Yue menerima perjodohan itu dengan satu kata singkat. "Ya."
Bukan karena cinta, jauh dari itu. Dia hanya berpikir hidupnya akan seperti kisah di film atau novel yang sering dia tonton, klasik, klise, dan penuh drama. Seorang pria kaya raya yang dingin dan tak acuh, yang diam-diam mencintai wanita lain, dan hanya menikah karena tekanan keluarga. Lalu Yue akan menjalani hidup sebagai istri formal, tidak dicintai, tapi tetap hidup mewah. Simple.
Satu-satunya alasan Yue setuju hanyalah karena satu kata sakral, UANG. Dia realistis, bukan romantis. Tapi yang terjadi, sungguh berbeda.
Pria itu, Raymon Sanchez tidak sesuai skrip. Sejak hari pertama mereka bertemu, bukan tatapan datar yang dia terima, melainkan pandangan tajam seolah dia adalah teka-teki yang ingin dia pecahkan. Bukan sikap acuh, tapi perhatian yang menusuk hingga ke tulang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Romanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2. Kau?
Pagi ini, sinar matahari menembus celah tirai tipis apartemen mewah di pusat kota, menyapa Yue dengan hangat.
Dia membuka mata perlahan, lalu mendesah. Bukan karena lelah, tapi karena semangat.
Hari ini adalah hari pertamanya bekerja. Untuk pertama kalinya, dia akan melangkah ke dunia profesional yang sesungguhnya.
Haha! Akhirnya dia bisa mandiri juga.
Bukan sebagai putri tunggal keluarga kaya, bukan sebagai calon istri seseorang, tapi sebagai dirinya sendiri, Yue Lanhart, wanita independen yang memulai kariernya.
Dia bangkit dari ranjang empuk dengan sekali gerakan, rambutnya yang tergerai masih sedikit berantakan tapi auranya penuh percaya diri.
"Baiklah aku siap, aku siap!" teriaknya, seperti kartun kuning kesayangan nya si SpongeBob.
Di sekeliling apartemen berdesain modern itu tampak hidup. Lanskap kota terlihat jelas dari balik kaca besar, mesin kopi di dapur kecil sudah menyala otomatis, menyambut pagi dengan aroma espresso segar.
Yue berjalan ke cermin, memandangi bayangannya. Wajah tanpa makeup, mata masih sedikit bengkak karena kurang tidur, tapi bibirnya melengkung pelan.
"Let’s do this."
Tentang semalam? Masa bodo bah!
Ucapan pria itu? Tatapan yang terlalu dalam dan kalimat yang membuat bulu kuduknya merinding?
Sudah dibuang ke belakang otak, Yue bukan tipe yang larut dalam dramatisasi.
"Dia cuma pria yang terlalu percaya diri dan terlalu kaya, persis seperti ayahku. Tapi aku? Aku punya hidup sendiri sekarang." ucapnya dengan semangat.
Dia mandi dengan cepat, memakai setelan kerja pertama yang sudah dia siapkan seminggu sebelumnya, blazer putih gading, blus hitam, celana panjang yang pas, dan sepatu hak rendah.
Rambutnya di kuncir tinggi, riasannya natural tapi tajam. Di tangannya, tas kerja dari brand ternama menggantung anggun.
Begitu keluar dari apartemen, seluruh dirinya memancarkan satu hal.
Yue Lanhart siap menaklukkan dunia!
Dia turun ke lobi, menyapa resepsionis apartemen dengan anggukan ringan, lalu masuk ke mobil yang sudah menunggunya.
Pagi itu, Yue bukan lagi gadis yang bingung soal perjodohan atau takut dengan pria yang terlalu intens. Dia adalah wanita muda yang tahu apa yang dia mau.
Yue berdiri di seberang jalan, menatap gedung pencakar langit yang menjulang megah di hadapannya.
Wah, ini sih pasti punya konglomerat sejati haha!
Dia sengaja tak berhenti di depan perusahaan, supaya orang-orang tak tahu jika dia anak orang kaya. Nanti di sangka dia berhasil masuk ke perusahaan ini karena koneksi, bah!
Dia mengandalkan otaknya ya!
Fasad kaca berkilauan menyambut matahari pagi, memantulkan cahaya ke segala arah seperti permukaan kristal raksasa.
Di bagian atas bangunan, logo perusahaannya terpampang tegas Ethelbert Group.
Dia menarik napas dalam-dalam, menahan senyum gugup yang merayap di sudut bibirnya.
"Ya Tuhan, aku benar-benar bekerja di tempat sekelas ini." dengan langkah mantap, dia menyeberang dan melangkah ke lobi utama.
Begitu pintu kaca terbuka otomatis, hawa sejuk dan aroma kopi serta parfum mahal menyambutnya.
Hum, wangi uangnya begitu jelas!
Interiornya berkelas, lantai marmer putih dengan urat emas, lampu gantung besar bergaya modern, serta resepsionis berpakaian rapi di balik meja elegan.
Yue melangkah masuk, tapi anehnya semua orang menoleh.
Lalu satu per satu, resepsionis, security, bahkan pria berdasi yang barusan lewat menunduk sopan ke arahnya.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Haruskah dia juga menunduk, mungkin ini bentuk saling hormat di antara pekerja kan?
"Selamat pagi, nona Lanhart." ucap salah satu staf dengan nada sangat hormat, menunduk dalam seperti sedang menyambut bangsawan.
Yue mengerjap. "Hah?"
Dia melangkah lebih dalam, dan lagi-lagi para karyawan yang lalu lalang menghentikan langkah, membungkuk ringan, atau setidaknya memberi isyarat penghormatan.
Beberapa bahkan berbisik-bisik, menyebut namanya dengan nada campur aduk antara kekaguman dan kekhawatiran?
"Nona Lanhart..."
"Dia cantik sekali tapi katanya galak, ya?"
"Eh, bodoh! Itu calon istri tuan Raymon, jangan cari mati."
Yue membeku di tengah lobi, calon istri, apa!?
Langkahnya sempat goyah, tapi sebelum sempat bertanya pada siapa pun, seorang wanita berusia tiga puluhan dengan setelan hitam mendekatinya, tegas, rapi, profesional.
"Selamat pagi, nona Lanhart." katanya dengan anggukan hormat. "Saya Marian, asisten pribadi CEO. Saya ditugaskan untuk mengantar anda langsung ke lantai eksekutif." jelasnya.
Yue memicingkan mata.
"Tunggu, lantai eksekutif? Tapi aku intern. Intern bagian kreatif, seharusnya aku ke lantai 17." ucapnya.
Marian tersenyum, senyum sopan penuh rahasia.
"Tidak, nona. Anda tidak lagi bagian dari program magang."
"Lho?"
"Anda sekarang menjabat sebagai Asisten Khusus Direktur Utama."
"APA!?"
Marian mengangguk sekali lagi, lalu menambahkan dengan nada tenang.
Wah-wah-wah konspirasi macam apa ini!?
"Tuan Raymon sudah menunggu anda di ruangannya."
Yue terdiam. Kedinginan semalam menjalar lagi ke punggungnya, tapi kali ini disertai rasa panik yang nyaris membuatnya ingin kabur dari gedung itu.
"PRIA GILA ITU NGAPAIN LAGI SIH!?" batinnya meledak, dan entah kenapa dia merasa ini baru awal dari kekacauan panjang bernama Raymon Sanchez.
Yue berdiri kaku di dalam lift kaca yang melaju naik dengan mulus, melewati lantai demi lantai gedung pencakar langit yang megah.
Di belakangnya, Marian si asisten pribadi Raymon berdiri tenang, sementara dunia Yue nyaris runtuh.
Matanya menatap lurus ke depan, tapi pandangannya mulai mengabur.
"Ya Tuhan... jadi ini... perusahaan milik dia?"
Kaca lift memantulkan wajahnya sendiri, wajah cantik yang kini mulai pucat.
Ternyata benar, istilah dunia hanya selebar daun kelor itu.
Tangan yang tadi penuh semangat kini mencengkram tali tas kerjanya erat-erat, seolah pegangan itu bisa menahan seluruh beban mental yang mendadak menimpa.
"Kenapa tak ada yang bilang dari awal? Ayah juga tidak bilang, kukira ini cuma perjodohan formalitas bukan pernikahan politik lengkap dengan jebakan karier!"
Dia hampir tertawa, hampir. Kalau saja rasa ingin menangis tidak lebih besar dari rasa humor gelap yang muncul, hump!
"Astaga aku daftar kerja, kirain dari nol. Mau buktiin kalau aku bisa berdiri sendiri, tapi ternyata? Aku dijebak. Ini perusahaan calon suami gila yang mengklaim aku miliknya! Huhuhu... kenapa hidupku jadi kayak drama thriller-romantis begini."
Lift berhenti.
"Silakan, nona." ucap Marian sambil menekan tombol buka pintu.
Dan di depan sana, terbentang koridor mewah berlapis karpet tebal dan kaca jendela lebar yang memperlihatkan pemandangan kota.
Di ujung lorong, pintu hitam besar berdiri megah dengan ukiran logam emas bertuliskan.
RAYMON SANCHEZ CEO | ETHELBERT GROUP
Yue menelan ludah. Kakinya berat, tapi dia melangkah.
Satu, dua, tiga langkah menuju pintu itu sambil membatin.
"Kalau aku menangis sekarang, bisa tidak ya membatalkan semuanya..."
Tapi bahkan sebelum dia sempat berpaling.
Pintu itu terbuka sendiri dan di baliknya, pria itu berdiri.
Raymon Sanchez.
Tegap, elegan, dan lagi-lagi menatapnya seolah dia adalah satu-satunya alasan dunia ini berputar.
Yue nyaris melompat mundur, tapi kakinya terlalu beku. Lalu Raymon tersenyum tipis, seolah sudah tahu segalanya.
"Selamat pagi, sayang. Sudah siap kerja?"
Yue ingin menangis, tapi juga ingin melempar kursi. Sialnya, dia malah tersipu.
"Astaga... aku gila juga ya..."
"Aku seharusnya bagian intern, pasti ada kesalahan." ucap Yue, suaranya bergetar tipis namun tetap mencoba terdengar tegas.
Matanya menatap Raymon dengan keberanian yang dipaksakan, seperti kucing kecil yang mengangkat cakarnya di depan singa.
Raymon, berdiri di balik meja kerjanya yang terbuat dari kayu hitam mengkilap, hanya menatapnya sejenak, hening.
Tatapan mata abu-abunya tak tergoyahkan, tajam namun tak tertebak, seperti badai yang disimpan di balik danau tenang.
Lalu dia melangkah pelan ke arahnya, satu tangan dimasukkan ke dalam saku celana panjangnya, sementara tangan lain memegang secangkir kopi porselen yang masih mengeluarkan uap.
Dia berhenti hanya satu langkah di depannya.
"Salah?" ulangnya pelan. "Tidak ada yang salah." ucapnya.
Yue menegang. "Tapi... aku daftar untuk program magang biasa, bagian kreatif. Aku tidak pernah minta jadi asisten khusus dan aku juga tak minta kerja langsung di ruangan ini." ucapnya.
Raymon tersenyum tipis, senyum yang tidak menyenangkan, tapi terlalu memesona untuk dibenci.
"Memang, kau tidak minta. Aku yang memutuskan."
Yue melotot. "Apa maksudmu?! Ini pekerjaanku! Aku mau belajar, bukan diseret masuk ke posisi tinggi hanya karena, karena perjodohan gila itu!"
Raymon mengangkat alis, masih tenang.
"Yue." ucapnya, kali ini suaranya lebih lembut, tapi justru terasa mengancam karena begitu terkendali.
"Jika kau ingin belajar, belajarlah langsung dari puncak. Dari tempat yang hanya sedikit orang bisa raih, dan tempat itu adalah di sisiku."
Yue hampir tersedak udara.
"Kau tidak bisa seenaknya menaruh aku di posisi ini! Orang akan salah paham! Mereka akan bilang aku hanya naik karena-"
"Karena kau milikku?" Raymon memotong dengan nada datar, nyaris datar seperti garis nadi yang berhenti.
"Mereka boleh berpikir apa saja. Tapi mereka juga tahu, tak ada satu pun orang di sini yang berani meremehkan seseorang yang berdiri di bawah perlindunganku."
Yue menganga. "Kau benar-benar gila..."
Raymon menunduk sedikit, berbisik di dekat telinganya, suaranya nyaris seperti racun yang manis.
"Tidak, sayang. Aku hanya serius pada segalanya yang menyangkut dirimu."
Yue mundur satu langkah, wajahnya merah campur panik, campur kesal.
Tapi hatinya... berdebar kencang tak karuan.
"Astaga… ini bukan tempat kerja. Ini arena perang batin."
Tbc