NovelToon NovelToon
Akad Yang Tak Kuinginkan

Akad Yang Tak Kuinginkan

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Nikah Kontrak
Popularitas:15.8k
Nilai: 5
Nama Author: Shinta Aryanti

Jingga Nayara tidak pernah membayangkan hidupnya akan hancur hanya karena satu malam. Malam ketika bosnya sendiri, Savero Pradipta dalam keadaan mabuk, memperkosanya. Demi menutup aib, pernikahan kilat pun dipaksakan. Tanpa pesta, tanpa restu hati, hanya akad dingin di rumah besar yang asing.

Bagi Jingga, Savero bukan suami, ia adalah luka. Bagi Savero, Jingga bukan istri, ia adalah konsekuensi dari khilaf yang tak bisa dihapus. Dua hati yang sama-sama terluka kini tinggal di bawah satu atap. Pertengkaran jadi keseharian, sinis dan kebencian jadi bahasa cinta mereka yang pahit.

Tapi takdir selalu punya cara mengejek. Di balik benci, ada ruang kosong yang diam-diam mulai terisi. Pertanyaannya, mungkinkah luka sebesar itu bisa berubah menjadi cinta? Atau justru akan menghancurkan mereka berdua selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shinta Aryanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perhatian yang Mulai Teralihkan…

Malam itu area pantai berubah jadi seperti pesta besar. Perusahaan Savero memang tidak tanggung-tanggung. Setiap karyawan sudah mendapat kamar sendiri di resort, kini giliran perut mereka dimanjakan. Sepanjang tepi pantai dipenuhi meja makan, panggangan besar berjejer, asap tipis dari seafood yang dipanggang bercampur harum asin laut.

Lobster, kepiting, cumi, udang, sampai oyster tersaji dalam nampan besar, berdampingan dengan daging sapi, ayam, dan aneka sayuran segar. Belum lagi meja buah, camilan, dan minuman dingin yang tak ada habisnya. “Surganya perut,” celetuk salah satu staf sambil memasukkan udang bakar ke piring.

Suasana seharusnya riuh, kalau saja bukan karena musik. Dari speaker besar, alunan biola klasik mengalun tenang.

“Eh, ini beneran Beethoven?” bisik seorang karyawan muda, menahan tawa.

“Astaga, kita di pantai loh. Masa barbeque gini musiknya kayak jamuan makan duta besar?” sahut rekannya.

“Aku kira bakal dangdutan, atau minimal lagu pop biar bisa nyanyi bareng,” tambah yang lain kecewa.

“Tapi ya udahlah. Katanya permintaan khusus Pak Savero.”

Semua langsung diam, saling mengerti. Siapa juga yang berani menolak bos besar itu?

Savero sendiri duduk agak terpisah, tetap tampak elegan meski hanya mengenakan seragam outing yang kasual. Kacamata hitamnya ia lepas, topi diletakkan di meja, tatapan matanya tajam seperti biasa. Dari kejauhan saja, aura pria itu membuat orang enggan bercanda berlebihan di dekatnya.

Di sisi lain, Jingga bersama Nisa dan Lidya sibuk memanggang udang dan cumi. Mereka tampak seru sendiri, Jingga tertawa-tawa sambil berusaha membalik sate cumi dengan kipas anyaman yang ia jadikan alat darurat.

“Eh, hati-hati, bara apinya kemana-mana itu!” seru Nisa.

Dan benar saja. Angin pantai yang tiba-tiba kencang membuat bara dari arang berhamburan. Nisa kena sedikit di lengannya, tidak terlalu parah. Tapi Jingga dan Lidya yang berdiri paling dekat langsung meringis, lengannya perih terkena percikan.

“Ya ampun! Jingga, Lidya!” suara panik terdengar dari beberapa orang. Mahesa yang tadinya asyik ngobrol langsung berlari ke arah mereka. Tapi refleks pertamanya justru memeriksa kondisi Lidya.

“Lid, kamu nggak apa-apa?” tanyanya tergesa sambil memegang tangan Lidya.

Jingga yang juga jelas kesakitan hanya melirik singkat. Ada rasa perih, bukan hanya di kulit, tapi juga di hati. Dalam hati ia bertanya, kenapa Mahesa lebih perhatian pada Lidya? Tapi bukan Jingga namanya kalau tidak berpikir positif dan ceria, sekian detik saja dahinya yang berkerut, berganti senyuman lebar meski tangan nyut-nyutan.

“Aduh, ngapain bara apinya salah alamat segala sih? Bukan aku yang mau dibakar, tapi cumi sama udang!” Celetuknya ringan.

Orang-orang di sekitar situ hanya tersenyum geli sambi geleng-geleng kepala, si Jingga ini memang apa-apa dibuat bercanda.

Nisa sudah jongkok di samping Jingga, berusaha melihat luka di lengannya. “Eh, ini agak merah, Jingga. Perlu dikasih obat.”

Belum sempat Jingga menjawab, sebuah bayangan tinggi mendekat. Suara tegas khas itu membuat beberapa orang langsung terdiam.

“Geser. Biar saya lihat.”

Semua menoleh. Itu Savero.

Seakan seluruh suasana berhenti sebentar. Mana pernah ada bos besar itu turun tangan untuk hal seperti ini? Bahkan Nisa sampai salah tingkah, buru-buru menyingkir memberi jalan.

Savero jongkok di depan Jingga. Tangannya terulur, menahan lengan Jingga dengan hati-hati. Matanya menyipit, menilai bekas merah di kulit.

“Bodoh sekali. Berdiri dekat bara api tanpa perhitungan,” katanya dingin.

Jingga langsung manyun, tapi tetap diam. Meski peduli dengan lukanya, pria itu tetap saja nyinyir duluan.

Tapi, entah kenapa, sorot mata Savero tak bisa menyembunyikan kekhawatiran tipis di balik kata-katanya. Orang-orang di sekitar terdiam, saling melirik dengan ekspresi tak percaya. Pak Savero sendiri yang ngecek? bisik mereka dalam hati.

Mahesa yang berdiri tak jauh hanya bisa menatap, wajahnya sulit ditebak. Lidya di sisinya juga melirik sekilas, lalu pura-pura sibuk membersihkan lengannya sendiri.

Sementara Jingga menelan ludah, berusaha menutupi gugup. “Saya bisa sendiri kok, Pak,” katanya pelan, mencoba menarik tangannya.

Tapi Savero tetap menahan sebentar. “Jangan bandel, kalau lukamu makin parah, nanti malah tambah bikin repot.” Ucapannya sarkastik, tapi ekspresi orang-orang yang menyaksikan justru makin yakin, ada sesuatu yang berbeda di balik sikap dinginnya kali ini.

Suasana di sekitar panggangan belum benar-benar cair. Orang-orang masih setengah tercengang melihat Savero, bos besar yang biasanya tak tersentuh… tadi sempat jongkok memeriksa luka karyawannya sendiri. Bagi sebagian orang, itu bukan pemandangan biasa.

Mahesa berdiri kaku, terlihat serba salah, tapi jelas sekali ia lebih dulu sigap memeriksa Lidya ketimbang Jingga. Jingga sendiri memilih diam, pura-pura santai meski dalam hati perih.

Nisa, yang tadi ikut menolong, diam-diam mengamati semua itu. Pandangannya berganti-ganti antara Jingga, Mahesa, dan Lidya. Ada sesuatu yang terasa aneh.

Kenapa Mahesa tadi refleks menolong Lidya dulu? batinnya. Padahal Jingga juga terluka. Bukannya dia itu pacarnya Jingga ya, malah sudah nyicil rumah bersama segala?

Ia menoleh ke arah Lidya yang kini sibuk mengipas bara, berusaha seolah tak terjadi apa-apa. Tapi Nisa menangkap hal kecil, cara Lidya menunduk, menyembunyikan wajahnya, dan bagaimana perhatian Mahesa pada Lidya yang Nisa rasa terlalu berlebihan.

Nggak biasanya…, pikir Nisa lagi. Dadanya sedikit sesak tanpa alasan yang jelas. Kecurigaan mulai mengakar.

Jingga masih duduk di kursi plastik, meniup-niup lengannya yang memerah. Sesekali ia melirik Mahesa, tapi yang bersangkutan justru tampak kikuk. Jingga memperhatikan semua itu, sama seperti Nisa, ia mulai sedikit curiga. Biasanya Mahesa paling tak bisa melihat Jingga luka.

Ia menggigit bibir, menahan diri untuk tidak komentar.

Bagaimanapun, suasana sedang ramai, orang-orang masih tertawa-tawa melanjutkan barbeque dengan musik klasik yang tetap terasa janggal di telinga. Namun di balik riuh itu, ada sesuatu yang mengganjal di hati Jingga: kenapa Mahesa mulai berubah?

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Malam makin larut. Lampu-lampu koridor resort berpendar lembut, sebagian besar kamar sudah sepi. Hanya suara debur ombak dari kejauhan yang sesekali terdengar.

Jingga berdiri di depan pintu kamar Mahesa. Ponsel pria itu sudah ia hubungi berkali-kali, tapi tetap saja mati. Telepon ke kamar pun tak diangkat. Ia mengembuskan napas berat, resah bercampur takut.

Apa Mahesa masih sama? Masih peduli padaku? Hanya dia yang aku punya… hanya dia jalanku keluar dari semua masalah ini, batinnya menggerutu, dada terasa sesak.

Tangannya sempat terulur, ragu-ragu hendak mengetuk pintu. Namun akhirnya ia memilih menghela napas panjang dan berbalik pergi. Belum sempat melangkah jauh, wajahnya justru menabrak sesuatu yang keras dan tegap, wangi… dada seseorang.

Refleks, Jingga mendongak. Matanya langsung membesar. “Pak Savero?!”

Pria itu menatapnya datar, sorot matanya dingin. “Sedang apa di sini? Apa kamu tidak tahu kalau lantai ini khusus untuk pegawai pria?” tanyanya, suara beratnya menusuk hening koridor.

Jingga langsung salah tingkah. Wajahnya panas, tangannya refleks memainkan ujung bajunya. “Anu… anu… saya… saya mau pinjam charger, Pak. Tapi… nggak jadi, deh. Saya permisi. Selamat malam!” Ucapannya terbata-bata, lalu buru-buru ia berlari terbirit-birit meninggalkan tempat itu.

“Jangan lari! Di… “ suara Savero meninggi, tapi langsung terhenti ketika ia sadar posisinya di koridor hotel. Kalau ia berteriak lebih keras, bisa menarik perhatian tamu lain. Napasnya terhela kasar. “…koridor,” lanjutnya lirih, setengah kesal, setengah lelah.

Ia menatap pintu yang barusan dijaga Jingga. Nomor kamar yang ia tahu siapa penghuninya. Bibirnya mengatup rapat, sorot matanya mengeras. Mahesa.

Sementara itu, di luar resort, beberapa pegawai masih nongkrong di pinggir pantai. Bara api barbeque tinggal menyala kecil, cukup untuk memanggang jagung atau sate yang tersisa.

Nisa datang lagi, perutnya memang tak pernah bisa kompromi. “Masih ada sisa makanan, nggak?” tanyanya sambil nyengir.

“Masih, Mbak Nisa. Nih, jagung baru matang,” jawab salah satu pegawai sambil menyodorkan jagung hangat.

“Wah, makasih ya,” Nisa menerima dengan antusias, menggigit sedikit sambil berjalan kembali ke arah resort.

Namun langkahnya terhenti. Dari kejauhan, matanya menangkap dua sosok berjalan berdampingan. Lidya… dan Mahesa. Mereka keluar dari arah jalan setapak pantai yang gelap.

Alis Nisa berkerut. Pandangannya langsung turun ke pakaian keduanya… kusut, tidak rapi, seolah baru saja terburu-buru merapikan diri.

“Ada yang nggak beres,” gumamnya, jagung di tangannya hampir terlepas.

Ia mempercepat langkah menghampiri. Seketika itu juga Lidya dan Mahesa tampak kaget, seperti anak kecil ketahuan nakal.

“Nisa?!” suara Lidya meninggi, gugup.

Nisa menyipitkan mata, suaranya tenang tapi penuh selidik. “Kalian dari mana?”

Mahesa cepat menoleh ke Lidya, lalu mencoba tersenyum kaku. “Aku… eh, tadi jalan-jalan sebentar ke pantai. Terus nggak sengaja ketemu Lidya. Jadi ya, pulang bareng.”

“I-iya,” Lidya ikut menimpali dengan terburu-buru. “Kebetulan banget ketemu. Makanya jalan bareng.”

Nisa menatap bergantian, menilai wajah mereka yang sama-sama tegang. Jelas sekali keduanya sedang menutupi sesuatu. Ia hanya mengangguk singkat, senyumnya samar, lalu berkata pelan, “Oh, gitu ya.”

Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut, ia berbalik pergi, meninggalkan mereka dengan segudang tanda tanya.

Mahesa menelan ludah, tangannya mengepal. Lidya hanya menunduk, wajahnya memerah.

Sementara langkah Nisa semakin menjauh, dalam hati ia sudah menyusun benang-benang curiga. Kalian kira aku nggak bisa baca bahasa tubuh? Baju kusut, wajah panik… ada rahasia di antara kalian berdua.

(Bersambung)…

1
Purnama Pasedu
ooo,,,,savero baru tahu,,,pelan pelan ya
Purnama Pasedu
pas tahu jingga dah nikah,gimana Kevin y
Mar lina
Semoga Kak Savaro
langsung mp sama Jingga...
biar Kevin gak ngejar-ngejar Jingga
lanjut thor ceritanya
di tunggu updatenya
Nuriati Mulian Ani26
ohhh kasihan jingga
Nuriati Mulian Ani26
😄😄😄😄😄. Thor lucu banget aduhhh
Nuriati Mulian Ani26
😄😄😄😄. keren alurnya thor
Purnama Pasedu
nikmatilah jingga
Nuriati Mulian Ani26
lucuuuuuuu
Nuriati Mulian Ani26
bagusss ceritanya
𝙋𝙚𝙣𝙖𝙥𝙞𝙖𝙣𝙤𝙝📝: halo kak baca juga d novel ku 𝘼𝙙𝙯𝙖𝙙𝙞𝙣𝙖 𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞 𝙨𝙖𝙣𝙜 𝙂𝙪𝙨 𝙧𝙖𝙝𝙖𝙨𝙞𝙖 atau klik akun profil ku ya😌
total 1 replies
Mar lina
aku mampir
Nuriati Mulian Ani26
😄😄😄😄😄 lucu menarik sekali
Nuriati Mulian Ani26
aku sangat tertarik kekanjutanya ..keren dari awal ceritanya
Halimatus Syadiah
lanjut pool
Lily and Rose: Siap Kak 🥰
total 1 replies
Purnama Pasedu
survei resepsi pernikahan ya jingga
Lily and Rose: Ide bagus… bisa jadi tempat buat mereka resepsi juga tuh Kak 😁
total 1 replies
Purnama Pasedu
kamu salah jingga
Lily and Rose: Iya, Jingga salah paham terus 😂
total 1 replies
Halimatus Syadiah
Thor up dete kelamaan ya, tiap hari nungguin trus , kl bisa tiap hari ya 👍
Lily and Rose: Siap Kak, Author update sesering mungkin pokoknya 🥰
total 1 replies
Desi Permatasari
update kak
Lily and Rose: Done ya Kak…
total 1 replies
Purnama Pasedu
ada kevin
Lily and Rose: Ide bagus 🥰
total 1 replies
Cookies
lanjut
Lily and Rose: Siap Kak
total 1 replies
Purnama Pasedu
Nisa yg lapor ya pa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!