NovelToon NovelToon
Billioraire'S Deal: ALUNALA

Billioraire'S Deal: ALUNALA

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Terlarang / Pernikahan Kilat / Crazy Rich/Konglomerat / Romansa / Dark Romance
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Marsshella

Pernikahan mereka bukan karena cinta, tapi karena ultimatum. Namun malam pertama membuka rahasia yang tak pernah mereka duga—bahwa gairah bisa menyalakan bara yang tak bisa padam.

Alaric Alviero—dingin, arogan, pewaris sah kekaisaran bisnis yang seluruh dunia takuti—dipaksa menikah untuk mempertahankan tahtanya. Syaratnya? Istri dalam 7 hari.

Dan pilihannya jatuh pada wanita paling tak terduga: Aluna Valtieri, aktris kontroversial dengan tubuh menawan dan lidah setajam silet yang terkena skandal pembunuhan sang mantan.

Setiap sentuhan adalah medan perang.
Setiap tatapan adalah tantangan.
Dan setiap malam menjadi pelarian dari aturan yang mereka buat sendiri.

Tapi apa jadinya jika yang awalnya hanya urusan tubuh, mulai merasuk ke hati?

Hanya hati Aluna saja karena hati Alaric hanya untuk adik sepupunya, Renzo Alverio.

Bisakah Aluna mendapatkan hati Alaric atau malah jijik dengan pria itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marsshella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Merawat Bayi Demam Bersama

Studio syuting—sore hari

Langit di luar mulai keemasan, menyinari halaman belakang studio tempat seluruh kru dan pemain berkumpul. Balon-balon bertuliskan “Congrats Wrap Day” menghiasi panggung kecil. Deretan bingkisan, bucket bunga, dan kotak-kotak kado tertata rapi di meja panjang berlapis kain putih.

Beberapa poster besar karakter-karakter utama tergantung di belakang meja, salah satunya Aluna dengan kostum detektif dan gaya aksi.

Aluna berdiri di tengah ruangan dengan pipi merona. Ia mengenakan pakaian kasual namun tetap tampak elegan. Di sekelilingnya, para kru dan lawan main berdatangan satu per satu, memberikan pelukan hangat.

“Aluna, lo bukan cuma artis top, tapi juga pejuang! Syuting sambil jadi Mama, lo hebat!”

Aluna tertawa, lalu memeluk rekannya itu. Saat berpisah, matanya berkaca-kaca. Surya—yang sedari tadi berdiri di belakangnya—langsung menyodorkan tisu tanpa suara. Sudah seperti refleks.

Aluna tersenyum pada Surya. “Lo bawa tisu banyak banget hari ini ya…”

Surya sambil menyodorkan tisu lagi. “Wrap day. Gue tahu lo pasti banjir air mata.”

Di sisi lain, kru mengangkat kue besar berbentuk walkie-talkie dan pistol mainan, sesuai tema drama. Di atasnya tertulis: Congrats! Arshen’s Mom Rocks the Screen!

Tawa kembali pecah saat semua berkumpul untuk sesi foto bersama. Sutradara berdiri di tengah, merangkul Aluna dari samping sambil berkata, “Lo bukan cuma bikin penonton jatuh cinta, tapi semua orang di sini. Terima kasih udah jadi bintang kami.”

Aluna tidak bisa menahan air mata. Ia menunduk sebentar, lalu cepat-cepat menyeka wajah dengan tisu dari Surya—lagi-lagi.

Setelah sesi foto, Aluna menghampiri satu per satu kru dan pemeran pembantu. Ia tak ragu memeluk mereka, berterima kasih. Tak peduli wajahnya sudah sedikit belepotan karena air mata.

Bunga terus berdatangan. Beberapa dari penggemar, beberapa dari perusahaan sponsor, dan satu bucket khusus yang datang tanpa nama pengirim. Aluna menatapnya sejenak. Bunganya... kombinasi mawar biru dan putih. Ia hanya tersenyum kecil.

Aluna tertawa geli sambil menyeka air mata. “Kalau lo buka bisnis tisu, pasti laku keras.”

“Namanya ‘Tisu Tangisan Wrap Day’. Eksklusif untuk Aluna.”

Tawa pecah lagi. Momen perpisahan yang tak hanya penuh haru, tapi juga hangat dan penuh tawa.

Aluna masih berdiri di antara para kru yang tertawa sambil membuka kotak kado. Di tangannya masih tergenggam bunga dari fans yang tadi sempat membuatnya tersenyum haru. Namun senyum itu perlahan memudar saat smartphone bergetar. Nama ‘Alaric-Husband’ terpampang di layar.

Aluna menjawab pelan. “Halo, Al?”

Alaric suaranya terdengar berat di seberang. “Arshen nangis terus. Dari tadi siang. Kayaknya nyari kamu.”

Aluna mengerjap. Pundaknya langsung turun perlahan. Ia memutar tubuh, sedikit menjauh dari keramaian. “Mama datang, ‘kan?”

“Enggak. Kan kalau kita libur, Mama enggak datang. Latihan, katanya.”

Aluna menunduk, tangan kirinya mencengkeram bunga yang tadi membuatnya tersenyum. Kini hanya menunduk. “Maaf, harusnya aku langsung pulang.”

“Enggak usah minta maaf. Aku cuma ngabarin. Tapi kayaknya dia capek. Suaranya serak.”

Suara Aluna makin pelan. Ia melirik jam tangannya. Dinner bersama tim baru akan dimulai malam nanti. Tapi buah hatinya menangis sekarang. Hatinya sudah tertambat ke satu tempat: rumah.

Aluna dengan lembut berkata, “Aku pulang sekarang.”

“Iya.”

Telepon terputus. Aluna memejamkan mata sebentar, lalu menarik napas panjang. Saat ia membuka mata, Surya sudah ada di sebelahnya, mengangkat alis.

“Arshen?”

Aluna mengangguk sambil tersenyum lemah. “Gue duluan ya. Dinner nanti malam gue nyusul kalo sempet.”

Surya mengangguk mengerti, lalu mengambil alih beberapa bingkisan agar Aluna bisa bergerak lebih ringan.

Dari jauh, beberapa kru memanggil nama Aluna. Ia membalas lambaian mereka dengan senyum tipis, sebelum berbalik dan melangkah cepat ke arah pintu keluar.

Langit senja kini berganti gelap, dan keharuan Wrap Day tersapu rindu yang tak bisa ditunda. Ia bukan hanya aktris lagi. Ia ibu. Dan seseorang di rumah sedang mencarinya, tak peduli betapa cantiknya Aluna di layar.

...***...

Pintu apartemen terbuka cepat. Aluna masuk tergesa, masih mengenakan outfit kasual dari lokasi syuting, wajahnya panik.

Tangis Arshen langsung terdengar dari dalam. Aluna meletakkan tasnya di sofa dan hampir berlari ke karpet tempat bayi mungil itu terbaring sambil merengek dalam pelukan selimut tipis.

Aluna dengan suara cemas. “Sayang…”

Dengan hati-hati tapi terburu, Aluna membopong tubuh kecil itu ke pelukannya. Dahi bayi itu panas. Sangat panas. Napasnya cepat. Tangannya lemas.

Alaric tenang tapi jelas khawatir. “Aku sudah hubungi dokter. Lima menit lagi sampai.”

Aluna menunduk menempelkan pipi ke kening Arshen. Air matanya mulai menggenang.

Aluna berbisik, “kenapa bisa sepanas ini… Aku harusnya pulang dari tadi…”

Alaric menaruh smartphone dan berdiri di samping mereka, lalu menuntun Aluna duduk di sofa. Ia mengambil bantal, menyelipkannya di bawah tangan Aluna agar bayi mereka bisa lebih nyaman digendong.

Aluna memandangi Alaric dengan mata merah. “Aku tinggal sebentar aja…”

“Bukan salah kamu. Kita berdua belum terbiasa… tapi nanti kita bisa. Yang penting sekarang dia segera ditangani.”

Denting bel pintu apartemen berbunyi. Alaric langsung berjalan cepat ke depan, membuka pintu. Seorang wanita paruh baya dengan tas medis tergantung di tangan masuk cepat. Dokter keluarga Alverio, Anna.

“Mana pasiennya?”

Dokter membuka kancing piyama Arshen, memeriksa suhu tubuh, pernapasan, dan detak jantung.

“Demam tinggi. Tapi sepertinya hanya efek kelelahan dan perubahan cuaca. Kita pantau. Kalau tidak turun dalam tiga jam, saya akan rekomendasikan rawat inap singkat.”

Aluna mengangguk cepat, matanya berkaca-kaca lagi. Alaric menatap Aluna lama. Perlahan, ia menurunkan tubuhnya, duduk di samping istri dan putranya.

Tangan besar Alaric meraih tangan Aluna dan menggenggamnya.

“Kita jaga sama-sama.”

Dan malam itu, untuk pertama kalinya, mereka benar-benar seperti orangtua yang takut kehilangan—berdiri berdampingan, menjaga nyawa mungil yang lebih berharga dari apa pun yang pernah mereka miliki.

...***...

Lampu ruangan diredupkan. Di sofa panjang, Aluna duduk bersandar pada bantal besar, tubuhnya sedikit condong ke depan. Di pangkuannya, Arshen terbaring dalam balutan selimut lembut, dengan baby fever patch menempel di dahinya. Bayi itu terlelap, meski napasnya masih cepat, kulitnya sedikit memerah.

Aluna mengelus pelan rambut tipis putranya, sesekali menyeka keringat di kening mungil itu dengan sapu tangan kecil. Matanya bengkak karena lelah, tapi ia terus berjaga.

Alaric duduk di karpet, bersandar ke kaki sofa, hanya beberapa jengkal dari Aluna. Ia tak mengenakan jas atau kemeja, hanya kaos gelap dan celana rumah. Ia mendongak memandangi Aluna dan Arshen, matanya penuh pikiran, tapi mulutnya tak bersuara.

Keheningan hanya diisi oleh bunyi halus AC dan detik jarum jam.

Alaric berucap pelan, seperti gumam. “Aku yang jaga… Kamu butuh tidur.”

Aluna menggeleng pelan. Ia tidak melihat ke arah Alaric, tapi suaranya terdengar mantap meski serak. “Dia tenang kalau sama aku. Lagipula, kalau tidur sekarang, aku pasti mimpi buruk.”

Alaric terdiam. Ia menghela napas pelan lalu menyandarkan kepalanya ke sisi sofa. “Aku harusnya bisa lebih cepat sadar… dia rewel dari sore. Tapi aku cuma… bingung. Marah. Sama diriku sendiri.”

Aluna menatapnya sekarang. Mata mereka bertemu. Tak ada caci, hanya kelelahan dan kesedihan yang terbagi dua. “Aku juga belum terbiasa. Tapi Arshen... dia nggak butuh orangtua yang sempurna. Dia cuma butuh kita ada.”

Alaric mengangguk sedikit, lalu duduk lebih dekat, lututnya menyentuh pinggiran sofa. Ia memandangi Arshen yang tertidur di pangkuan Aluna. Jemarinya bergerak pelan, menyentuh ujung kaki kecil itu yang terjulur keluar dari selimut.

Alaric berbisik, “kecil banget ya…”

Aluna tersenyum kecil. “Tapi isi paru-parunya gede banget kalau nangis.”

Alaric tertawa pendek, pelan. Lalu kembali diam.

Mereka berdua menatap Arshen lagi. Napasnya mulai lebih teratur. Warna pipinya sedikit memudar dari merah menyala menjadi kemerahan lembut.

Alaric mengangkat tangan, mengelus rambut Aluna yang berantakan ke samping telinganya. Lembut. Bukan sebagai bentuk cinta, tapi… bentuk hadir. Hadir utuh.

“Kalau kamu lelah… sandar saja. Aku ada di sini.”

...***...

Cahaya temaram dari lampu tidur menyinari sebagian ranjang. Aluna perlahan membuka matanya, tubuhnya masih lelah namun nalurinya sebagai ibu membuatnya segera melihat sisi ranjang. 

Di situ, Arshen masih terlelap di tempat tidur bayi mungilnya. Wajahnya jauh lebih tenang, kulitnya tak lagi semerah semalam. Napasnya pun teratur.

Aluna bangkit pelan, menghampiri ranjang bayi. Tangannya menyentuh dahi Arshen—sudah dingin.

Aluna berbisik penuh lega. “Sudah turun… kamu anak kuat, ya.”

Ia mengecup lembut dahi sang bayi lalu kembali ke ranjang utama. Dengan tubuh mengantuk, ia membuka selimut dan naik ke kasur pelan-pelan. Tapi saat lututnya menyentuh sesuatu keras dan panas di bawah selimut, Aluna terdiam sesaat…

Aluna bingung. “…Eh?”

Sesuatu itu bergerak.

Alaric mendadak terlonjak dari bantal, wajahnya separuh tertutup rambut yang acak-acakan. Ia menarik selimut ke pinggang dengan ekspresi setengah kaget, setengah kesakitan.

Alaric menggerutu, suara serak setengah sadar. “Hhh... Lutut kamu barusan... nendang masa depan bangsa.”

Aluna membeku satu detik sebelum tertawa tertahan, menutup mulutnya dengan tangan. “Maaf! Aku kira itu bantal…”

Alaric mengerang, duduk tegak. “Itu bukan bantal. Itu bukti aku masih hidup.”

Aluna menggigit bibir menahan tawa, lalu menarik selimutnya, menyelimutkan Alaric lagi sambil duduk di sisi ranjang. Tatapannya lembut menatap wajah suaminya yang masih setengah tidur.

“Maaf ya, kamu capek banget. Tapi... Arshen sudah nggak panas.”

Alaric mengangguk kecil. Lalu tanpa berkata apa-apa, ia menyandarkan kepalanya ke pangkuan Aluna.

Aluna membeku sesaat, lalu tangannya bergerak menyisir pelan rambut Alaric.

Alaric dengan mata terpejam berkata, “sebentar aja. Di sini. Sebelum aku balik jadi mesin manusia lagi.”

Aluna berbisik pelan, senyum tipis. “Kapan-kapan... kalau kamu capek, aku mau jadi bantalmu lagi.”

Alaric tidak menjawab. Napasnya kembali teratur, berat… tertidur. Di pangkuan Aluna.

Dan pagi itu, untuk pertama kalinya, Aluna merasa ia bukan cuma ibu dari anak mereka. Tapi mungkin—sedikit saja—sudah mulai menjadi tempat pulang bagi suaminya.

1
Soraya
mampir thor
Marsshella: makasi udah mampir Kak ❤️
up tiap hari stay tune ya 🥰
total 1 replies
Zakia Ulfa
ceritanya bagus cuman sayang belum tamat, dan aku ini g sabaran buat nungguguin bab di up. /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Marsshella: makasi udah mampir, Kak ❤️
Up tiap hari udah aku alarm 😂
total 1 replies
Desi Oktafiani
Thor, aku udah nggak sabar nunggu next chapter.
Marsshella: ditunggu ya, update tiap hari 👍
total 1 replies
Dear_Dream
🤩Kisah cinta dalam cerita ini sangat menakjubkan, membuatku jatuh cinta dengan karakter utama.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!