Kisah dua wanita cantik yang terlahir dari ibu yang berbeda, terapi memiliki ayah yang sama. Morgan Tan memilki dua orang istri, anak dari pernikahan resmi bernama Pricilia Tan dan satu anaknya terlahir dari sebuah kesalahan bernama Claudia Tan.
Demi ingin mendapat pengakuan marga Tan dari sang Ayah, Claudia harus menggantikan posisi sang kakak sebagai istri dan menikah dengan Edward yang merupakan pewaris tunggal dari keluarga Chen.
Takut akan rumor dan kondisi buruk Edward, kelurga Tan sengaja menukar anak gadisnya Pricilia dengan anak haram Morgan Tan yaitu Claudia. Apalagi terdengar rumor pria tersebut memilki penyakit aneh dan istri-istrinya meninggal secara misterius.
Lalu, bagaimana kah nasib Claudia di tangan kelurga Chen?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon enny76, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ruangan rahasia
Ku coba untuk tenang dan menerima takdir ku. karena tidak ada jalan keluar bagiku untuk saat ini. Aku teringat akan nasib ibuku yang selalu dihina dan di kucilkan oleh keluarga ayah ku. Demi kebahagiaan ibu dan mendapatkan marga Tan, aku rela menikahi keluarga Chen. Walaupun nantinya aku tidak akan pernah bertemu dengan ibuku lagi. Ku usap airmata yang mulai menetes dari sudut mataku.
Ku raih pena dari tangan sang asisten dan mulai membubuhi tandatangan. Nenek Chen terlihat bernafas lega, tersungging senyuman samar di wajah tuanya. Aku menyerahkan berkas yang sudah aku tandatangani pada asisten pribadi nenek Chen.
"Sekarang berdoa pada para leluhur kelurga Chen. kamu sudah bagian dari kelurga kami." kata sang nenek mengingatkan.
Aku mengangguk tanpa membantahnya.
"Mari kita mulai upacara pernikahan, secara hukum kamu sudah sah jadi istri Edward. Karena berkas kalian sudah masuk ke kantor catatan sipil."
Upacara akan di mulai, tetapi aku tidak melihat suamiku "Lalu dimana calon suami ku?" tanya ku yang sejak tadi tidak melihat batang hidung Edward.
"Cucu ku sudah tahu pernikahan ini, nanti malam dia akan pulang dan menemui mu."
Aku terdiam dan tidak bertanya lagi.
"Sekarang, mari kita mulai acara adat pernikahan." kata nenek Chen yang mulai memberikan perintah tanpa bisa aku elak. Wanita tua itulah yang mengatur acara adat.
Aku berjalan mendekat ke sebuah altar, ada meja panjang yang sudah tersusun foto-foto para leluhur kelurga Chen. Di depan foto terdapat berbagai macam kue, buah-buahan dan dupa. Lilin merah dinyalakan sebagai simbol penerangan dan pengusir bala.
(nenek Chen) Penghormatan pada Leluhur:
Seharusnya kedua mempelai memberikan penghormatan kepada altar leluhur, memohon restu dan keberkahan. Tetap disini aku melakukannya seorang diri. Aku mengambil tiga dupa yang sudah terbakar ujung nya dan mulai membungkuk hormat pada para leluhur sebagai tanda penghormatan ku.
(nenek Chen) Pemberian Teh:
Nenek Chen memberikan secangkir teh padaku. Teh di masukan dua biji teratai atau kurma merah, dipersembahkan kepada orang tua kedua mempelai. Tetapi karena kedua orang tua ku tidak ada, nenek Chen langsung memberikan padaku.
(nenek Chen) Saling Membungkuk:
Kedua mempelai saling membungkuk sebagai tanda penghormatan dan kesetaraan. Aku hanya membungkuk pada Altar, langit dan bumi.
(nenek Chen) Pemberian angpao:
Pemberian angpao (amplop merah berisi uang) merupakan tradisi penting, terutama bagi keluarga dan orang yang membantu acara pernikahan.
Terakhir nenek Chen memberikan aku angpao, kalung dan gelang giok merah. Selesai upacara ia menyuruhku untuk istrahat di kamar Edward.
Wanita yang sejak tadi berdiri di samping nenek Chen, mengantarkan ku ke kamar Edward. Wanita itu terlihat dingin dan berwajah pucat, seperti patung hidup yang tidak memiliki ekspresi sama sekali. Wanita dengan rambut di gulung ketat mengantarkan ku kelantai tiga dan berakhir di sebuah kamar yang besar dan luas.
Wajah wanita itu masih dingin tanpa ekspresi, ia membuka lemari dan menunjukkan tumpukan pakaian wanita dan gaun-gaun indah yang menggantung. Di samping lemari terdapat meja rias dan berbagai kosmetik bermerek. Setelah ia menunjukkan semua yang berada di dalam kamar, akhirnya ia berbicara juga.
"Kalau nyonya perlu sesuatu silahkan tekan bel ini, saya akan datang. Sekarang saya permisi dulu." suaranya masih terdengar dingin, sedingin wajahnya.
Aku mengangguk dan membiarkan wanita itu menutup pintu. ku edarkan pandangan keseluruh ruangan, tidak ada lukisan ataupun foto wajah pria bernama Edward yang menggantung di di dinding.
Aku berjalan kearah lemari, dan mengambil salah satu pakaian yang tersusun rapi. "Apakah ini pakaian milik istri-istri tuan Edwar? sungguh aneh, apa semua ukuran badan istrinya sama dengan ku?! Memikirkan hal itu membuat ku pusing, karena lelah akhirnya aku naik keatas ranjang dan tertidur pulas.
Aroma wangi sup ayam menguar di indra penciuman ku. Ku buka mataku perlahan dan menatap jam weker diatas nakas. Jarum jam menunjukkan pukul tujuh malam. Tak terasa aku tertidur cukup lama. Ku lirik hidangan di atas meja, lalu berjalan mendekat dan mulai menikmati makanan yang masih hangat.
Perut yang tadi keroncongan sudah terisi, aku bosan di dalam kamar dan hanya bengong tanpa tahu harus berbuat apa. Akhirnya aku memutuskan keluar dari kamar untuk mencari majalah atau novel yang bisa ku baca. Kakiku melangkah perlahan, namun hanya terdapat ruangan-ruangan besar melompong. Aku bingung mau melangkah kemana, tempat ini sangat besar dan menakutkan.
Ku turunin anak tangga selangkah demi selangkah hingga berakhir di lantai dasar. Sepi, tidak ada seorangpun di sana. Bahkan pelayan yang tadi mengantarkan ke kamar tidak ada juga. Mengapa rumah sebesar ini sangat sunyi. ku ikuti langkah kakiku yang terus berjalan. Aku hampir frustasi sebab tidak menemukan ruangan baca atau tumpukan buku-buku yang berjajar di rak-rak.
Hingga tanpa sadar kakiku melangkah kearah ruangan belakang. Tempat yang sangat luas tetapi tertutup oleh penyekat. Ternyata masih ada lorong yang mengarah ke sebuah ruangan. Tatapan ku tertuju pada pintu yang tertutup rapat di ujung lorong. Aku yang sangat penasaran, tidak bisa kendalikan diriku untuk melihat kesana.
Aku menyusuri lorong, lalu berdiri di depan pintu berwarna merah, bulu kuduk ku langsung meremang. Rasa penasaran terus mendorong ku untuk masuk kedalam. Ku pegang gagang handle pintu yang ternyata tidak di kunci. Ku dorong daun pintu perlahan, gelap gulita tidak ada cahaya lampu sedikitpun. Namun, rasa keingintahuan ku semakin menggebu, hingga sebuah tangan menepuk bahu ku.
"Nyonya sedang apa disini?!"
Aku terkejut dan menoleh ke belakang, sudah berdiri wanita tadi. Wajahnya masih sama, datar tanpa ekspresi dan terlihat misterius.
"Oh.. Saya sedang mencari perpustakaan, saya pikir disini__"
"Anda salah ruangan!" sahut wanita itu ketus, ia menarik handle pintu dan menutupnya rapat.
"Silakan nyonya!"
wanita dingin itu menunjuk arah tangga, ia mengusir ku dengan cara halus. Aku tidak ingin berdebat atau gegabah, apalagi bertanya tentang ruangan gelap itu. Ku hela napas panjang dan melangkah pergi meninggalkan ruangan yang masih menjadi misteri bagiku.
Didalam kamar aku hanya diam dan tidak tahu harus apa. Aku lupa bertanya jam berapa pria itu akan pulang. Ku tekan tombol di samping ranjang. Tak lama kemudian pintu di ketuk dari luar, aku membuka pintu dan sudah berdiri wanita dengan rambut di gulung ketat.
"Ada perlu apa nyonya panggil saya?" tanyanya dingin.
"Aku lupa bertanya, siapa nama mu?"
"Panggil saja saya bibi Helen."
Aku mengangguk, lalu kembali bertanya "Jam berapa tuan Edward akan pulang?"
"Tuan Chen tidak bisa di pastikan jam berapa dia akan kembali."
"Bi! Aku bertanya dengan pelan "Apa tuan Chen sangat tampan? Kenapa tidak ada foto dirinya di rumah sebesar ini." tanya ku ingin mengorek keterangan darinya, tetapi wanita dingin itu hanya diam.
"Terdengar rumor, tuan Chen memiliki penyakit aneh." kataku lanjut bicara, ku usap tengkuk ku yang mulai merinding.
ku perkirakan usia bibi Helen sekitar 40 tahunan. Wanita itu masih terdiam tanpa ekspresi, seketika wajahnya berubah suram dan menakutkan.
"Lebih baik nyonya tidak usah banyak tanya tentang tuan Chen. Tunggu saja sampai ia kembali, Maaf saya permisi."
Bibi Helen menutup pintu dan melangkah pergi. Sungguh aneh, kenapa aku tidak boleh bertanya tentang suami ku sendiri.
Jam sudah menunjukkan pukul satu malam, tiba-tiba lampu di dalam kamar ku mati. Sungguh aneh, tadi tidak ada tanda-tanda lampu akan padam. Di saat bersamaan pintu kamar ku di buka dari luar. Aku terdiam di pojok kamar sambil meraba-raba ponsel ku diatas meja. Suara langkah kaki yang di seret berjalan mendekat, aku terkejut bukan main saat pintu di banting kasar.
💜💜💜💜
Ayo ikuti terus kelanjutannya dan jangan lupa Bantu LIKE setelah membaca, beri VOTE/GIFH sebagai penyemangat bunda 🥰, kasih RATE BINTANG 5, BERIKAN KOMENTAR KALIAN DI ⭐⭐⭐⭐⭐🥰
jangan bohong kamu Chen pdhl udh d sentuh berkali kali tuh istrinya nek yah engg pa pa kan udh halal itu lagian engg ada sesuatu yg terjadi kan Ama kamu tuan Chen berarti penyakitmu sudah sembuh ya kan
Mantap bunda
Hatur nuhun