NovelToon NovelToon
Sebatas Pendamping (Derita Yang Tak Berujung)

Sebatas Pendamping (Derita Yang Tak Berujung)

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Pengganti / Obsesi
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Cty S'lalu Ctya

Pahit nya kehidupan yang membelengguku seolah enggan sirna dimana keindahan yang dulu pernah singgah menemani hari-hari ku terhempas sudah kalah mendapati takdir yang begitu kejam merenggut semua yang ku miliki satu persatu sirna, kebahagiaan bersama keluarga lenyap, tapi aku harus bertahan demi seseorang yang sangat berarti untuk ku, meski jalan yang ku lalui lebih sulit lagi ketika menjadi seorang istri seorang yang begitu membenci diri ini. Tak ada kasih sayang bahkan hari-hari terisi dengan luka dan lara yang seolah tak berujung. Ya, sadar diri ini hanya lah sebatas pendamping yang tak pernah di anggap. Tapi aku harus ikhlas menjalani semua ini. Meski aku tak tahu sampai kapan aku berharap..
Adakah kebahagiaan lagi untuk ku?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cty S'lalu Ctya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menekan Ku

Ceklek..

GREP

"Pak.." lirihku ketika dia memeluk tubuh ku. Seketika aku hendak menjauh tapi dia mendekap ku begitu erat.

"A-pa yang terjadi Kak?" kata ku tercekat ketika mendapati tubuh nya bergetar.

"Aku butuh kamu" ujar nya dengan parau.

Deg

Jantung ini berdebar, antara takut, apalagi melihat tatapan mata nya yang seolah ingin menelanjangi ku. Aku pun melangkah mundur, tapi dia dengan cepat menarik tangan ku dan mengunci tubuh ke dinding.

"A-pa yang akan kau lakukan?" lirih ku bergetar ketika dia memperhatikan wajahku begitu intens. Tangan nya yang satu mencengkram dagu ku lalu tanpa aba-aba dia mencium bibir ku. Mata ku terbelalak, sebisaku memberontak tapi dia semakin menekan tengkuk ku.

"Buka mulutmu!" tekan nya, aku menggeleng, tapi dia seolah semakin geram kembali dia menempelkan bibirnya pada bibir ku.

"Auww.." pekik ku ketika dia menggigit bibir ini, dia pun dengan sigap melumat bibir ku menyapu semua rongga dengan ciuman nya yang begitu brutal, tak ada lagi jalan aku pun pasrah dengan perlakuan nya dengan air mata yang tak lagi dapat ku bendung, dia baru melepas kan pangutan nya ketika mendapati ku sulit untuk bernafas.

"Huft..Huft.."

Dia menatap ku begitu dalam, mungkin dia menyadari jika mataku sembab. Dia pun memilih melenggang dari ku melangkah ke dalam kamar mandi.

BRAK..

Tubuh ini bergetar hebat, tangan ku memukul dadaku yang terasa begitu nyeri, air mata ku tak bisa lagi ku bendung, tubuh ini akhirnya luru ke lantai tangis ku pecah, aku meringkuk, sakit, begitu sakitnya hati ini mendapati perlakuan nya yang begitu kejam padaku.

Mata ini terbuka, ketika mendengar bunyi adzan subuh, aku pun segera bangun, betapa terkejutnya aku yang tidur di atas ranjang, aku menelisik baju ku, aku bersyukur mendapati baju ku masih tersemat di tubuh ku juga hijab ku masih membungkus kepalaku. Ku mencoba melihat ke samping ternyata dia tidak ada di sampingku, bahkan di kamar ini tidak ada keberadaan nya. Mengingat kejadian tadi malam membuatku menghela nafas kasar. Tak ingin terlarut dalam perasaan ini ku putuskan untuk segera beranjak membersihkan diri dan menemui Emir di kamar nya. Takut Emir akan mencari ku jika bangun nanti.

Pukul enam pagi semua pekerjaan rumah sudah selesai begitu juga makanan untuk sarapan sudah ku siapkan di atas meja. Emir pun sudah bangun, dia lebih asyik main dengan mobil robot yang di kasih bibi.

"Sayang, main nya nanti lagi ya, Emir mandi dulu!" ujar ku masuk ke dalam kamar. Emir menatap ku sejenak lalu mengangguk.

"Ayok,, anak ibu memang pintar!" ucap ku mengangkat tubuh nya.

"Yeh.." Emir terlihat begitu gembira. Aku pun menggendongnya masuk ke dalam kamar mandi yang ada samping dapur.

"Emir, disini saja ya jangan kemana-mana ibu mau bersiap dulu" seru ku ketika mendudukkan Emir yang sudah ganteng di ruang makan. Emir pun mengangguk dia selalu membawa mobil robot itu kemana-mana. Saat aku hendak melangkah bertepatan dia turun dari tangga dengan pakaian yang sudah rapi. Aku menunduk, saat dia melewati ku.

"Buatkan aku kopi!" pintanya seraya duduk di kursi. Dengan langkah gegas aku langsung kembali ke dapur untuk membuatkan kopi.

"Ini kopi nya!" ku letakkan kopi di depan nya. Lalu aku beralih pada Emir yang duduk di kursi yang ada di samping nya. Emir mencuri pandang pada dia. Aku takut dia tak nyaman maka ku putuskan untuk membawa Emir pergi.

"Emir, Emir tunggu di dalam saja ya!" ajak ku pada Emir.

"Biar dia disini!" cegah nya dengan tegas, dan itu berhasil membuatku bingung.

"Jangan jadikan dia alasan jika kau terlambat!" lanjut nya. Kedua tangan ini terkepal, aku pun menarik nafas dalam sebelum pergi.

"Sayang, Emir diam disini saja, ibu bersiap-siap dulu" pesan ku pada Emir, Emir mengangguk, aku pun berlalu meninggalkan ruang makan untuk segera mandi dan bersiap-siap untuk pergi bekerja.

Dua puluh menit aku sudah usai bersiap, segera ku keluar dari kamar dan menemui Emir di ruang makan, tapi sampai di ruang makan aku tak mendapati siapapun. Segera ku mencari Emir dengan perasaan yang tak menentu.

"Emir, kamu dimana nak?" seru ku memanggil Emir, di kamar tidak ada, di ruang tengah tidak ada dan di ruang tamu juga tidak ada.

"Emir, kamu dimana nak?" panggil ku dengan panik seraya melangkah mencari keberadaan Emir ke depan. Di taman depan pun tidak ada.

"Emir,," panggilku berkali-kali mencari keberadaan anak ku dengan pikiran ini mulai takut dan panik.

"Emir.." lirih ku mendapati Emir yang bermain di taman belakang. Emir menatap ku, dia langsung berlari memeluk ku.

"Ibu.."

GREP..

Tubuh mungil itu segera ku peluk, antara lega dan takut ketika melihat dia berdiri di kursi taman dengan tatapan menyeringai. Dia berhasil membuatku panik dan takut.

"Ibu, ibu kenapa?" tanya Emir yang mendapati ku masih terdiam. Aku mencoba menarik nafas menenangkan pikiran ini baru ku lerai pelukan ku.

"Ibu hanya khawatir nak.." balas ku seraya memegang kedua pipi nya.

"Maafin Emil Bu, gak bilang ibu dulu" kata Emir terlihat takut mungkin dia merasa bersalah. Ku lihat pak Prayoga berdiri lalu melangkah masuk ke dalam rumah.

"Ya sudah kita ke dalam, Emir pasti sudah lapar" ajak ku agar Emir tak lagi merasa bersalah.

Saat bekerja pun pikiran ku masih tak begitu fokus, kembali ku mengingat kejadian tadi malam dan pagi tadi membuat ku menjadi lebih takut. Kenapa dia begitu menakutkan, perlakuan nya pada ku dan tatapan nya tadi pagi membuatku merasa lebih was-was. Aku takut dia menjadikan Emir sebagai alat untuk menekan ku karena dia tahu Emir adalah kelemahan ku. Getar ponsel di saku membuyarkan lamunan ku. Dengan cepat ku ambil dan ku lihat siapa yang menghubungi ku ternyata dari lapas.

"Assalamu'alaikum"

'Ayah anda terpeleset di kamar mandi"

"APA,, saya akan segera kesana" aku pun segera berlari tak perduli apa pun yang ku pikirkan saat ini adalah keadaan ayah.

"Yumna, ada apa?" tanya Tiara mengejar ku dia begitu khawatir.

"Maaf aku harus segera pergi" kata ku seraya berlalu.

"Hati-hati Yumna" balas Tiara seraya menatap kepergian ku.

"Pak, saya ingin bertemu ayah saya!" mohon ku pada sipir yang berjaga ketika sampai di lapas.

"Nona ayah anda di bawah ke rumah sakit" ujar sipir memberitahuku.

"Di-Di rumah sakit mana?" cicit ku.

"Rumah sakit X" jawab sipir itu, gegas aku menuju rumah sakit tersebut. Dalam hati aku selalu berdoa Tuhan aku mohon tolong selamatkan ayah.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!