NovelToon NovelToon
Misteri Desa Lagan

Misteri Desa Lagan

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Hantu / Tumbal
Popularitas:560
Nilai: 5
Nama Author: rozh

Saddam dan teman-temannya pergi ke desa Lagan untuk praktek lapangan demi tugas sekolah. Namun, mereka segera menyadari bahwa desa itu dihantui oleh kekuatan gaib yang aneh dan menakutkan. Mereka harus mencari cara untuk menghadapi kekuatan gaib dan keluar dari desa itu dengan selamat. Apakah mereka dapat menemukan jalan keluar yang aman atau terjebak dalam desa itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rozh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6. Kaki Agung Luka

Mereka tengah berdiri di posko, bersalaman dengan beberapa orang pekerja di sana. Lalu, Pak Johan mulai menerangkan sedikit pekerjaan pada mereka setelah memperkenalkan diri.

“Kalian ukur bagian jalan sebelah ini sama Bang Irul. Ini yang pakai topi koboi ini namanya Bang Irul,” pinta Pak Johan memperkenalkan rekan kerjanya, lalu menerangkan beberapa pekerjaan pada mereka berempat.

“Iya, Pak,” sahut mereka patuh.

Mereka berempat mulai memikul dan menggendong alat pengukur. Mengikuti arah dari Bang Irul sebagai pemimpin team mereka. Saddam berdiri dan membidik alat ukur, Viko mencatat data untuk meletakkan ukurannya, Diro memberikan pemancangan atau patok ukur dengan tanda dengan cat pylox putih di jalan yang akan di perbaiki. Sedangkan Agung mengikuti dan mencatat semua proses serta analisa yang di terangkan oleh Bang Irul.

Mereka bekerja dengan giat dan cepat berinteraksi dengan pekerjaan nya, hingga jam istirahat pun tiba.

“Ayo, kita berhenti dulu, sudah waktunya istirahat dan makan,” ajak Bang Irul pada mereka.

“Iya, Bang.”

“Siapa yang mau jemput nasi dan minuman ke posko utama?" tanya Bang Irul lagi. Mereka berempat saling pandang. Tatapan mereka saling melempar, hingga akhirnya tertuju pada Saddam.

"Biar aku sama Saddam Bang," usul Viko.

Saddam dan Viko berjalan ke arah posko utama, tidak terlalu jauh, namun cukup melelahkan dan menyita belasan menit berjalan ke posko utama saja. Sedangkan Irul, Agung dan Diro, duduk bersandar di bawah pohon di tepi jalan itu. Pohon yang mereka sandari adalah pohon yang paling tinggi dan besar di sana.

Sejuk dengan angin sepoi, sehingga Bang Irul memejamkan matanya, dan tertidur sejenak.

Drrt! Drrt! 🎶la la la

Terdengar hp Agung berdering dan bergetar dalam saku celananya. Dia mengangkat panggilan itu, berbincang sebentar, lalu mati, di telfon lagi, dan mati lagi.

“Ah, nggak ada sinyal! Pantesan! Apes bener!” Agung berdecih sendirian sambil menggoyangkan hp, mencari signal.

“Diro, bentar ya, gue cari signal dulu, enggak denger nyokap gue ngomong apa!” pamit Agung.

Dia mencari-cari signal hingga melupakan larangan yang dikatakan banyak orang sejak tadi pagi, bahkan Pak Johan dan Bang Irul  juga sudah memperingati. Akan tetapi, Agung benar-benar lupa.

Dia asik menelpon di simpang tiga itu. Hingga terasa ada yang menepuk pundaknya. Tepat, jam 12 siang tepat. Dia melihat seorang gadis cantik berambut panjang tengah duduk di tepi jalan, memegang kakinya yang terluka.

Gadis itu menangis, Agung terdiam, bahkan menjauhkan ponselnya dari telinga, mengabaikan nyokapnya yang tengah bicara dengannya, dia pun menghampiri gadis itu. “Maaf, Dik. Kamu kenapa? Mari aku bantu, kita harus segera mengobati luka di kakimu.”

Gadis itu tidak menjawab perkataan Agung, dia masih tetap menangis.

“Sini, aku bantu ya, kamu nggak sanggup berdiri lagi?” tanya Agung kembali, dia berniat berjongkok dan menghampiri gadis itu untuk menggendongnya, membawanya ke puskesmas terdekat di desa ini.

“Agung!” teriak Diro. Agung benar-benar tidak mendengarkan panggilan Diro. Hingga Diro berlari ke sana dan menarik kerah baju Agung.

“Agung!" panggil Diro menatap Agung tajam dan menepuk wajah Agung.

“Awch! kamu kenapa sih Dir, narik-narik aku! Sakit nih!” Agung merasakan sakit di kakinya dan wajahnya.

“Kamu ini aneh deh! Cepat naik! Ngapain kamu masuk ke dalam parit? Ayo naik ke atas. Sebentar lagi Saddam dan Viko datang bawa makanan, tuh mereka hampir sampai. Ayo!” seru Diro mengulurkan tangannya.

“Aku di parit?" Agung tercengang dan seketika dia melihat di sekitar, dia memang berada di dalam parit di tepi jalan.

“Kok aku bisa di dalam! Tolongin aku naik ke atas Dir!” Dia menarik tangan Diro yang terulur. “Aduuh, kaki aku sakit banget, nggak bisa gerak, Diro!" teriak Agung kesakitan. Kakinya terasa berat dan seketika melumpuh.

“Kau ini, ini tengah hari, ngucap makanya. Astagfirullahal 'azim! Bismillahirrahmaanirrahim, Allahuakbar!” seru Diro sambil menarik kuat tangan Agung.

“Astagfirullahal'azim, Astagfirullah al'azim, Atagfirullahal'azim, Bismillahirrahmaanirrahim. Asyhadu an laa ilaaha illallaahu, wa asyhaduanna muhammadar Rasulullah!" (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah). Agung menepuk kakinya tiga kali sambil mengucapkan kalimat yang sama berulang kali pada kakinya yang tiba-tiba terasa lumpuh itu sambil satu tangannya memegang tangan Diro yang menariknya ke atas.

“Allahuakbar!" teriaknya dan berusaha keras naik ke atas.

Akhirnya Diro berhasil menarik Agung dan Agung bisa menggerakkan kakinya lagi.

“Alhamdulillah, Ya Allah.” Agung menatap parit itu. Tiba-tiba bulu kuduknya langsung merinding, dia menatap Diro, memegang tangan itu erat dan langsung membaca ayat kursi.

Lalu, Agung mengucek matanya, Diro masih ada di sana.

“Kau kira aku setan! Ayo cepat kita pergi dari sini!" Diro menarik tangan Agung.

Bulu tengkuk Agung semakin berdiri dengan sempurna, dia sampai merinding di tengah hari terik panas begini. Gadis cantik yang hendak dia tolong tadi, sudah hilang begitu saja, dan dia tiba-tiba sudah di dalam parit dengan keadaan kaki yang tergores luka.

Akhirnya, Diro dan Agung sampai di bawah pohon besar di tepi jalan tadi, tak lama Saddam dan Viko juga datang.

“Kalian berdua lama nungguin?” tanya Viko ceria menenteng kresek berisi makanan.

“Enggak kok. Ayo, kita makan, aku udah laper banget.” Diro tersenyum menyambut kantong kresek yang dibawa oleh Saddam dan Viko.

Saddam dan Viko meletakkan makanan yang mereka bawa dan mulai membukanya satu persatu.

“Eh, kaki Agung kenapa?" tanya Viko saat melihat kaki Agung tiba-tiba di ikat dengan kain.

“Dia jatuh di parit," jawab Diro.

“Loh, kok bisa sih? Parit bukannya jauh di sana?” tunjuk Viko dengan bibir.

“Tadi, dia mencari sinyal, terus nyampe di sana deh. Di sana yang banyak sinyal,” terang Diro.

“Jangan bilang, kamu sampai di simpang tiga itu, Gung?” Saddam menatap tajam Agung.

“Yapz, kamu benar Dam! Entah apa yang dia lihat di sana! Pas aku panggil-panggil, dia nggak dengar, terus lompat ke dalam parit, bahkan tahu rasa kakinya sakit, saat aku narik dia ke atas.

Saddam dan Viko menatap Agung penuh selidik.

“Apa yang kamu lihat, Gung? Bukannya kita di larang ke sana?” Viko mulai merasa merinding.

Bang Irul yang baru saja selesai mencuci muka karena sempet tertidur tadi, langsung menyahut. "Apa?"

Dia melihat kaki Agung, tadi saat dia baru bangun, dia tidak memperhatikan, dia langsung cuci muka karena melihat Saddam dan Viko sudah sampai.

"Kenapa bisa kamu ke sana? Aku dan Bang Johan tadi sudah ingatkan kalian berempat 'kan! Sekarang ayo makan, setelah itu langsung melapor sama Bang Johan!" kata Bang Irul.

1
Ubii
Sebenarnya gadis di foto itu siapa ya? kok muncul terus/Speechless/
Ubii
rarww /Skull/
Ubii
merinding, gak bisa bayangin /Sweat/
Ubii
keren ceritanya, dari sekian banyak yang aku baca, ini sangat menarik /Angry/ aku tunggu kelanjutannya ya!
Rozh: Oke, terimakasih, semoga suka dan terhibur sampai cerita ini tamat 🌹
total 1 replies
Ubii
lagi tegang-tegangnya malah di bikin ngakak/Facepalm/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!