NovelToon NovelToon
PENGUASA YANG DIHINA, SULTAN YANG DIRAGUKAN

PENGUASA YANG DIHINA, SULTAN YANG DIRAGUKAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Matabatin / Crazy Rich/Konglomerat / Raja Tentara/Dewa Perang
Popularitas:584
Nilai: 5
Nama Author: Andi Setianusa

Ia adalah Sultan sebuah negeri besar bernama NURENDAH, namun lebih suka hidup sederhana di antara rakyat. Pakaian lusuh yang melekat di tubuhnya membuat orang menertawakan, menghina, bahkan merendahkannya. Tidak ada yang tahu, di balik sosok sederhana itu tersembunyi rahasia besar—ia memiliki kekuatan tanpa batas, kekuatan setara dewa langit.

Namun, kekuatan itu terkunci. Bertahun-tahun lalu, ia pernah melanggar sumpah suci kepada leluhur langit, membuat seluruh tenaganya disegel. Satu-satunya cara untuk membukanya adalah dengan menjalani kultivasi bertahap, melewati ujian jiwa, raga, dan iman. Setiap hinaan yang ia terima, setiap luka yang ia tahan, menjadi bagian dari jalan kultivasi yang perlahan membangkitkan kembali kekuatannya.

Rakyatnya menganggap ia bukan Sultan sejati. Para bangsawan meragukan tahtanya. Musuh-musuh menertawakannya. Namun ia tidak marah—ia tahu, saat waktunya tiba, seluruh negeri akan menyaksikan kebangkitan penguasa sejati.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andi Setianusa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PEDAGANG ANGKUH

Angin hitam tadi sudah reda, pasar kembali ramai dan seolah olah sudah lupa dengan kejadian tadi, mereka kembali sibuk dengan aktifias masing masing, termasuk pedagang pakaian yang menhina Sultan Al-Fariz sudah sibuk melayani pelanggan, dan pemuda yang berkacak pinggang meninterogasi Sultan Al-Fariz pun  jejaknya entah kemana. Tapi bagi Sultan Al-Fariz kata kata lelaki berjubah hitam tadi masih terngiang-ngiang di kepalanya.

"Aku sudah lama mencarimu… Sultan."

Ia menahan nafas dalam dalam, lalu melepaskan pelan, dan berfikir tidak ada yang tahu Identitasnya, setidaknya untuk saat ini, sampai waktunya tiba. Sultan Al-Fariz menyingkir dari keramaian dan pergi menuju sebuah gang kecil menuju tempat yang lebih hening dan agak sepi.

Di sudut gank itu berdiri sebuah toko pakaian, dimana agak sepi, tapi toko pakain itu menyediakan pakaian mewah dan berkualitas, aroma pakaian baru menyeruak pertanda pakaian disana bukan sembarang orang yang membeli, karena yang sanggup beli pasti dari kalangan orang berada dan bangsawan.

Sultan Al-Fariz berhenti sejenak di depan toko. Matanya tertuju pada gulungan kain sutra merah yang dipajang di etalase. Warna yang indah menyala, persis pakaian raja raja jaman dahulu, pakaian kebesaran para bangsawan, hati Sultan Al-Fariz bergemuruh melihat kain sutra merah itu.

"Itu Sutra merah… lambang kejayaan. Itu pakaian kebesaran yang pernah aku pakai dulu, sebagai perlambang kekuasaan dan keagungan seorang Raja Digjaya" Ia melangkah memasuki toko dengan santainya walau dengan pakaian lusuh bak seorang pengemis.

Baru saja Sultan Al-Fariz menjejakkan kakinya di depan etalase kain sutra merah ini, para pelayan memandang dengan pandangan jijik dan memalingkan muka, para pelayan berusaha menghindar dan membuang mukanya

Ee, ee, ngapain kesini kamu tersesat ya, cepat keluar, ini toko kaum bangsawan dan kaum raja-raja, jangankan melihat mendekati toko kami saja kamu tidak layak, pergi sana sebelum majikan kami datang. Orang dekil dan lusuh seperti kamu tak layak disini cepat !!!, sebelum majikan kami tau.

Sultan Al-Fariz menatap dengan tenang dan nada datar, tanpa mempedulikan cacian para pelayan toko, “aku hanya ingin membeli kain sutra merah ini !!”

Ha ha ha, para pelayang perempuan tertawa ter kekeh kekeh, bang karim lihat lah, ini orang banyak menghayalnya, mungkin dia kesambet, coba bayangkan jangankan mau beli pakain sutra merah ini, ini pakaian para raja dan bangsawan, sandal mu saja sudah hampir putus dan dekil, tidak sanggup kamu mengganti. 

Melihat keributan yang terjadi pengunjung toko lainnya langsung menoleh, seraya menutup mulutnya yang ketawa terkekeh, dipenuhi raut dan mimik ejekan.

Di sudut ruangan wanita muda dengan gaya khas bangsawan berteriak dengan lantang, teman-teman lihat itu pengemis mau membeli kain sutra, sutra merah lagi yang hanya sanggup dibeli oleh para raja, dengan nada ejekan dan ketawa terpingkal pingkal.

Sultan Al-Fariz tetap membisu dengan cacian itu, dan dengan tenangnya dengan nada yang berwibawa  menunjuk ke etalase gulungan kain sutra merah .

“Aku ingin kain itu. Berapapun harganya, akan ku bayar.”, dengan mimik santai dan tenang.

Pelayan itu terbelalak dengan mata hampir keluar mendengar ucapan sultan Al-Fariz, “hahahah, kamu sanggup berapapun harganya, jangan ngaco hai pengemis lusuh !!, bisa kamu menyediakan seratus keping emas !!!, pasti dua kata lucu tidak mungkin !, tau nggak …., hahah ayo pergi sana sebelum kesabaran kami habis, dan mau kamu aku panggilkan pengawal untuk mengusir mu dari sini.  

Dengan tenangnya Sultan Al-Fariz berkata, “memang hari ini aku tidak membawa emas untuk membayar kain sutra emas itu, tapi aku bisa membayar dengan cara lain”

Ha ha ha, sontak para pelayan tergelak serempat, jangan mengada ada kamu, jangan jangan kamu mau mencuri di sini ya, setelah mendapatkan kain sutra ini kau dapat sutra ini. Hingga membuat kericuhan kecil di dalam toko ini, 

“Ah, pasti mau kabur setelah mendapatkan sutra ini kan ?!”

“Dasar pengemis !!!, pengawal hukum saja dia bikin susah orang saja !!!!”

Tiba-tiba dari belakang muncul  wanita paruh baya, dengan baju yang begitu mewah, tangannya dipenuhi perhiasan emas dan batu permata berkualitas tinggi. Ya dia adalah Nyonya Halimah, pemilik toko.  Tatapannya tajam dengan gaya khas orang kaya ekspresinya dipenuhi rasa congkak.

“Ada apa ini ??, ribut ribut di toko ku !!!, teriak Nyonya Halimah dengan keras.

Dengan gemetaran salah seorang pelayan menunjuk Sultan Al-Fariz . “nyonya, pengemis ini lihatlah, berani-beraninya mau beli sutra merah kita, padahal dari tampangnya saja tidak meyakinkan untuk mampu membeli, jangan kan membeli sutra merah, lihatlah penampulannya Nyonya besar”

Dengan melipat tangan di dada,  “Pengemis,” dengan nada dingin Nyonya Halimah berteriak keras sambil menunjuk Sultan Al-Fariz dengan tangan kirinya  . “Keluar dari tokoku cepat, atau aku panggilkan pengawal.”

Sultan Al-Fariz menatap dalam dalam kearah Nyonya Halimah, hampir-hampir amarahnya meledak, namun ia menahannya agar tidak lepas energinya, dengan menarik nafas dalam dalam 

“Aku kesini bukan untuk buat onar Nyona Besar !!!, tapi aku ingin membeli sutra merah ini.”

Mpruph…, hampir tersembur ludah Nyonya Halimah, menahan gelaknya dicampur geli, mau beli dengan apa pengemis lusuh, do’a, atau dengan sendal bututmu, atau mau engkau tebus dengan nyawamu !!!!, hahaha, akhirnya lepas juga gelak tawa Nyonya Halimah.

Hahaha !!!, Gelak tawa pecah, baik karyawan dan pengunjung toko itu, mendengar ejekan tajam Nyonya Halimah.

Telapak Tangan Sultan Al-Fariz bergetar, kepalannya semakin kuat, cahaya putih samar keluar, cepat cepat ia tutupi dengan jubah lusuhnya agar tidak ada yang curiga

Sementara nyonya halimah mendekat dengan berbisik tajam, tanpa menyadari perubahan yang dihadapi sultan Al-Fariz

“Dengar baik-baik, orang asing !!!. Dunia ini tidak butuh mimpi-mimpi pengemis. Kalau kau nekat, akan aku panggil pengawal dan saat itu kamu tidak punya kesempatan lagi untuk hidup !!!, faham cepat enyah  dari toko ku !!!!.”

---

Sultan menatapnya tajam ke arah Nyonya Halimah. “Suatu hari, kau akan menyesali kata-katamu.”

“Berani mengancamku?!” Nyonya Halimah menoleh ke dua penjaga toko. “Usir dia sekarang juga!”

Dua pria besar mendekat, masing-masing membawa tongkat kayu. Mereka berdiri di hadapan Sultan, wajah penuh ejekan.

“Ayo, keluar. Atau kami seret kau keluar seperti anjing.”

Kerumunan di dalam toko bersorak, menanti tontonan.

Sultan masih diam. Tapi dalam hatinya, bara itu sudah hampir tak tertahan.

Seberapa lama lagi aku harus menahan diriku?

Dan saat salah satu penjaga mengangkat tangan hendak mendorongnya, tiba-tiba… angin dalam toko berhembus kencang. Tirai kain berkibar, gulungan sutra berjatuhan dari rak. Orang-orang berteriak panik.

Cahaya putih samar memancar dari balik jubah lusuh Sultan lagi-lagi tak terkendali.

Semua mata membelalak.

Nyonya Halimah terperangah, mundur dua langkah. “A… apa itu?!”

Sultan Al- menunduk, menggenggam tangannya untuk memadamkan cayaha yang keluar dari telapak tangannya.

Tiba-tiba dari pintu toko, terdengar suara yang tidak asing ditelinga bergema, :

“Tunggu, dia bukan pengemis !!!”

Semua orang menoleh kepada Lelaki yang berjubah hitam itu, sementara lelaki itu matanya tertuju pada Sultan Al-.

Dia Sultan yang sejati !!!!, Sultan kita…..

……

Suasana di toko itu seketika membeku. Mereka semua tercekat, dan gemetar,

Sultan Sejati ?!!!

Suara bergema di seantero toko, semua mata tertuju pada Sultan Al-

Pengunjung langsung menutup mulut mereka. Nyonya Halimah yang congkak tadi mendadak pucat pasi dan lututnya gemetaran, mata terbelakak dengan tubuh yang kaku. Para penjaga toko saling pandang, dalam keraguan apakah harus tetap mengusir lelaki lusuh itu atau justru bersujud. 

Pelayan muda yang pertama kali menghina Sultan tercekat, suaranya parau, “S-sultan…? Tidak… tidak mungkin. Dia hanya pengemis! Pakaian lusuh, rambut acak-acakan! Mana mungkin…”

Pria berjubah hitam perlahan melangkah masuh. Suara langkah kakinya berat, tapi mantap. “Kau pikir seorang penguasa harus berbalut emas ? Kekuasaan bukan ditentukan kain yang melekat di tubuhnya… tapi jiwa yang ia bawa dibaliknya.

Semua terdiam.

Sultan Al- masih berdiri tegak di tengah gerumunan, wajahnya datar. Dalam hati ia mendengus. Bodoh Kenapa dia membuka mulutnya di sini ?

Ckup, Aku bukan siapa-siapa, Jangan Samakan aku dengan takhta. Aku hanya ingin membeli kain.”, Sultan Al- menyela pria berjubah hitam itu dengan tenang seolah-olah tidak terjadi apa-apa

Nyonya Halimah menelan ludahnya, mencoba menguasai keadaan. Tii-dak!... ini pasti siasat kalian berdua, Kau mau bersekongkol ya dengan orang asing ini untuk mencuri di tokoku !”

Ia menunjuk Sultan Al-Fariz dengan gemetarnya, lalu berteriak. “Penjaga, tangkap dia! Tangkap Keduanya! Jangan biarkan mereka kabur! 

Dua penjaga toko dengan badan kekar dan besar melangkah maju, meski kali ini terlihat ketakutan. Sementara Lelaki berjubah hitam terkekeh. Hahahaha, kau sungguh gila nyonya, siapa yang kau hadapi, dia Sultan Kamu.

Namun Sultan Al- mengangkat tangannya, aku bukan siapa-siapa, aku tidak ingin mati disini gara-gara sehelai pakaian. 

Angin tiba tiba berembus lebih kencang lagi, seakan menyatu dengan nadanya. Orang-orang kembali menjerit, kain-kain jatuh dari rak, lilin-lilin padam satu persatu.

Sultan Al- menundukkan kepalanya, berusaha keras menekan kekuatan yang bergejolak dari dalam dadanya. Tidak….. Bukan saatnya. Aku belum boleh membuka segel itu sekarang. 

Pelayan muda yang ada dekat Sultan Al- tersungkur, wajahnya pucat pasi. “Ii-ni… bukan manusia…… ini mustahil…”

Nyonya Halimah jatuh terduduk, tubuhnya gemetar. “Tiidakk…. Aku—- aku tidak tahu … ampuni aku….”

Sultan Al-Fariz menatap semua orang, sorot tajam matanya membuat bulu kuduk semua orang berdiri.

“Jangan cepat menilai seseorang, bisa jadi dalam pakaian yang lusuh itu ada jiwa yang lebih mulia dari sebutir berlian, bisa jadi dalam pakaian lusuh itu ada permata yang tersembunyi”

Suara itu dalam dan penuh tekanan, membuat semua orang terdiam dan berdiri dengan kakunya.

Sultan Al- keluar dari toko itu berlalu begitu saja, sementara pria berjubah hitam mengikuti dari belakang.

Kerumunan terkuak, memberi jalan kepada Sultan Al-Fariz dan pria berjubah hitam/

Suara gong terdengar dari pusat Istana, tiga kali berturut-turut 

Dari menara pengumuman, terdengar suara lantang berseru 

“Warga semua !!, Bersiaplah menyambut!! Hari ini…. SUltan akan hadir di tengah rakyat dengan penyamaran untuk menguji hati nurani kalian!”

Kerumunan serentak riuh. Orang-orang saling pandang, lalu bersamaan menoleh ke arah Sultan Al-Fariz. 

Bisik-bisik kembali ramai 

Itu dia….., Ya Allah, Kita telah menghina Sultan kita !!!

Wajah Nyonya Halimah di dalam toko semakin pucat. Ia menjerit “Tidaaak! Aku…. aku sudah mengusirnya! Ampun… ampun, Tuanku ….! 

Sultan Al- berhenti di tengah kerumunan. Ia menatap semua orang, dia melihat semua orang berlutut ketakutan. Bibirnya tersungging tipis, sebuah senyum samar dan tak terbaca.

“Kalau aku benar Sultan, Sultan Al- berkata pelan tapi menggema, “maka aku hari ini belajar sesuatu. Rakyatku masih terlalu mudah menghina sebelu mengenal. Masih terlalu cepat menilai sebelum tahu kebenaran yang sesungguhnya.”

Semua orang menunduk, tidak berani mengangkat kepalanya 

Dan sebelum kerumunan bisa berkata-kata, Sultan Al-Fariz melangkah pergi, meninggalkan pasar dalam hening dan penuh rasa bersalah.

Sementara, pria berjubah hitam tersenyum samar, matanya berkilat penuh rahasia.

“Benar rakyatmu masih buta. Tapi waktunya sudah dekat, Al Fariz, Cepat atau lambat kau harus membuka segelmu. Karena bukan mereka satu-satunya yang sedang menilaimu.”

Suara itu hanya terdengan oleh Sultan Al-Fariz. Ia terdiam, rahangnya mengeras…

Apakah waktunya sudah semakin dekat..?

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!