Sahara, si arwah penasaran yang sekarang sudah menjadi pendamping keluarga Darmawan masih harus terus berperang melawan para jin dan manusia yang masih ingin mengganggu keluarga itu.
Tapi sekarang dia tidak hanya di temani Rukmini atau Gandra saja, ada dua anaknya yang merupakan algojo yang mendampingi Dimas dan Kania yang terikat perjodohan darah. mereka adalah Argadana dan Anggadana.
Bintang dan Galuh juga masih terus membantu anak anak mereka agar bisa hidup dengan tenang dalam masa penyatuan perjodohan itu.
mampukah Sahara dan kedua anaknya melindungi keluarga Darmawan terutama Dimas dan Kania?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ridwan01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Semakin kurang ajar
Karena tidak ada titik temu, akhirnya Adrian membawa Widuri ke pesantren untuk di rawat oleh cucunya, karena Widuri tetap keukeuh ingin di nikahi Adrian. Adrian sengaja melakukan itu agar Widuri bisa melihat kalau Adrian sudah punya keluarga dan punya istri yang dia sayangi.
"Ini kamar Mbak Widuri, kalau ada apa apa bisa panggil Asha ataupun Zia" ucap Zia
"Kenapa saya tidak di rumah Kiai Abah?" tanya Widuri
"Di sana sudah penuh kamarnya, ada cucu dan cicitnya yang tidur di sana, lagipula Mbak bukan mahrom Om Rian, di sini hanya ada para santri perempuan, dan mereka juga bersedia membantu mbak sampai mbak pulih" jawab Zia
"Saya tidak mau di sini, saya mau di rumah pak Kiai Abah" jawab Widuri memaksa
"Kalau mbak tidak mau di sini, mbak bisa tinggal di rumah sakit, di sana lebih nyaman dan kalau mau di periksa tinggal panggil dokter" ucap Zia sedikit kesal
"Iya Mbak, Kiai Abah sudah berbaik hati mau merawat mbak, harusnya mbak tahu diri, apa Mbak berani berhadapan langsung dengan Bu nyai Sari?" tanya seorang santriwati
"Saya tidak takut, saya pasti akan menikah dengan Kiai Abah dan jadi kesayangan beliau" sinis Widuri
"Astagfirullahaladzim" ucap semuanya mengelus dada
Di rumah Adrian
"Bagaimana dim? Apa mesin airnya bisa di perbaiki?" tanya Abidzar yang saat ini sedang di halaman belakang bersama Dimas, Soleh dan Aryasatya.
"Bisa kak, ini Dimas sudah beli onderdil yang rusak di pasar, jadi masih bisa dipakai" Jawab Dimas mencoba menyalakan mesin air Itu dan ternyata memang berfungsi kembali.
"Alhamdulillah, ustadz Soleh tidak perlu nimba air subuh subuh, nanti atur saja jadwal menyalakan airnya ya sama ustad yang lain, kita tinggal sambung pipa saluran air ke kamar mandi masing masing" ungkap Abidzar
"Terima kasih Kiai dan mas Dimas juga" ungkap Soleh
"Kalau Dimas buka bengkel di sini pasti ramai, kenapa tidak tinggal di sini saja?" tanya Aryasatya
"Kasihan papa dan mama Om, nanti mereka sedih, lagipula nanti Delisha akan pesantren di sini, jadi rumah akan sepi kalau tidak ada Dimas" jawab Dimas
"Kalau Delisha pesantren di sini, tinggal di kamar Kania saja, supaya Tante Sari bisa tetap ada temannya" ucap Aryasatya
"Kalau di ijinkan Delisha pasti mau" jawab Dimas
"Papa, ada energi jahat masuk ke rumah Kiai tampan Ibunda" bisik Anggadana
"Energi jahat bagaimana?" tanya Dimas dalam hati
"Energi yang di bawa perempuan tadi, yang di tabrak mobil Kiai tampan Ibunda" jawab Anggadana
"Mana Argadana?"
"Sedang mengawasi perempuan itu pa" jawab Anggadana
Puk.
Kenapa bengong?" tanya Soleh menepuk bahu Dimas
"Saya lupa kalau Dirga dan Delisha minta di buatkan manisan mangga" jawab Dimas berbohong
"Oalah.. Kenapa baru bilang, nanti Om ambilkan mangga yang bagus, terus di kasih ke Tante Sari
"Hahaha logat jawanya keluar" ledek Abidzar
"Kamu ini, berani meledek mertua sendiri" gerutu Aryasatya menjewer telinga Abidzar
"Hehe maaf Abi, jadi rindu Ardhan di Solo kalau dengar Abi ngomong medok begitu" ungkap Abidzar karena Aryasatya adalah putra pemilik pesantren di Solo
"Adik Abi itu sekarang sudah besar, sudah punya calon istri juga" jawab Aryasatya
"Kalian disini? Lihat Sari tidak?" tanya Adrian menghampiri mereka
"Bu nyai tadi sedang mengobrol dengan Kania dan kak Asha Abah" jawab Dimas
"Tidak ada" jawab Adrian
"Tempat para santri perempuan pa" bisik Anggadana
"Tempat santri perempuan Abah" ucap Dimas dan semuanya segera berlari ke sana karena merasakan ada yang tidak beres di sana.
Para santri yang melihat Adrian berlari jadi ikut berlari juga karena mereka khawatir ada masalah di tempat santri perempuan. Bahkan mereka membawa sesuatu seperti tongkat karena khawatir di sana ada ular seperti beberapa hari yang lalu di temukan ular di salah satu kamar seorang santri.
"Sari!" panggil Adrian ketika melihat Sari sedang berdiri berhadapan dengan Widuri di depan pintu tempat Widuri menginap.
"Kiai Abah, lihat istrinya membentak saya saya juga di tampar" Adu Widuri yang pipinya terlihat lebam tapi Adrian justru menghampiri Sari dan mengecup telapak tangannya.
"Kamu tidak apa apa?" tanya Adrian khawatir
"Kiai Abah, saya yang di tampar kenapa malah istri Kiai yang di bela?" tanya Widuri
"Istri saya tidak pernah menampar orang tanpa alasan, jadi kalau sampai dia menampar kamu, itu berarti kamu yang salah!" jawab Adrian merangkul Sari
"Tapi semua santri di sini saksinya kalau saya tidak melakukan apapun, istri Kiai yang tiba tiba datang dan menampar saya!" balas Widuri
"Wah, perempuan ini menantang khodam Bu nyai cantik" ungkap Argadana karena sekarang aura Sari sudah di penuhi kemarahan
"Sari, Istighfar" bisik Adrian
"Bagaimana aku bisa tenang melihat perempuan gatal ini berkeliaran di sini dan mengaku ngaku sebagai calon istri kamu mas" ucap Sari dengan tatapan tajam
"Santri di sini tidak akan ada yang percaya, mereka tidak akan menanggapi omongan Widuri" jawab Adrian
"Tapi aku terganggu, mulutku rasanya ingin mengumpat sekarang" jawab Sari
"Ayo Bu nyai cantik, keluarkan khodam mu" bujuk Argadana dan di geplak kepalanya oleh Adrian
"Aws... Papa, Kiai tampan Ibunda nakal" adu Argadana memeluk Dimas yang menahan tawanya karena Adrian harus menenangkan Sari dan juga mendisiplinkan Argadana tapi tidak boleh ketahuan orang orang.
"Kita pulang ya, aku akan belikan bolu pisang" bujuk Adrian
"Aku punya yang di kasih Silvia"
"Jangan begitu dong, aku tidak mau kamu repot repot mengurus perempuan yang tidak penting itu" bujuk Adrian
"Kenapa saya tidak penting Kiai, Kiai akan bertanggung jawab kan, saya sudah terlanjur malu sama orang orang, jadi saya akan tetap minta di nikahi pak Kiai Abah" ucap Widuri
Sari sudah tidak bisa diam lagii, dia menepis tangan Adrian yang memeganginya, mendekati Widuri dan mencekiknya sampai kakinya terangkat, dan Widuri yang lebih tinggi dari Sari terus meronta meminta tolong.
"Umurku mungkin sudah kepala enam, tinggiku juga hanya seratus lima puluh enam centi meter, tapi aku masih mampu menumbangkan seorang laki laki dengan tinggi seratus sembilan puluh dua centi meter, kamu mau coba aku hantamkan ke aspal jalan raya di depan!" bentak Sari
"Sari, sudah nanti tangan kamu sakit" bujuk Adrian
"Kiai.. To.. To.. long" lirih Widuri
Para santri lama yang melihat itu sama sekali tidak merasa terkejut karena memang seorang Sari yang bertubuh kecil mampu melakukan itu, dia adalah seorang murid pencak silat di perguruan pencak silat milik almarhum ayahnya.
"Wah, Bu nyai cantik memang hebat, kalau semua istri sah seperti Bu nyai , pelakor pasti pada takut, dan para suami akan tunduk" ungkap Anggadana
"Anak kecil tahu dari mana bahasa seperti itu" ucap Dimas gemas
"Dari Ibunda papa" jawab keduanya polos dan terus menatap Sari dengan wajah berbinar.
"Oma, sudah Oma, nanti dia mati" bujuk Abidzar tapi tak di dengar Sari
"Sayang, jangan begini ya, nanti kita nikahkan saja Widuri dengan Farhan" bujuk Adrian membuat para santri menggigit bibir mereka karena seorang Adrian yang terkena galak selalu tunduk pada Sari.
"Usir, atau dia aku berikan pada bang Mandala!" tegas Sari
"Iya aku usir dia, akan kau minta penjaga gerbang untuk melarang perempuan ini masuk" jawab Adrian
Bruk.
"Aakhhh... Hhh.. Saya akan laporkan Bu nyai pada polisi" ancam Widuri yang di lempar Sari sampai terjatuh.
"Percuma, di sini tidak ada saksi" ucap Dimas dan semua orang tiba tiba saja pergi dari sana
"Hei! Kalian bersekongkol dalam kejahatan!' teriak Widuri
"Kamu yang jahat karena memaksa masuk ke dalam sebuah hubungan yang sudah terikat kuat" sinis Dimas
"Laporkan saja, saya tidak takut, lagipula kamu bukan level saya, saya hanya tidak suka saat kamu bilang, kamu tidak takut bersaing dengan saya, saya itu ratu di hati seorang Adrian Wijaya, jangan harap kamu bisa masuk" ungkap Sari
"Saya tidak mau pergi dari sini" ucap Widuri tak tahu malu
"Pergi dan terima kompensasi dari kami, atau kamu akan kami laporkan atas tuduhan pemerasan" ancam Dimas
"Sebaiknya Mbak pergi mbak, jadi perempuan yang baik, kalau mau cari jodoh itu cari orang yang masih lajang, jangan yang beristri" ucap Zia
"Hahaha.. Apa kalian pikir kalian bisa mengusir ku!" ucap Widuri yang sekarang tiba tiba saja berubah menakutkan dengan lingkaran hitam di matanya dan bola matanya yang berubah putih semua.
"Innalilahi, dia kerasukan" ucap Abidzar dan Dimas
semangat othor/Determined/