Rika, mahasiswi sederhana, terpaksa menikahi Rayga, pewaris mafia, untuk menyelamatkan keluarganya dari utang dan biaya operasi kakeknya. Pernikahan kontrak mereka memiliki syarat: jika Rika bisa bertahan 30 hari tanpa jatuh cinta, kontrak akan batal dan keluarganya bebas. Rayga yang dingin dan misterius memberlakukan aturan ketat, tetapi kedekatan mereka memicu kejadian tak terduga. Perlahan, Rika mempertanyakan apakah cinta bisa dihindari—atau justru berkembang diam-diam di antara batas aturan mereka. Konflik batin dan ketegangan romantis pun tak terelakkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhamad Julianto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 11
Kau tahu, dalam hidup ini pasti ada saat-saat di mana kita menghadapi masalah. Kebanyakan dari kita berpikir bahwa kita bisa lari darinya, sembunyi, atau menghindar. Tapi yang sering tidak kita sadari adalah... masalah itu ada levelnya. Ada jenis masalah yang akan terus menempel pada kita, ke mana pun kita pergi, seberapa pun kita mencoba untuk kabur atau berpura-pura tidak terjadi.
Seperti halnya yang ku alami. Aku sempat berhasil menghindar dari para bodyguard yang selalu mengikuti ku ke mana-mana, dengan wajah serius seperti penjaga istana.
Setiap kali aku menoleh, mereka pasti ada. Jarak mereka bahkan semakin dekat sejak aku pamit untuk ke kamar mandi. Aku memang sengaja lama di dalam, karena untuk pertama kalinya hari itu, aku hanya ingin sendiri. Sampai pada titik aku mulai berpikir, mereka mengira aku ingin kabur. Saat itulah aku teringat akan perpustakaan. Sekarang aku sedang duduk di kursi perpustakaan dengan cukup nyaman, tapi perasaanku terasa hampa.
Aku berusaha fokus, tapi kata-kata dalam buku seolah menari-nari di mataku. Rasanya seperti disleksia.
Kemudian muncul lagi notifikasi pada ponsel ku yang mengatakan dosen yang akan melaksanakan sidang pengadilan semu sedang sakit sehingga tugas itu ditunda sampai dosen ku sembuh.
Aku mendengar informasi itu cukup kecewa , aku sudah effort datang ke kampus malah begini. Tidak sampai disitu , belum rasa kecewaku mereda. Muncul lagi matkul lain yang juga dosen nya ada keperluan. Ia hanya menyuruh mahasiswa nya merangkum sebuah materi.
"Hahhh" aku menghela nafas berat. Jika aku tau akan seperti ini lebih baik aku tidak pergi ke kampus.
Karena aku teringat dengan beasiswa ku, segera aku mencari beberapa buku untuk mencatat beberapa materi yang telah diberikan oleh sang dosen.
Aku berkutat dengan lembar-lembar buku, hingga rasa kantuk menyerang kepala ku. Membuat tugas kali ini menjadi berat, berusaha aku menjaga mata untuk tetap terbuka. Pada akhirnya aku malah tertidur di atas buku.
Ketika aku terbangun, kulihat beberapa orang sudah mulai meninggalkan perpustakaan. Aku menoleh ke jendela dan melihat langit mulai gelap. Aku panik dan langsung bangkit berjalan keluar, tapi rasa khawatir itu sedikit mereda ketika kulihat para bodyguard masih berdiri di pojok ruangan. Aku kembali ke tempat dudukku, membereskan buku-buku. Saat kulihat jam, sudah menunjukkan pukul 5 sore lebih. Hampir dua jam lebih habis begitu saja di perpustakaan dengan hanya mencatat sebagian materi. Tapi yaudah lah , aku akan melanjutkan nya nanti.
Saat aku keluar dari perpustakaan, salah satu bodyguard bersuara.
"Non, apakah Anda sudah akan pulang?" suaranya terdengar berat dan dalam.
"Ya, aku akan pulang," jawabku sambil menarik napas dalam-dalam.
“Tidak perlu repot-repot,” ucapku pada salah satunya, tapi dia sudah lebih dulu mengambil bukuku dan tas ku lalu berjalan pergi. Aku mengikutinya, dengan satu bodyguard lain di belakangku.
Saat kami keluar dari area perpustakaan kampus dan kulihat mobil terparkir cukup jauh, aku merasa bersyukur karena ia sudah mengambil bukuku. Perjalanan pulang berlangsung dalam diam, kecuali beberapa kali ponselku berbunyi karena pesan masuk.
Aku sedang tidak mood untuk membalas, jadi pesan-pesan itu kubiarkan begitu saja menumpuk di layar ponsel. Sepanjang perjalanan menuju tempat yang akan kusebut rumah trial 30 hari ke depan, pikiranku dipenuhi berbagai macam kekhawatiran.
Seketika aku teringat dengan bekal kakekku yang masih berada di tas ku. Aku langsung meminta bodyguard yang sedang menyetir untuk pergi ke rumah sakit intermedika.
"Pakk tolong pergi ke rumah sakit. Aku ingin mengantar kan makanan ke kakek." Ucapku.
"Maafkan kami Non, kami harus segera membawa nona kembali ke mansion. Ini perintah tuan besar. Untuk bekal kakek Nona bisa diserahkan kepada rekan kami untuk diantarkan nona". Balasnya dengan nada datar.
Aku hanya memutar bola mata malas. Aku segera menyerahkan kotak makanan ke salah satu bodyguard disamping ku dan disaat itu juga mobil kami berhenti lalu dia turun dari mobil sambil membawa kotak makanan.
'Astaga bekal ku belum ku sentuh' gumam ku sambil menepuk dahiku. Pantas saja aku merasa cukup lapar saat diperjalanan.
Tapi akan lebih baik aku memakannya saat makan malam bersama. Sekalian aku akan memberikan kotak makanan Rayga nanti. Semoga saja dia tidak membuang nya.
Aku kembali duduk sambil bersandar pada kursi mobil yang cukup nyaman.
Tiba-tiba bodyguard yang sedang mengendarai mobil itu bersuara. "Nona, saat ini di mansion sedang mengadakan sebuah pesta keberhasilan perusahaan, lebih tepatnya di area ballroom. Pesta ini diselenggarakan langsung oleh pihak keluarga D'Amato. Tadi tuan besar menginginkan nona untuk bergabung ke pesta perusahaan setelah makan malam". Ucap Bodyguard itu dengan lantang tapi setelah itu ia kembali fokus.
Aku hanya mengangguk saja sebagai jawaban. Jujur aku hanya ingin makan lalu tidur, entah apa yang terjadi pada ku yang sangat suka tidur hari ini.
Keheningan mulai merambat seisi mobil, aku melihat pemandangan kota yang mulai diterangi lampu jalan yang memukau.
Hingga mobil yang dikendarai kami mulai mendekati tugu di pusat kota. Menandakan Mansion keluarga D'Amato sudah dekat.
Tapi sesuatu yang mengganjal mulai merasuki pikiran ku. Seolah ada beban baru yang akan ku hadapi di masa depan.
'Bagaimana jika pak Ryandra dan Rayga tidak menepati kesepakatan? Bagaimana jika kakekku tidak membaik? Bagaimana jika Rayga memintaku melakukan sesuatu yang tidak sanggup kulakukan? Semua itu membuat dadaku sesak.
Tapi ada satu pertanyaan yang paling ku takuti untuk dijawab. Bagaimana kalau aku jatuh cinta pada Rayga?
Tidak, aku tidak akan. Dia pria arogan dan mesum. Aku tidak boleh menyukai nya. Bukankah terbalik? Aku yang harus membuat ia tunduk dihadapan ku dengan rasa suka.' gumam ku.
Rangkaian pikiranku terputus saat aku menyadari mobil sudah berhenti. Kulihat kami telah tiba di depan Mansion, dan aku melihat pada salah satu gedung yang masih menyatu dengan gedung utama. Dan itu terlihat sangat indah dengan pencahayaan yang lebih terang.
Aku juga mendengar sebuah musik yang cukup kencang dari arah gedung sebelah barat.
"Terimakasih," gumamku saat para bodyguard membuka pintu dan menatapku dengan alis terangkat. Aku mengucap terima kasih pelan dan masuk ke dalam.
Aku berjalan pelan menuju pintu utama, sepertinya salep yang diberi Rayga cukup ampuh mengatasi pembengkakan. Buktinya aku tidak merasakan sakit di area inti ku. Tapi tetap saja perbuatan nya itu membuat ku geram jika mengingat nya lagi.
Aku langsung menuju ruang makan dan disana terlihat Bibi Ranti yang sedang menyiapkan makanan.
Aroma masakan yang baru dimasak menyambut ku, membuat perutku bergemuruh.
Bibi Ranti menyambut ku dengan senyum lebar dan mengatakan kalau makanan itu untukku. Aku mengucapkan terima kasih lalu segera mencuci tangan. Makan selalu jadi momen yang paling ku nantikan.
Aku juga mengeluarkan bekal yang ku simpan di tas ,yang belum sempat ku makan karena ketiduran di perpustakaan. "Sial Memang".
Aku mencampurkannya dengan bekal ku yang masih fresh walaupun disimpan beberapa jam lalu.
Begitu sendok pertama masuk ke mulutku, aku mengerang pelan karena saking lezatnya. Aku memuji Bibi Ranti atas kehebatannya memasak.
Tidak heran keluarga D’Amato mempertahankannya. Beberapa suap kemudian, aku teringat sesuatu.
Tadi Pagi setelah kejadian dengan Rayga, dia mengirim pesan ke ponselku saat aku di perpustakaan. Isinya bahwa salah satu syarat dari kontrak yang belum disebutkan adalah aku harus melakukan sesuatu bersamanya dan untuknya setiap hari.
Aku menghela napas panjang lalu mengirimkan emoji melambai dan emoji datar. Aku harap ia peka kalau aturan itu pasti merugikan ku dan aku berharap dia bisa membatalkan aturan baru itu
Setelah itu aku memutuskan untuk membalas semua pesan masuk termasuk dari pihak kampus, bahkan yang sudah berumur lima hari. Hidupku sedang sangat kacau, jadi membalas pesan terasa seperti hal terakhir yang kupikirkan belakangan ini.
Aku menghabiskan makananku sambil sesekali membalas pesan.
"Terima kasih banyak, Bibi Ranti. Makanannya enak sekali," ucapku sebelum beranjak ke kamar.
"Tidak perlu sungkan Nona, jika nona ingin memakan sesuatu lagi bisa panggil bibi saja. Ya non". Ucap bibi dengan nada lembut.
"Ahh tidak perlu bibi ,aku sudah kenyang. Aku akan ke kamar dulu ya bi". Ucapku dan dijawab anggukan oleh Bibi Ranti.
Aku memutuskan tidur lebih awal malam ini karena aku tidak tahu apa yang akan terjadi besok.
Jika Pak Ryandra menanyakan kenapa aku tidak mengikuti pesta perusahaan. Aku akan menjawab jujur bahwa aku lelah. Ya lelah batin, padahal keseharian ku saat ini tidur dan tidur aja.
Lagian Pak Ryandra pasti menyetujui ku dan tidak memaksa, sungguh sifat kebapakan nya sangat menonjol tidak seperti anaknya yang membuat ku darah tinggi.
Sampai aku pernah kepikiran apakah Rayga benar-benar anak kandung nya atau tidak . Habis nya sifatnya beda sekali tapi secara fisik memang mirip.
Sesampainya di depan kamar, aku menoleh ke seberang, melihat kamar Rayga. Tapi sayang pintunya terkunci. Mungkin dia masih kerja atau mengikuti pesta perusahaan yang masih berlangsung, pikirku.
Padahal aku ingin memberikan bekal yang ku buat untuk nya, tapi setengah hari ini aku belum melihatnya lagi setelah kejadian sial itu tadi pagi.
"Hahh yaudah lah, aku letakkan kotak makan ku di lemari kecil yang berada diluar kamar Rayga, lemari ini berisi hiasan dan guci, seperti nya keluaga D'Amato menyukai guci dengan ukiran yang menawan seperti ini'.
Disaat aku memikirkan tentang hiasan di lemari, pikiran ku kembali tentang keberadaan Rayga, tapi yaudah lah jika dia tidak ada malam ini cukup bagus untuk ku bukan."
Aku segera pergi ke kamar lalu masuk kamar mandi, membersihkan tubuh, menggosok gigi, lalu bersiap tidur. Tapi baru saja tubuhku jatuh ke kasur, aku mendengar suara berisik. Musik nya semakin malam semakin bergema.
"Astaga apakah setiap perayaan keberhasilan perusahaan harus se—heboh ini.." bisikku pelan.
Ini pesta. Pesta besar-besaran yang jelas-jelas diorganisir oleh Pak Ryandra dan Rayga, Karena suara pak Ryandra sedikit terdengar di antara keramaian sana. Mungkin pak Ryandra sedang berpidato singkat atau apalah.
Tapi sialnya suara musik semakin keras terdengar di telingaku, kantukku pun lenyap begitu saja.
Aku mencoba tidur, tapi rasanya mustahil. Bolak-balik di atas kasur tidak membantu, jadi aku memutuskan turun ke dapur untuk minum segelas susu, rutinitas ku ketika aku tidak bisa tidur ditengah malam.
Kadang saat aku masih dirumah kakek, aku sering melakukan hal seperti itu. Kalo tidak ada susu , teh hangat bisa jadi pilihan ku yang kedua. Tapi dirumah sebesar ini masa susu tidak ada.
Aku beranjak mendekati kulkas, begitu membuka kulkas, aku mendengar suara seseorang yang seperti nya datang dari sekitar kamar Rayga.