Kisah dewasa (mohon berhati-hati dalam membaca)
Rianti bekerja di perusahaan milik Bramantya, mantan suami adiknya. Menjelang pernikahannya dengan Prabu, ia mengalami tragedi ketika Bramantya yang mabuk dan memperkosanya. Saat Rianti terluka dan hendak melanjutkan hidup, ia justru dikhianati Prabu yang menikah dengan mantan kekasihnya. Di tengah kehancuran itu, Bramantya muncul dan menikahi Rianti, membuat sang adik marah besar. Pernikahan penuh luka dan rahasia pun tak terhindarkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Rianti membuka matanya dan melihat Mama, Linda, Dessy dan Bramantya ada dikamarnya.
Melihat Bramantya yang ada di dekatnya, Rianti langsung bangkit dari tempat tidurnya.
"Rianti, kamu mau kemana?" tanya Mama dengan wajah kebingungan.
"A-aku mau ke Mas Prabu, Ma. Aku ingin tahu kenapa Mas Prabu memilih menikah dengan wanita itu? L-lalu bagaimana dengan pernikahanku?" jawab Rianti dengan suara lirih.
Mama memeluk tubuh putrinya dan mengatakan kalau pernikahannya dibatalkan saja.
"Jangan dibatalkan, Ma. Biar aku saja yang menikahi Rianti." ucap Bramantya sambil berdiri di hadapan mereka berdua.
Rianti menggelengkan kepalanya dan ia tidak mau menikah dengan orang yang sudah memperkosanya.
Ia tidak bisa mengatakan kepada Mama kalau Bramantya lelaki yang sudah merenggut mahkotanya.
"Rianti, benar kata Bramantya. Menikahlah dengan dia." pinta Mama.
Linda yang mendengarnya langsung maju ke depan.
"Nggak! Aku nggak setuju kak Rianti menikah dengan mantan suamiku! Apa kata orang? Aku nggak mau!"
Bramantya menatap wajah Linda yang dari dulu selalu egois.
"Lin, kita nggak butuh pendapat kamu. Sekarang aku akan menikahi kakak kamu." ucap Bramantya sambil menggenggam tangan Rianti.
Rianti mencoba melepaskan tangannya, tetapi genggaman tangan Bramantya sangat erat.
Para tamu sudah hadir dan Penghulu juga sudah siap.
"A-aku nggak mau menikah sama kamu," ucap Rianti.
"Diam! Atau aku akan melakukannya lagi."
Rianti menundukkan kepalanya dan ia hanya bisa pasrah dengan apa yang akan terjadi padanya.
Linda meminta Mamanya untuk menggagalkan pernikahan Rianti.
"Linda, biarkan kakakmu bahagia. Kasihan dia," ucap Mama.
Linda tidak terima jika mantan suaminya menikah dengan Rianti.
Rianti masih terdiam dengan air mata yang jatuh tanpa henti.
Tangannya masih digenggam erat oleh Bramantya, sementara di dalam dadanya rasa takut bercampur dengan perih tak terucapkan.
“Mama, kenapa Mama malah setuju?!” teriak Linda dengan wajah merah padam.
“Dia itu mantan suamiku! Apa Mama nggak malu kalau orang-orang tahu?!”
“Cukup, Lin! Kamu jangan egois. Kakakmu sudah dipermalukan. Prabu meninggalkannya. Apa kamu tega melihat kakakmu jadi bahan omongan orang seumur hidupnya?”
“Tapi, Ma....”
“Diam, Linda!” potong Mama keras.
Bramantya berdiri tegak, suaranya penuh wibawa meski tatapannya menusuk ke arah Linda.
“Lin, kamu sudah bukan istriku. Kamu nggak berhak mengatur hidupku lagi. Aku akan menikah dengan Rianti. Dan aku tidak peduli dengan pendapat kamu."
Linda terisak, wajahnya memerah karena amarah dan cemburu.
Ia menatap Rianti dengan pandangan penuh kebencian.
“Kak, kamu tega? Kamu tega nikah sama mantan suamiku?!”
Rianti terisak semakin keras, tubuhnya bergetar saat mendengar perkataan dari adiknya.
Ia ingin berteriak, ingin mengatakan kebenaran tentang apa yang dilakukan Bramantya padanya semalam.
Namun, suaranya tercekat di tenggorokan. Kata-kata itu terkunci oleh rasa takut.
“Aku nggak mau.” bisiknya lirih, hampir tak terdengar.
Bramantya menunduk, berbisik di telinga Rianti dengan nada dingin yang hanya bisa didengar olehnya.
“Kamu mau atau tidak, pernikahan ini tetap terjadi. Kalau kamu melawan, aku bisa hancurkan hidupmu.” ancam Bramantya.
Bramantya kembali duduk dan meminta penghulu untuk segera memulai acaranya.
Penghulu meminta Bramantya untuk menjabat tangannya.
“Baiklah, mari kita mulai akad nikahnya,” ucap penghulu dengan suara lantang.
Bramantya menatap Rianti sekilas lalu menggenggam erat tangan saksi di depannya.
Suaranya terdengar mantap, tanpa ragu sedikit pun.
“Saya terima nikah dan kawinnya Rianti Maharani binti Almarhum Deddy Pratama dengan mas kawin dua ratus dolar, dibayar tunai.”
Hening seketika dan para tamu terdiam, menunggu jawaban saksi.
“Sah!” ucap para saksi serempak.
Tepuk tangan pun terdengar, meski tidak seramai biasanya.
Ada yang tersenyum, ada pula yang berbisik-bisik penuh tanda tanya.
Sementara itu, Rianti hanya terisak, hatinya hancur berkeping-keping.
Gaun pengantin putih yang ia kenakan kini terasa seperti kain penjara yang membelenggunya.
Linda berdiri di belakang dengan wajah merah padam.
Tangisnya pecah, bukan karena sedih, melainkan karena amarah dan cemburu yang membakar hatinya.
“Tidak!! Ini tidak adil!” jerit Linda sambil menatap Bramantya dengan penuh benci.
Namun, Bramantya hanya menoleh sekilas, bibirnya melengkung tipis.
Ia menggenggam tangan Rianti semakin erat, seakan ingin menunjukkan pada semua orang bahwa kini Rianti adalah miliknya suka atau tidak suka.
Setelah itu Bramantya menandatangani buku pernikahan mereka berdua.
Setelah menandatangani buku pernikahan, Bramantya menoleh ke arah Mama dengan wajah tenang, seolah tidak ada badai yang baru saja ia ciptakan.
“Mama, saya mohon doa dan restu dari Mama untuk pernikahan saya dan Rianti. Saya janji akan menjaga dia.”
Mama mengangguk, meski air matanya menetes. Tangannya bergetar saat meraih tangan Bramantya.
“Jaga baik-baik Rianti, jangan sakiti dia. Mama hanya ingin lihat dia bahagia.”
Rianti yang berdiri di sampingnya tidak mampu lagi menahan emosi.
Ia langsung memeluk Mama erat-erat dan suara tangisannya pecah.
“Ma, aku nggak sanggup. Aku takut.” bisik Linda lirih di telinga Mama.
Mama membelai rambut putrinya, mencoba menenangkan meski hatinya ikut teriris.
“Sabar ya, Nak. Semua ini demi kebaikanmu. Percayalah, Mama selalu ada untukmu.”
Bramantya menatap pemandangan itu dengan tatapan dingin bercampur puas. Ia lalu melangkah mendekat.
“Mama, sekarang izinkan saya membawa Rianti ke rumah saya. Mulai hari ini dia adalah istri saya, dan tempatnya ada di sisi saya.”
Rianti menegang, pelukannya pada Mama semakin erat.
“Ma, jangan biarkan aku pergi. Aku nggak mau ikut dia." isaknya semakin keras.
Mama menutup mata, air matanya jatuh semakin deras. Namun dengan suara parau, ia berkata,
“Pergilah, Nak. Ikuti suamimu. Itu sudah takdir kamu sekarang…”
Bramantya kembali menggandeng tangan istrinya dan mengajaknya masuk kedalam mobil.
"Masuk atau aku akan....,"
Belum selesai mengucapkan perkataanya, Rianti masuk kedalam mobil.
Bramantya melajukan mobilnya sambil melambaikan tangannya ke arah Mama dan para tamu lainnya.
Di dalam mobil Rianti menundukkan kepalanya dengan air matanya yang jatuh.
"Jangan menangis, Rianti. Seharusnya kamu bahagia karena aku menikahimu." ucap Bramantya.
Rianti tertawa kecil saat mendengar perkataan dari Bramantya.
"Bahagia? Apa aku harus bahagia bersama lelaki yang sudah memperkosa aku? Kamu sudah gila, Bram." ucap Rianti.
Bramantya menyunggingkan senyuman sinisnya dan meminta Rianti untuk menerapkan apa yang sudah terjadi.
Satu jam kemudian Bramantya menghentikan mobilnya di depan apartemennya.
"Ayo turun, dan tersenyumlah sedikit. Bukannya ini hari pernikahan kita." ucap Bramantya.
Rianti turun dari mobil dan ia berjalan di belakang Bramantya.
Banyak mata yang memandang ke arah mereka berdua.
Mereka masuk kedalam lift menuju ke lantai sepuluh.
Ting!
Pintu lift terbuka dan Bramantya membuka pintu apartemennya.
Rianti melihat apartemen Bramantya yang begitu mewah.