Dewi Ular Seosen 3
Angkasa seorang pemuda yang sudah tak lagi muda karena usianya mencapai 40 tahun, tetapi belum juga menikah dan memiliki sikap yang sangat dingin sedingin salju.
Ia tidak pernah tertarik pada gadis manapun. Entah apa yang membuatnya menutup hati.
Lalu tiba-tiba ia bertemu dengan seorang gadis yang berusia 17 tahun yang dalam waktu singkat dapat membuat hati sang pemuda luluh dan mencairkan hatinya yang beku.
Siapakah gadis itu? Apakah mereka memiliki kisah masa lalu, dan apa rahasia diantara keduanya tentang garis keturunan mereka?
ikuti kisah selanjutnya.
Namun jangan lupa baca novel sebelumnya biar gak bingung yang berjudul 'Jerat Cinta Dewi Ular, dan juga Dunia Kita berbeda, serta berkaitan dengan Mirna...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua
Pagi tampak cerah. Terlihat Adhisti sedang sibuk mengurus dua bayi besar yang mana mereka harus segera bersiap untuk menghadiri acara akad pernikahan putera pertama dari rekan bisnisnya.
"Ayo, kita berangkat." Kenzo meraih jam tangannya, lalu mengenakannya.
Dewi Pandita terlihat sangat sumringah pagi ini, sebab ia melihat kedua orangtuanya sangat begitu romantis dan berbeda dari hari sebelumnya, yang tampak tak acuh satu sama lainnya.
"Ayo." Adhisti berjalan mengikuti sang suami yang sudah terlebih dahulu berjalan keluar dari kamar hotel.
Paduan kebaya dengan full payet berwarna hijau botol dengan rok berbahan tenunan Melayu dari daerah pesisir Batu Bara-Sumatera Utara, yang bermotif pucuk rebung merupakan sehingga menjadikan pilihannya dan membuat ia semakin terlihat sangat anggun mempesona.
Sedangkan Dewi Pandita menggunakan stelan baju kurung yang tak kalah anggun dengan warna senada yang sesuai dengan usianya.
Ketiganya berjalan menyusuri koridor hotel, dan memasuki lift, untuk menuju ke parkiran.
****
Suasana hotel tempat pernikahan sepasang pengantin bernama Samudera dan Aira terlihat begitu mewah, namun tidak begitu megah, sebab pesta pernikahan hanyalah simbol, dan keberkahan dari acara tersebut yang diharapkan.
Pengantin wanita terlihat sangat anggun, namun anehnya para tamu justru memuji kecantikan ibu mertua, alias Mirna.
Mereka mencoba membandingkan kecantikan dua wanita beda usia tersebut, namun dengan suara bisikan yang hanya terdengar diantara mereka saja, dan mereka tetap berpihak pada Mirna yang mana wajahnya seolah tak pernah menua.
Deretan kursi yang berbalut dengan kain satin berwarna rose gold menjadi pilihan sang empunya hajat, dan semua sudah tersusun rapih, yang berpadu dengan bunga dekor yang terkesan kalem dan lembut.
Mereka para tamu yang diundang dalam acara akad sudah datang dan mengambil tempat mereka masing-masing.
Mirna mengenakan pakaian kebaya dengan warna rose yang lebih kalem, dipadu dengan kain songket bermotif bunga cempaka dengan warna senada. Sungguh sangat anggun, ditambah dengan sanggulnya yang dihiasi sebuah mahkota kecil diatasnya.
Sedangkan Aira menggumakan kebaya putih dengan adat Sunda dipadu selendang yang menutupi kepalanya.
Mereka semua terlihat anggun, hanya saja Mirna terlalu mencolok akan kecantikannya, dan menjadikannya pusat perhatian, meski usianya sudah hampir memasuki kepala lima.
Acara akad nikah sedang berlangsung, sedangkan Dewi Pandita menghilang dari pengawasan ibunya, sepertinya ia tertarik melihat sesuatu yang berada dibalik ruangan sebelah, seekor kupu-kupu yang entah dari mana datangnya, terbang dengan mengepakkan sayapnya yang berkilau dan bercahaya, lalu terbang menuju tempat dimana orang sedang dimake up.
Gadis berusia tujuh tahun itu berjalan menyusuri koridor yang cukup panjang. Ia celingukan melihat suasana pesta. Langkahnya terus membawa hingga hampir dipenghujung ruangan. Ia kehilangan jejak sang kupu-kupu.
Saat bersamaan, seorang pria dewasa berusia sekitar dua puluh tujuh tahun sedang berjalan tergesa-gesa karena ia sudah tertinggal diacara sakral sang kakak yang akan melakukan akad nikah.
Ia sudah terkena omelan sang ibunda karena terlambat pulang, disebabkan ia harus melakukan perjalanan mendaki gunung, dan terjebak badai yang hampir saja tidak dapat membawanya pulang.
Ia merapikan pakaiannya, dan berjalan tergesa-gesa, lalu tanpa sengaja membuat ia menabrak seorang gadis kecil yang tampak celingukan melihat dekorasi yang ada.
"Eh, Sorry, Sorry, maaf ya, Dik." ucapnya dengan rasa bersalah dan mencoba membantu sang gadis kecil untuk bangun.
Akan tetapi, sebuah panggilan menghentikan aksinya. "Mas Kasa, buruan, acara akad akan dimulai!" panggil seorang pria yang tak lain adalah bodyguard yang merupakan orang kepercayaan keluarganya dan merangkap sopir juga.
Pemuda bernama Angkasa itu menganggukkan kepalanya, dan bergegas meninggalkan sang bocah yang sepertinya tidak mengalami luka apapun.
Ia melangkah dengan cepat menuju ruangan untuk akad nikah sang kakak yang akan dilakukan sebentar lagi.
Tatapan sang ibunda yang tertuju padanya menyiratkan jika ia harus cepat.
Pemuda itu merundukkan kepalanya, sebab keterlambatan yang dialaminya juga karena kesalahannya, bukankah waktu itu sang ibu sudah mengingatkannya untuk tidak pergi mendaki, tetapi ia terlalu keras kepala dan melakukan kegiatan tersebut bersama para mahasiswanya.
Ia duduk disisi sang ibu yang terlihat begitu anggun, dan acara akad dimulai dengan penuh hikmat.
Angkasa merasakan wajahnya sedikit gatal, ia ingin menggaruknya, namun sesuatu membuatnya terdiam. Ia hening sejenak, dan mengarahkan jemarinya ke arah hidungnya.
"Heeemh!" ia mengendus kembali aroma jemarinya tangannya yang tadi sempat menyentuh sang gadis kecil.
"Mengapa aroma ini membuatku mengingatkan pada gadis kecil dihutan sana?" gumamnya lirih dalam hati. Sesaat ia merasakan sesuatu yang tak biasa, ada sebuah rasa tercipta dan membuatnya begitu bahagia, entah apa.
Ia tampak semakin gelisah, dan sesekali melirik ke arah koridor tempat dimana ia menemukan sang gadis kecil. Ingin rasanya ia kembali ke tempat itu, namun akad sedang berlangsung, dan ia tak mungkin pergi begitu saja.
Bahkan acara itu sedikit tertunda karena keterlambatannya, dan jika ia pergi begitu saja, maka sang ibunda akan mengomelinya tanpa henti.
Kegelisahan mulai merasukinya. Ia ingin segera menemui sang gadis kecil, namun kondisi yang tidak memungkinkan, hingga akhirnya kata sah terdengar dari sang wali hakim yang disertai ucapan 'Sah' dari para saksi yang ikut mensakralkan pernikahan tersebut.
Acara doa dan juga lainnya berlanjut. Dan ketika semuanya telah selesai, Angkasa bergegas kembali ke tempat itu, namun sang gadis kecil tak lagi ia temukan. "Apakah hanya sebuah ilusi belaka, karena rasa yang tak dapat ia sembunyikan.
Apakah ini cinta gila? Dia hanya seorang gadis kecil, seharusnya Angkasa sadar akan hal itu.
Ia merasa kesal, mengapa tadi tidak melihat wajah sang gadis dan ia begitu menyesalinya.
Sementara itu, Adhisti dan Kenzo merasa kebingungan mencari Dewi Pandita yang menghilang dari pengawasan mereka, namun baru saja Adhisti ingin menemukannya dengan menggunakan mata bathinnya, puteri mereka tiba-tiba saja sudah berada disisi kanan sang papa.
"Dita, kamu keluyuran kemana saja? Buat ibu khawatir!" omel Adhisti pada puterinya.
Gadis itu hanya tersenyum gemas, lalu meraih pergelangan tangan papanya.
"Kita bersalaman dengan tuan rumah, sebab kita akan pergi ketempat lain untuk berwisata," ajak Kenzo pada istri dan puterinya.
Adhisti menganggukkan kepalanya, lalu menghampiri pengantin yang sedang berbahagia dan saat ini sedang berada dipelaminan.
"Selamat, ya." ucap Kenzo pada Satria yang akhirnya menikahkan anaknya.
"Terimakasih. Ini puteri kamu, ya?" Satria mencolek pipi sang gadis kecil. Seketika bayangan wajah Angkasa putera bungsunya terbayang dibenaknya. Ia mengulas senyum misterius.
"Iya, lambat nikah, makanya anaknya msih bocil" Kenzo berkelakar.
"Tak apa. Biasanya kalau anak perempuan, malah cepat punya menantu, balas Satria.
Keduanya tertawa renyah. Lalu terpaksa mengakhiri obrolan mereka karena ada tamu lain yang ingin bersalaman.
Kenzo menyalami Samudera dan pria itu tercengang, saat mengetahui jika Papanya ternyata mengenal Kenzo yang seminggu lalu datang kepadanya untuk melakukan tes DNA pada gadis kecil tersebut.
Namun, tanpa di tes juga mereka memiliki kemiripan yang hampir sembilan puluh enam persen mirip dari wajahnya dan juga beberapa anggota tubuh lainnya.
aduhh knp g di jelasin sih kannksihan dita nya klo kek gtu ya kann
Dia itu klu gak salah yg tinggal di rumah kosong yg dekat dg rumah orang tua nya Satria yaa , kak ❓🤔