kejauhan menegang.

Lu Ban melangkah perlahan ke arah Rynz, jubahnya berkibar halus, matanya tak berkedip.

"Itu bukan teknikku."

"Bukan teknik siapa pun di lembah ini."

"Itu milikmu sendiri, Rynz.

Hasil dari neraka yang kau bawa… dan ketenangan yang kau pelajari."

"Angin Hitam…

– roh kehendak yang tak bisa dibentuk oleh siapa pun kecuali mereka yang pernah ditolak oleh dunia ini."

Rynz memandang tangannya. Api hitam itu melingkari telapak dan jari-jarinya, namun tak menyakitkan.

Ia mengangkat tangan itu ke depan.

Dalam sekejap, angin di depannya seperti retak, terbelah oleh pusaran kecil yang berputar di tengah.

Batu di bawahnya retak, dan debu beterbangan seperti tersedot ke dalam spiral hitam pekat.

Tiga bulan berlalu sejak hari Rynz menyatu dengan Angin Hitam miliknya.

Waktu terus berjalan, namun Lembah Angin tetap sunyi seperti biasa—jauh dari hiruk pikuk dunia luar, tersembunyi di balik kabut dan jurang.

Selama waktu itu, Lu Ban mulai melatih kelima muridnya secara pribadi, menyesuaikan dengan akar spiritual mereka masing-masing.

Fei Rong, dengan akar spiritual berbentuk sarung tangan emas, ditempa dengan latihan fisik keras: meninju batu, mengangkat balok, dan bertarung dengan Li Jiu hampir setiap pagi hingga tulangnya retak-retak.

Chen Mo, pemilik pedang ganda, dilatih dalam seni pertarungan dua arah, dengan fokus pada kecepatan, teknik kaki, dan presisi.

Zhou Lan yang membawa tombak, dilarang menggunakan senjatanya selama sebulan penuh, hanya boleh mengandalkan insting dan gerakan tubuh kosong.

Miya, sang pemanah, dilatih untuk menembak tanpa melihat target—memanfaatkan aliran angin dan suara untuk membidik dengan "mata dalam".

Sementara itu… Rynz berbeda.

Meski ia sudah memiliki kekuatan yang menakutkan dalam wujud Angin Hitam,

Lu Ban tidak melatihnya dalam teknik pertarungan.

Tidak mengajarkan jurus.

Tidak mengasah gerakan tubuh.

Tidak mengenalkan siasat tempur.

Sebaliknya…

Ia memaksa Rynz untuk kembali ke awal.

Di balik lembah kecil, di dekat sungai gunung yang jernih, dibangunlah sebuah bengkel sederhana.

Dindingnya dari batu kasar, atapnya dari kayu tua dan jerami.

Di dalamnya ada sebuah tungku besar, sebuah palu besi tua yang berat, dan tumpukan besi mentah dalam peti-peti.

Di situlah Rynz ditempatkan.

Setiap hari, pagi hingga malam.

Lu Ban berkata singkat waktu itu:

"Kau pandai besi, Rynz. Itu takdir awalmu.

Dan tak ada kekuatan, seberapapun besar, yang bisa membentuk dunia… jika kau tidak belajar membentuk sesuatu dengan tanganmu sendiri."

---

Rynz menatap api yang menyala di tungku.

Bukan api hitam miliknya—hanya api biasa, panas, kasar, dan lambat.

Keringat mengucur dari pelipisnya. Tangannya melepuh karena memegang logam terlalu lama.

Tulang punggungnya sakit karena berdiri sepanjang hari.

Namun ia tidak menolak.

Ia mulai memahami.

Memahami panas yang tak memusnahkan.

Memahami pukulan yang tidak menghancurkan… tapi membentuk.

Memahami bahwa tak semua kekuatan adalah tentang menyerang.

Setiap kali ia mengayunkan palu…

tangannya mulai terasa lebih mantap.

Setiap tetes keringat yang jatuh ke tanah…

membuat batinnya sedikit lebih tenang.

Dan di tengah suara denting logam… api hitam dalam dirinya berdiam diri. Menunggu.

Seolah tahu, bahwa Rynz belum waktunya memanggilnya kembali.

---

Malam hari, ketika Rynz duduk di luar bengkel, menatap bulan di balik kabut lembah…

ia bergumam pelan.

"Menempa pedang dan menempa diri… mungkin sebenarnya hal yang sama."

Denting palu yang menghantam besi menjadi suara yang paling akrab di telinga Rynz setiap hari.

Mulai dari senjata sederhana seperti pedang baja, kapak, hingga peralatan tani seperti cangkul dan sabit—semua dikerjakannya sendiri.

Ia tak hanya menempa untuk latihan.

Setiap minggu, ia turun ke desa kecil di lereng bawah Lembah Angin, membantu para penduduk memperbaiki peralatan mereka.

Bukan karena belas kasihan, tapi karena Lu Ban menyuruhnya:

“Jika kau tidak bisa menempa untuk orang lemah, kau tak akan pernah menempa untuk dunia.”

Awalnya, Rynz menganggap itu hanya bentuk lain dari hukuman.

Namun semakin lama, semakin ia menyadari… tubuhnya mulai berubah.

Setiap kali logam dibentuk dari mentah menjadi bentuk yang sempurna, ia merasakan energi tipis meresap ke dalam nadinya.

Sangat lembut, sangat lambat… tapi nyata.

Dan ketika ia duduk bersila di malam hari, tubuhnya terasa lebih padat.

Lebih mantap.

---

Suatu sore, setelah menyelesaikan sepasang belati untuk salah satu pemburu desa,

notifikasi sistem dalam dirinya tiba-tiba muncul.

> [Profesi: Blacksmith – Level 10]

Efek pasif terbuka: Penyatuan Energi Tempa.

Metode kultivasi disesuaikan:

Meningkatkan kekuatan spiritual melalui proses penciptaan senjata.

Mata Rynz terbelalak.

Peluh menetes dari dagunya, namun ia tidak bergerak.

"Jadi… selama ini…"

"…aku bisa naik level bukan dengan meditasi atau menelan pil… tapi dengan… bekerja?"

Ia menoleh ke palu tuanya. Tangan kirinya—yang selama ini ia pikir hanya memegang api—sekarang mulai terasa berbeda.

Ia menggenggam palu itu erat.

Dan untuk pertama kalinya, ia tersenyum kecil.

1
yayat
tambah kuat lg
yayat
mulai pembantaian ni kayanya
yayat
ok ni latihn dari nol belajar mengenl kekuatan diri dulu lanjut thor
yayat
sejauh ini alurnya ok tp mc nya lambat pertumbuhnnya tp ok lah
‌🇳‌‌🇴‌‌🇻‌‌
sebelum kalian baca novel ini , biar gw kasih tau , ngk ada yang spesial dari cerita ini , tidak ada over power , intinya novel ini cuman gitu gitu aja plus MC bodoh dan naif bukan koplak atau lucu. kek QI MC minus 500 maka dari itu jangan berharap pada novel ini .
Aryanti endah
Luar biasa
Aisyah Suyuti
menarik
Chaidir Palmer1608
ngapa nga dibunuh musih2nya tanggung amat, dah punya api hitam sakti kok masih takut aja nga pantes jadi mc jagoan dah jadi tukang tempa aja nga usah ikut tempur bikin malu
Penyair Kegelapan: kwkwkw,bang kalo jadi MC Over Power dia gak koplak.
total 1 replies
Chaidir Palmer1608
jangan menyalahkan orang lain diri lo sendiri yg main main nga punya pikiran serius anjing
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!