Gita merasakan jika berada didekat suaminya merasa sangat emosi, dan begitu juga dengan sang suami yang selalu melihat wajah istrinya terlihat sangat menyeramkan.
Setiap kali mereka bertemu, selalu saja ada yang mereka ributkan, bahkan hal.sepele sekalipun.
Apa sebenarnya yang terjadi pada mereka? Apakah mereka dapat melewati ujian yang sedang mereka hadapi?
Ikuti kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebelas
Raihan dibawa pulang ke rumah Nita. Sedang kan Gita masih dalam perawatan, mungkin ia akan memaksa pulang sore nanti, sebab tidak enak jika di klinik seorang diri, dan jauh dari puteranya.
Bocah laki-laki itu terlihat sangat patuh dan tidak rewel saat Nita membawanya pulang ke rumahnya.
Wanita itu memberikan maianan sembari menonton televisi, dan wanita itu melanjutkan untuk memasak makan siangnya.
Hanya menu sederhana, telur ceplok sambal dengan rebusan daun singkong.
Ia sengaja mengunci pintu rumah agar merasa aman dan Raihan tidak sembarangan keluar dari rumah saat ia sibuk memasak didapur.
Nita melirik ke ruang tengah, dan bocah itu masih sibuk dengan mainannya. Setelah menyelesaikan masakannya, ia mendengar suara Raihan sedikit rewel, lalu ia menghampirinya, dan tercium aroma busuk, ternyata bocah itu sedang buang air besar.
"Ayo, kita mandi, setelah makan bobok, ya?" Nita membawa bocah itu ke kamar mandi, lalu membersihkan kotorannya dan memandikan sang bocah laki-laki.
Setelah selesai, ia teringat jika diapersnya tidak ada. Tiba-tiba ia teringat jika Gita tadi menitipkan kunci rumah padanya.
Ia menunu kamar, lalu memeriksa tas nya, dan menemukan kunci rumah dengan gantungan boneka kucing kecil berwarna biru muda.
Ia mengambilnya, lalu menggendong Raihan dengan menggunakan kain jarik. "Yuk, pulang dulu. Kamu jangan pipis ya, kita ambil diapers ke rumah." Nita menggendong sang bocah, lalu mengemudikan motornya menuju rumah Gita yang berjarak dua ratus meter dar8 rumahnya.
Setibanya didepan rumah, Raihan yang tadinya sangat diam, tiba-tiba menangis dengan kejer saat Nita membuka pintu pagar rumah sahabatnya.
"Huaaaa... Huaaaaaa...." tangisannya membahana dan ia seolah memberontak untuk tidak masuk ke dalam.rumah tersebut.
Nita kebingungan. "Cup cup cup, diam ya, Sayang. Tante cuma mau ambil diapers doank," wanita itu mencoba menenangkan.
Namun Raihan semakin menjadi-jadi saat Nita memasuki halaman rumah Gita.
"Huaaaa... Huaaaaa... Momok!" ia semakin mengeraskan tangisannya.
Sesaat Nita merasakan bulu kuduknya meremang, dan mencoba mengusir rasa takut yang datang tanpa.diundang.
Semakin Nita mendekati pintu, maka Raihan semakin mengeraskan suaranya.
Wanita itu menghentikan langkahnya, ia terdiam sejenak dan memandangi wajah Raihan yang tampak ketakutan.
Karena tak tega, ia akhirnya membawa Raihan keluar dari halaman dan melewati pintu pagar. Tiba-tiba saja bocah itu langsung diam dari tangisannya.
Nita merasa sangat aneh, dan sesaat punggungnya terasa menebal dengan menahan sesuatu yang mencoba mengikutinya dari arah belakang saat ia berada didalam halaman rumah Gita.
Melihat bocah laki-laki itu terdiam, Nita berniat kembali lagi masuk, dan menganggap jika Raihan hanya kebetulan menangis.
Ia membuka pagar, dan melangkah masuk. Tiba-tiba saja Raihan kembali menangis dengan suara lengkingan yang sangat ketakutan.
Melihat hal.itu, Nita kembali keluar dari pintu pagar dan menutupnya.
Lagi-lagi Raihan kembali menangis dengan sangat kencang. Nita tersentak kaget melihat sikap Raihan yang tak biasa.
Ia menatap sekeliling rumah Gita dan tidak ada yang berbeda, dan hanya saja ia sedikit merasakan bulu kuduknya meremang.
Ia menarik nafasnya dengan berat, lalu memilih untuk meinggalkan rumah sahabatnya dan kembali pulang. "Ya sudah, ayo kita kembali ke rumah Tante," Nita membawa Raihan kembali ke rumahnya, dan ia memilih untuk membeli diapers dengan uangnya sendiri, sebab Raihan tak mau masuk ke rumahnya sendiri.
Setibanya dirumah, Nita memasangkan diapers untuk Raihan, menyuapi makan siang, dan berakhir dengan tidur siang.
Semua itu berjalan dengan lancar tanpa drama Raihan harus rewel.
Melihat bocah itu sudah tidur dengan nyenyak, Nita memilih umtuk membersihkan rumahnya.
****
Gita masih terbaring diranjang klinik. Ia merasakan ngilu dibagian sekujur tubuhnya sangat sakit, dan ia harus menahan semuanya sendirian, bahkan Arka tak menghubunginya, sesibuk apakah dia? Apakah tidak ada waktu barang sedetik pun untuk bertanya apakah ia baik-baik saja?
Saat bersamaan, ponselnya kembali bergetar. Ia dengan cepat menyambar ponselnya dan berharap jika itu adalah Arka sang suami.
Namun ia harus kecewa, saat nomor tanpa nama. Ia menggeser tombol hijau dan panggilan tersambung.
"Hallo, bu Gita," tanya seseorang daru seberang telepon yang merupakan perempuan.
"Ya, saya sendiri, apakah ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan semangat dan berharap jika wanita itu akan memesan sesuatu padanya.
"Ini, Bu. Sebelumnya saya minta maaf, saya mau bilang jika cake tape keju pesanan saya yang untuk hari saya cancel, ternyata hari acaranya ditunda Jum'at depan," ucapnya tanpa beban masalah.
Seketika Gita tercengang. Ia meraskan sesak didadanya, dan bibirnya bergetar menahan rasa sakit yang saat ini bukan hanya fisik, tetapi juga perasaannya.
Mengapa harus sekarang memberitahunya? Mengapa tidak sehari sebelum hari--H dan sekarang dibatalkan begitu saja.
Gita mematikan panggilan tersebut. Ingin rasanya ia memaki wanita itu, dan memberikannya kata paling menyakitkan namun ia mencoba menahan semua luapan emosinya.
Mengapa ujian datang terus dan menerus, Dosa apa yang telah ia lakukan sebelumnya? Sehingga mendapatkan peristiwa beruntun dan kesialan setiap saat.
Bulir beming jatuh disudut matanya yang sudah mulai tampak berkaca-kaca dan akhirnya ia tidak tahan juga
Waktu terus berjalan, dan saat ini sudah menunjukkan pukul lima sore. Gita memaksa untuk pulang. Ia tahu jika pria itu tak juga mempertanyakan tentang kondisinya atau mengunjunginya.
Ia memanggil perawat yang sedang berjaga. "Ya, ada apa,Bu? Tanya wanita dengab sambutan sopan..
"Ibu sudah selesai, dan persiapkan surat rawat jalan--ya," pintas gita dengan sangat memohon.
"Tapi besok baru bisa pulang, Bu," perawat itu tampak memberikan penjelasn tentang masalah kepulangan untuk pasien mereka.
Gita semakin tak ingin mendengarkan, ia tetap "Aku sudah merasa sehat, dan ingin pulang apapun caranya!" Gita terua mendesak.
Melihat hal tersebut, perawat melaporkannya pada dokter yang bertugas diklinik kesehatan tersebut..
Karena desakan dari Gita, akhirnya mereka mengijinkan untuk Gita pulang dengan syarat harus kontrol.
Gita menyetujuinya, dan perawat mencabut jarum infus yang berukuran cukup besar, lalu membayar biaya perobatan yang sudah cukup banyak, meskipun ia harus mengorbankan uangnya tanpa bantuan dari sang suami.
Setelah menyelesaikan semuanya. Ia meninggalkan klinik dengan mengendarai motornya. Rasa sakit masih merajam tubuhnya, dan melajukan kendaraannya untuk segera tiba dirumah.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya ua tiba didepan rumahnya dan saat bersamaan Arka baru saja pulang dari kantornya.
"Kau tidak menjengukku, Mas?" tanya Gita dengan meringis menahan sakit..
"Ma jenguk apa lagi? Kan udah bisa pulang, berarti sudah mendingan!" jawab Arka dengan nada ketus. "Kamu itu jangan terlalu lebay, dikit-dikit nangis!!" ia menimpali ucapannya.
Hal itu semakin membuat hati sang wanita bertambah sakit.
kaauupok mu kapan dehhh
dan di lubang lily nnti ada bisa kelabang siapa yg mencicipi akan metong /Facepalm/
xiexiexiexie.....
anak semata wayang yang dibangga-banggakan ternyata astaghfirullah ...