Eleanor tak pernah membayangkan akan bertemu Nicholas lagi, mantan suami yang bercerai darinya tujuh belas tahun silam. Semua berawal dari pesta rekan kerja yang ia datangi demi menemani sahabat kecilnya, William. Malam yang mestinya biasa berubah kacau saat tatapannya bertemu dengan Nicholas, lelaki yang dulu pernah ia cintai habis-habisan sekaligus orang yang paling ia hindari saat ini. Pagi hari setelah pesta, Eleanor menemukan dirinya terbangun tanpa pakaian di samping Nicholas. Pertemuan malam itu membawa hubungan baru dalam hidup keduanya. Apalagi setelah Nicholas dikejutkan dengan keberadaan remaja berusia enam belas tahun di rumah Eleanor.
Bagaimana takdir akan membawa hubungan mantan suami istri itu kembali? Atau justru Eleanor akan menemukan cinta yang baru dari seorang berondong yang sudah lama mengejar cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kilas Balik di Pesta
Musik jazz dari panggung kecil bergulir pelan, bercampur dengan denting gelas sampanye dan tawa halus tamu pesta. Eleanor berdiri di dekat meja sampanye, jemarinya membelai permukaan gelas dingin yang ia genggam mencoba menenangkan detak jantung yang kacau.
Langkah-langkah mantap terdengar di belakangnya. Ia tahu bahkan sebelum menoleh, tubuhnya sudah memberi sinyal, kulit tengkuknya meremang dan udara di sekitarnya seakan berubah padat.
“Bonsoir.”
Suara rendah, bariton dan berat mengusik telinganya.
Eleanor menoleh. Nicholas berdiri hanya beberapa langkah darinya. Setelan hitamnya jatuh sempurna, dasi kupu-kupu terikat rapi, seolah ia baru keluar dari majalah bisnis kelas dunia.
Eleanor mengangkat dagu sedikit. Ia berusaha menahan napasnya agar tetap stabil. “Bonsoir,” jawabnya singkat, nada suaranya dibuat setenang mungkin.
Nicholas menyodorkan tangan penuh kontrol. “Nicholas Armand.”
Ia menyebut namanya sendiri, seolah-olah memperkenalkan diri kepada seorang asing. Senyum tipisnya tidak bergeser sedikit pun.
Eleanor menatap tangan itu sejenak sebelum menyambut. Sentuhan singkat, kulit ke kulit. Terlalu singkat tapi cukup untuk membuat perutnya melilit.
“Eleanor,” katanya datar. Ia sengaja tidak menambahkan nama belakang.
Mata Nicholas menyipit sepersekian detik, senyumnya melebar nyaris tak terlihat. “Eleanor.” Ia mengulang pelan seolah pernah mencicipi namanya, menahannya lebih lama tinggal di lidah.
Eleanor menarik tangannya cepat, lalu menempelkan gelas sampanye ke bibir. Cairan dingin menelusuri tenggorokannya, tapi justru rasa panas yang menyebar di tubuhnya.
Nicholas tidak bergeser sedikit pun. Ia tetap berdiri dengan tatapan yang tidak bergeser seinci pun dari tubuhnya.
“Akhirnya Paris menunjukkan sisi paling indahnya malam ini,” kata Nicholas pelan, mengambil gelas sampanye dari meja di sampingnya dengan gerakan santai.
Eleanor menoleh sebentar, bibirnya membentuk senyum kaku. “Paris selalu indah. Anda hanya harus tahu ke mana harus pergi.”
“Benar.” Nicholas mengangkat alis, menyesap sampanye lalu matanya kembali mengunci pada Eleanor. “Dan kadang, kejutan terbaik muncul di tempat yang paling tak kita duga.”
Kalimatnya terdengar ringan, tapi ada nada ganda yang membuat Eleanor mengencangkan cengkeramannya pada gelas. Ia pura-pura tidak terpengaruh, memutar gelas itu pelan. “Saya tidak percaya pada kejutan. Biasanya hanya masalah salah waktu.”
Nicholas menyunggingkan senyum miring. “Ah, jadi Anda percaya pada kendali penuh? Setiap hal harus sesuai rencana, begitu?”
“Bukankah itu hal yang masuk akal?” balas Eleanor cepat.
Nicholas mendekat setengah langkah, cukup untuk membuat Eleanor merasakan aroma maskulinnya… cologne kayu dan sedikit aroma anggur merah. “Kadang, rencana terbaik justru berantakan. Dan itu… bisa menjadi awal dari sesuatu yang lebih menarik.”
Eleanor menegakkan tubuh, menatap lurus ke matanya dengan dingin. “Atau bencana.”
Nicholas tertawa pendek, suara rendah yang menggema samar. “Bencana bisa jadi menyenangkan… bagi mereka yang tahu cara menikmatinya.”
Kata-kata itu membuat dada Eleanor sesak. Ia buru-buru meneguk sampanye lagi, menyamarkan getar di bibirnya.
Di sekeliling mereka, tawa dan musik jazz berlanjut. Namun Eleanor merasa dunia menyempit hanya pada lingkaran kecil di antara dirinya dan Nicholas. Musik jazz berganti lebih hidup, saksofon melengking merdu memaksa semua orang di ruangan sedikit meninggikan suara. Nicholas memiringkan tubuhnya, mendekat ke Eleanor agar suaranya terdengar. Gerakan kecil itu membuat bahunya nyaris menyentuh bahu Eleanor.
“Paris memang penuh pesta,” bisik Nicholas di dekat telinganya, nada suaranya begitu intens seakan hanya milik mereka berdua. “Tapi malam ini… rasanya berbeda.”
Eleanor menahan napas, memalingkan wajahnya kea rah lain. “Tidak ada yang berbeda. Mungkin Anda hanya terlalu banyak minum,” balasnya dingin. Ia mundur satu langkah mencoba menjaga jarak.
Nicholas tersenyum lalu mencondongkan badan lagi, kali ini lebih dekat. “Bisa saja, atau mungkin… ada sesuatu yang lebih kuat dari alkohol.”
Eleanor mengeraskan rahangnya. Pria ini sangat menyebalkan.
Nicholas meraih segelas sampanye dari meja, tepat di samping tangan Eleanor. Jari-jarinya panjang dan kokoh, menyentuh gelas itu dengan tenang. Saat ia menarik gelas, punggung tangannya sedikit bersentuhan dengan jari Eleanor.
Sentuhan itu begitu singkat, hampir tidak disengaja. Namun cukup untuk membuat napas Eleanor tercekat. Nicholas menatapnya sambil mengangkat gelas itu lalu menyesap pelan. Senyumnya muncul lagi… senyum tipis yang penuh arti.
“Eleanor!” suara riang memecah ketegangan.
Eleanor hampir melompat kaget. William muncul dari kerumunan dengan dasi sedikit longgar, dan wajahnya yang memerah karena sampanye. Ia melangkah cepat, lalu berhenti di sisi Eleanor dengan senyum lebar.
“Ah, ternyata kalian sudah bertemu!” katanya ringan. Tangannya menepuk bahu Nicholas dengan akrab. “Izinkan aku memperkenalkan dengan benar, ini Nicholas Armand senior kami.. Pria yang berinvestasi setengah dari jaringan perusahaan ini.”
Eleanor kesulitan hanya untuk sekadar meneguk ludah. Rupanya William sudah mengenal Nicholas sebelumnya. Dunia ini begitu sempit.
Nicholas menoleh pada William. “Kau terlalu melebih-lebihkan.” Lalu matanya kembali ke Eleanor, menatapnya lebih dalam, seakan menyiramkan bara api di balik tatapan formal itu.
William tertawa, tidak menangkap apa-apa diantara mereka. “Kau harus hati-hati dengan orang ini, Eleanor. Dia bisa membuatmu merasa kecil hanya dengan tatapannya.”
Kalimat itu diucapkan bercanda tapi mampu membuat Eleanor tersedak udara. Ia tersenyum kaku, berusaha mengalihkan. “Begitu ya? Tapi aku rasa tidak ada yang begitu Istimewa hingga membuatku merasa kecil.”
Nicholas mengangkat alis, senyum dinginnya muncul lagi. “Jangan buru-buru mengambil kesimpulan. Kita lihat saja nanti.”
William tidak sadar, sibuk melambai pada rekannya di seberang ruangan. “Maaf, aku harus menyapa mereka sebentar. Kalian lanjutkan saja.” Ia menepuk bahu Nicholas sekali lagi, lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
Seketika udara di sekeliling Eleanor kembali padat. Nicholas tidak bergerak, tetap berdiri tegak di dekatnya. Eleanor memutar gelas sampanye di tangannya, berusaha fokus pada kilau kristal di langit-langit. Ia berharap Nicholas akan menjauh begitu William pergi.
Tapi Nicholas tidak bergeser. Justru ia melangkah setengah inci lebih dekat, membuat bahu mereka hampir bersentuhan. Dari sudut matanya Eleanor bisa melihat senyum tipis itu, senyum yang tidak pernah ia percayai sejak dulu.
“Seandainya kau tidak berpura-pura…” suaranya rendah, “malam ini bisa lebih mudah untukmu.”
Eleanor menoleh cepat, menatapnya dengan tajam. “Saya tidak tahu apa maksud Anda,” katanya dingin.
Nicholas menunduk sedikit, cukup dekat hingga Eleanor bisa merasakan hangat napasnya di telinganya. “Kau tahu persis maksudku.”
Eleanor buru-buru meneguk sampanye, lalu meletakkan gelas kosong di meja. “Aku harus…” suaranya terputus. Ia mengatur napas, lalu melanjutkan dengan lebih mantap, “aku harus mencari William.”
Nicholas tidak menghalangi. Ia hanya berdiri di sana, matanya mengikutinya saat Eleanor melangkah cepat menjauh menjauh darinya. Tidak ada yang berubah darinya, masih tetap cantik dan awet muda. Hanya saja wanita ini lebih keras kepala dan berani.
𝚋𝚒𝚊𝚛 𝚋𝚒𝚜𝚊 𝚝𝚊𝚖𝚋𝚊𝚑 𝚞𝚙𝚍𝚊𝚝𝚎 𝚡.. 🤭
𝚊𝚞 𝚖𝚎𝚗𝚞𝚗𝚐𝚐𝚞 𝙺𝚎𝚕𝚊𝚗𝚓𝚞𝚝𝚊𝚗 𝚡.. 💪