Mengangkat derajat seseorang, dan menjadikanya suami, tidak menjamin Bunga akan di hargai.
Rangga, suami dari Bunga, merupakan anak dari sopir, yang bekerja di rumah orang tua angkatnya.
Dan kini, setelah hubungan rumah tangga mereka memasuki tujuh tahun, Rangga memutuskan untuk menceraikan Bunga, dengan alasan rindu akan tangisan seorang anak.
Tak hanya itu, tepat satu bulan, perceraian itu terjadi. Bunga mulai di teror dengan fitnat-fitnah kejam di balik alasan kenapa dia di ceraikan ...
Bagi kalian yang penasaran, yuk, ikuti kisah Bunga dan Rangga ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai Membaik
Jengah dengan perdebatan di anatara kerabatnya, Bunga pun memilih pergi ke kamar Bambang.
Selain untuk melihat keadaan ayahnya, Bunga juga berencana untuk minta izin dari lelaki sepuh itu.
"Ini untuk ayah, aku harap uang ini bisa ayah pergunakan untuk kesehatan ayah. Dan ini untuk kakak berdua," Bunga juga menyerahkan amplop untuk kedua kakaknya yang berada di kamar Bambang. "Jumlahnya sama, gak lehih dan gak kurang," sambung Bunga, begitu melihat Yuyun yang sedang membandingkan kedua amplop tersebut.
Yuyun cengengesan, "Makasih Bunga," ujarnya berbinar.
"Makasih, karena masih peduli sama kami. Jujur, kami sempat cemburu, kala tahu jika kamu hidup di kalangan keluarga kaya. Tapi, perkataan istri Deni membuat kamu sadar, karena setiap dari kita punya cobaan masing-masing. Karena tak menutup kemungkinan, bahwa kamu juga sedan ataupun sudah melewati begitu banyak rintangan," tutur Julia, memberanikan diri mengambil tangan Bunga, untuk di bawa ke atas pahanya.
"Iya, kata istri bang Deni, mungkin jika keluarga pak Andrian mengambil kami, tak menutup kemungkinan, jika kami sanggup bertahan seperti kamu sekarang," tambah Yuyun ikut menimpali.
Sebelum pulang, Bunga juga menyisihkan uang untuk kerabatnya yang lain.
Walaupun tak banyak, setidaknya dia menghargai kedatangan kerabat-kerabatnya.
Uwak maju paling depan, dia minta alamat rumah Bunga, dengan alasan ingin berkunjung agar tali silahturahmi semakin erat.
"Maaf uwak, untuk alamat, aku gak bisa memberikannya. Jangankan uwak, bahkan keluargaku yang lain saja, tidak diberi tahu. Karena itu semua, akan mengganggu privasi. Lagipula, papa dan mama juga melarangnya," jelas Bunga dengan nada lembut.
Tanpa menunggu jawaban dari uwaknya, Bunga langsung keluar dengan diantarkan oleh Deni dan kedua saudaranya yang lain.
"Kabarkan aku tentang perkembangan ayah, mungkin kedepannya, aku bisa sedikit meringankan biayanya. Tapi, maaf jika aku gak bisa berkunjung sesering mungkin," ujar Bunga pada Deni.
...****************...
Akhirnya, Rangga dan Bunga kembali tiba di kota yang mereka tempati. Tepatnya, di rumah mereka sendiri.
"Habis berapa," tanya Rangga, begitu Bunga keluar dari kamar mandi.
"Maksudnya?" Bunga mengernyit.
"Tadi, aku sempat menyusulmu kesana. Dan aku lihat, kamu membagi-bagi uang untuk seluruh orang di rumah itu. Dan yang paling mengejutkan, semua yang ada disana, baru pertama kalinya aku lihat mereka," tutur Rangga.
"Mereka kerabat-kerabat ku juga mas, udah datang. Gak mungkin kan, gak di beri apapun," sahut Bunga, seraya mengoleskan skincare di wajah mulusnya.
Rangga memutar mata malas. Jengah dengan sikap dan sifat istrinya.
"Udah pulang bang?"
Chat dari Marissa masuk, dan itu cukup untuk Rangga mengalihkan kekesalannya pada Bunga.
"Mau kemana mas?" tegur Bunga, kala melihat Rangga beranjak dari kasur.
"Rokok, mau ikut?" Rangga bertanya balik.
"Udah lah, mas. Hentikan kebiasaan burukmu itu," larang Bunga, menatap Rangga dengan tatapan memohon.
Alih-alih menjawab. Rangga malah menutupi pintu kamar dengan keras.
Dan itu, cukup membuat Bunga mengelus dada.
...****************...
Deti demi detik terlewati, hari demi hari pun terus berjalan.
Hingga akhirnya, hari ini merupakan hari Anniversary ke empat mereka.
Dan untuk meredamkan setiap emosi yang terjadi belakangan ini, Bunga membelikan sebuah mobil sport sebagai hadiah untuk suami tercintanya.
Dan Bunga sadar, selain karena sibuk dengan pekerjaan, perubahan sikap suaminya pasti karena menginginkan anak diantara mereka.
Dan Bunga cukup berterimakasih pada Rangga. Walaupun tahu, jika ia tidak bisa hamil, Rangga masih juga mempertahankannya.
Dan yang di tunggu-tunggu akhirnya datang, saat Rangga membuka pintu kamar, hal pertama yang di lihatnya ialah sebuah kue tar dan juga cahaya remang dari sinar lilin di lantai.
Di ujung sana, Bunga berdiri menantang, dengan dress hitam, yang menunjukkan belahan dada rendah, serta paha mulusnya terekspos sempurna.
Rangga menelan ludah kasar. Sejak menikah, ini baru pertama kalinya dia melihat Bunga tampil dengan seberani itu. Dan itu, membuat sesuatu dibawahnya berkedut.
"Bu-bunga ..." ujar Rangga dengan susah payah.
Karena mendapatkan panggilan, Bunga mendekati Rangga. Bunyi marmer yang beradu dengan heels yang di kenakan Bunga, semakin membuat debaran di dada Rangga ketar-ketir.
"Ke-kanapa kamu berpenampilan begini?"
"Kenapa? Tidak suka?" tanya Bunga, dengan suara yang terdengar berat. "Happy anniversary," lanjutnya.
Tubuh Rangga menengang. Dia melewatkan sesuatu. Selain lupa ini ulang tahun pernikahan, dia juga lupa menyiapkan Bunga hadiah.
"Kamu gak lupa kan?" tanya Bunga.
"G-gak, aku bahkan telah menyiapkan hadiah yang gak kamu duga-duga sebelumnya," bohong Rangga.
"Berikan padaku," Bunga menadahkan tangannya.
"Sebelum itu ,,," Rangga menyunggingkan senyumnya, dan mengangkat tubuh Bunga untuk di rebahkan ke kasur.
Dan terjadi lah, hal yang seharusnya terjadi.
"Maaf, karena belakangan ini, aku sering membuatmu kesal," ujar Bunga, dengan posisi, tidur di lengan kanan Rangga.
"Menurut lah, karena semua ini demi kebaikan kita, demi keutuhan rumah tangga kita. Dan aku begini karena ada alasan. Keluarga mu, datang hanya ketika kamu udah kaya," ucap Rangga, menatap Bunga yang menurutnya sangat seksi malam ini.
"Mas benar," sahutnya, kembali teringat kepada kedua saudara perempuannya, yang setiap bulan menagih uang, dengan alasan untuk ayah berobat.
Padahal, jelas uang itu untuk kebutuhan mereka sendiri. Karena diam-diam, Bunga menyuruh orang untuk menyelidikinya.
Bahkan yang parahnya lagi, kedua suami dari saudaranya telah menjadi pengangguran. Dan satu-satunya penghasilan ialah dengan menggerogoti Bunga.
Sejak saat itu, hubungan Rangga dan Bunga berjalan dengan semestinya. Dan yang membuat Bunga tambah bahagia, Rangga tidak pernah sekalipun menuntut Bunga untuk segera hamil.
Tak hanya itu, bahkan saat Citra berkunjung, mati-matian Rangga membela Bunga dengan mengatakan jika kehamilan hanya kehendak yang maha kuasa.
"Mas, aku boleh kerja lagi gak?" Bunga bertanya dengab penuh kehati-hatian.
Sekarang, mereka lagi di sebuah restoran.
Bunga di mintai Rangga untuk menemaninya bertemu klien. Dan ternyata, klien tersebut, kenal dengan Bunga. Maka dari itu, untuk memudahkan rencananya, Rangga mengajak Bunga sekalian.
Dan sekarang, tinggal lah, mereka berdua disana.
"Kenapa?" Rangga mengernyit.
"Aku iri sama Bu Fitri. Dia bahkan bisa kerja walaupun suaminya sendiri seorang ceo di perusahaannya," ungkap Bunga.
Fitri ialah, klien yang baru saja mereka temui.
"Bukan kah, aku udah memberimu nafkah yang cukup? Bahkan aku tidak pernah memintamu, untuk mengambil uang yang selalu di kirimkan oleh papa untukmu," ujar Rangga menatap Bunga. "Aku hanya ingin kamu santai sayang, barang kali dengan begitu, bisa membuatmu hamil. Bukan kah, kecapean bisa mempengaruhi hormon?" tanya Rangga dengan lembut.
Memang lembut, tapi berhasil membuat hati Bunga berkecamuk. Karena pada kenyataannya, harapan untuk ia segera hamil, masih bersarang di hati suaminya.
semoga bahagia buat Arlan sama bunga,,,
semoga Cpet² dikasih momongan ya, biar PD mingkem tuh para org² julidnya,,, 🙏🙏🙏🤭
𝑺𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒎𝒂𝒘𝒂𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒌𝒂𝒓 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒅𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒓𝒖𝒎, 𝒔𝒆𝒎𝒐𝒈𝒂 𝒔𝒆𝒕𝒊𝒂𝒑 𝒌𝒂𝒓𝒚𝒂𝒎𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒅𝒊 𝒋𝒆𝒋𝒂𝒌 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒌𝒆𝒏𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒏𝒈𝒈𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏𝒕𝒂𝒓𝒌𝒂𝒏𝒎𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒖𝒋𝒖 𝒑𝒖𝒏𝒄𝒂𝒌 𝒌𝒆𝒔𝒖𝒌𝒔𝒆𝒔𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒋𝒂𝒕𝒊.✿⚈‿‿⚈✿