Shanum disiksa sampai matii oleh dua kakak tirinya. Sejak ibunya meninggal, dia memang diperlakukan dengan sangat tidak baik di rumah ayahnya yang membawa mantan kekasihnya dan anak haramnya itu.
Terlahir kembali ke waktu dia masih SMA, ketika ibunya baru satu tahun meninggal. Shanum bangkit, dia sudah akan membiarkan dirinya dilukai oleh siapapun lagi. Dia bukan lagi seorang gadis yang lemah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Resah
Mobil Dimas sudah berada di depan teras rumah besarnya. Namun pria itu sepertinya tidak ingin turun. Dia masih meletakkan tangannya di setir kemudi.
Shanum yang menyadari hal itu, juga tidak ingin membuat pamannya harus menyuruhnya turun.
"Paman, terimakasih sudah mengantarku. Aku akan turun!"
"Jangan lupa makan siang!" sahut Dimas cepat.
Shanum yang sudah melepaskan sabuk pengamannya segera menoleh ke arah Dimas sambil tersenyum.
"Paman juga, jangan lupa makan siang" katanya yang segera keluar begitu saja dari dalam mobil dan berlari ke arah pintu utama.
Dimas menghela nafas panjang. Setelah itu dia kembali mengemudikan mobilnya dan pergi dari sana.
Shanum melihat dari jendela, pamannya pergi.
"Tadi dia menawarkan bibi Regina makan siang bersama. Bukankah artinya dia tidak sibuk. Tapi kenapa tidak makan siang di rumah?" gumam Shanum.
"Nona sudah pulang?" tanya bibi Hamidah dari belakang Shanum.
Shanum berbalik dan tersenyum pada bibi Hamidah.
"Sudah bi. Oh ya bi, apa selama ini paman jarang pulang untuk makan siang?" tanya Shanum.
"Selama ini memang jarang sekali nona. Tapi semenjak ada nona, tuan selalu makan di rumah!"
Shanum terdiam. Tapi tadi, pamannya seperti tidak mau turun.
"Ada apa non?" tanya bibi Hamidah yang heran melihat Shanum melamun.
Shanum segera menggelengkan kepalanya.
"Tidak bi, oh ya bibi masak apa. Aku lapar sekali!"
**
Malam harinya, Shanum menunggu Dimas di ruang kerjanya. Ada yang mau dia bicarakan. Seingatnya, dulu ayahnya memintanya menandatangani surat pengalihan aset saat dia sudah berusia 21 tahun. Setelah itu dia benar-benar tidak di anggap manusia lagi di rumah itu.
Bahkan untuk makan, dia harus cari sendiri. Dia harus berusaha sendiri. Kehidupannya benar-benar menyedihkan setelah itu.
Dan dari Dion dan Diana dia tahu. Kalau sebenarnya, dia telah ditipu habis-habisan oleh mereka semua. Rumah itu bahkan perusahaan yang sekarang dikelola oleh ayahnya. Sebenarnya adalah miliknya. Peninggalan dari ibunya untuknya. Shanum berpikir, dia ingin mengambil semua itu. Sekarang usianya sudah 18 tahun. Dia ingin mencoba membicarakan semua itu pada Dimas. Bisa atau tidak? atau memang harus menunggu usianya 21 tahun.
Namun sudah lama dia menunggu Dimas tidak kunjung pulang. Sudah hampir makan malam, pria itu juga belum datang.
Shanum meraih ponselnya. Bukannya paman angkatnya itu bilang. Kalau dia butuh sesuatu, tinggal hubungi Dimas saja. Shanum pun menghubungi pamannya itu.
"Paman" ucap Shanum ketika panggilan teleponnya diterima oleh Dimas.
[Ada yang kamu butuhkan?]
Shanum menoleh ke sekelilingnya. Dia tidak mungkin mengatakan hal ini di telepon. Dan lagi, membicarakan masalah itu. Bukankah seperti Shanum sangat waspada. Rasanya Shanum juga maju mundur untuk mengatakannya pada Dimas sekarang.
Akhirnya matanya tertuju pada buku pelajaran yang ada di hadapannya. Mungkin itu bisa di jadikan alasan, setelah mengerjakan pr.
"Paman, aku punya pr. Sulit sekali!"
[Aku akan segera pulang]
Tut Tut Tut
Shanum menoleh ke layar ponselnya.
"Dia langsung mematikannya. Apa dia sibuk ya?"
Tok tok tok
"Nona, makan malam sudah siap!" Ujar bibi Hamidah dari depan pintu.
Shanum pun segera menuju ke pintu ruang kerja pamannya itu.
"Aku akan menunggu paman datang, bi. Paman bilang dia akan segera pulang!"
Bibi Hamidah tersenyum. Dia juga senang kalau melihat Shanum senang seperti itu.
Shanum menunggu di ruang tamu, begitu dia mendengar suara mobil masuk ke pekarangan. Shanum segera keluar menyambut kedatangan Dimas.
"Paman" panggil Shanum sambil melambaikan tangannya pada Dimas yang baru keluar dari dalam mobil.
Gadis itu hanya menggunakan mini dress tanpa lengan.
Dimas buru-buru melepaskan jasnya. Dan memakaikannya pada Shanum ketika pria itu sampai di dekat Shanum.
Di perhatikan seperti itu, Shanum tentu saja merasa senang.
"Jangan keluar dengan pakaian seperti itu. Kamu bisa masuk angin. Sudah makan malam belum?" tanya Dimas.
Shanum menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Aku menunggu paman" kata Shanum.
Dimas pun mengangguk paham dan segera berjalan di depan Shanum.
"Ayo masuk!"
Shanum mengikuti langkah Dimas dengan cepat.
Mereka pergi ke ruang makan. Shanum meletakkan jas pamannya di kursi yang ada di sebelahnya.
Semua yang ada di atas meja makan, Shanum sangat menyukainya. Masakan para pelayan arahan bibi Hamidah memang tidak pernah gagal.
Merasakan udang saos mentega yang rasanya sangat gurih, Shanum makan dengan sangat lahap. Sampai sekitar bibirnya berantakan dengan mentega lumer.
Dimas yang melihat itu tersenyum, Shanum makan sampai memejamkan matanya. Itu benar-benar membuatnya merasa lucu.
"Shanum, bersihkan bibirmu!" kata Dimas.
Shanum membulatkan matanya. Dan mendekatkan dirinya pada Dimas. Gadis itu hanya berdekhem karena mulutnya penuh dengan makanan.
Dimas menunjuk ke arah bibir Shanum. Tapi Shanum belum mengerti, apa maksud pamannya.
Shanum mencoba melihat ke arah bibirnya. Tapi tentu saja tidak terlihat.
Merasa gemas, Dimas pun mendekat sedikit ke arah Shanum. Dan mengusap mentega lumer di sekitar bibir bawah Shanum itu dengan tangannya.
Shanum terdiam, ibu jari Dimas yang menyentuh bibirnya membuat Shanum membeku.
Deg
Dimas sendiri merasa jantungnya berdebar kencang. Pria itu dengan cepat menarik tangannya dan menjauh dari Shanum.
Shanum segera meraih tissue dan mengusap bibirnya dan sekitar bibirnya sendiri dengan cepat.
"Masakan bibi Hamidah terlalu enak. Maaf berantakan paman" kata Shanum.
Suasana menjadi sedikit canggung. Dimas makan, tapi tampak terlalu serius. Sementara Shanum, dia mulai merasa canggung, dia sangat berhati-hati dan tidak ingin membuat Dimas merasa terganggu dengan cara makannya. Jadi, dia lebih hati-hati.
Begitu selesai makan malam, Shanum menunggu Dimas yang sedang bersih-bersih. Tapi itu cukup lama. Hampir satu jam. Shanum sampai mengantuk dan tertidur di dengan meletakkan kepalanya yang bertumpu pada lengannya di atas meja.
Dimas sendiri, dia butuh waktu yang lama saat mandi. Karena ibu jari tangannya menyentuh bibir Shanum tadi. Dia kembali tidak bisa menahan diri.
Begitu Dimas masuk ke dalam ruang kerja. Dan melihat Shanum tertidur. Pria itu menghela nafasnya panjang.
Dimas duduk di sebelah Shanum, dan memandang wajah Shanum yang tenang itu. Ingatannya kembali ketika Shanum kecil pertama kali bertemu dengannya. Saat itu, usia Dimas 15 tahun. Dia yang sudah 5 tahun menjadi adik angkat Sofia. Untuk pertama kalinya di pertemukan dengan Shanum kecil berusia 3 tahun. Sangat lucu, saat itu Shanum memanggilnya kakak. Sudah 15 tahun berlalu, panggilan itu berubah menjadi paman.
Dimas mengusap wajahnya perlahan.
"Semakin besar, kamu semakin berbahaya Shanum. Kak Sofia memintaku menjagamu, aku tidak boleh punya pikiran lain padamu. Tapi bagaimana? aku seorang pria!" gumam Dimas.
Kehadiran Shanum di dekatnya, benar-benar membuatnya resah.
***
Bersambung...