Banyak yang bilang orang baru akan kalah dengan orang lama. Nyatanya nasib Zema sangat berbeda.
Menikah dengan sahabat masa kecilnya justru membuat luka yang cukup dalam dan membuatnya sedikit trauma dengan pernikahan.
Dikhianati, dimanfaatkan dan dibuang membuat Zema akhirnya sadar. Terkadang orang yang dikenal lebih lama bisa saja kalah dengan orang baru yang hadir dihidup kita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Zema tidur sampai pagi menjelang. Dia tak tahu kejutan apa lagi yang akan diterimanya hari ini.
Suami, anak, serta sahabat baiknya telah mengkhianatinya. Lalu siapa lagi yang mengetahui perselingkuhan suaminya? Mertuanya? Entah kenapa dia yakin sang mertua pasti tahu kelakuan anaknya.
Apa ini alasan mereka seperti menjauhi Leora padanya.
Selama ini Zema bersusah payah bekerja demi bisa membantu perekonomian keluarga. Atta bukanlah orang susah, tapi bukan juga orang kaya.
Suaminya itu pekerja kantoran sama seperti dirinya. Namun sebagai anak pertama yang sudah ditinggal ayahnya, Atta terpaksa harus menjadi tulang punggung keluarganya.
Suaminya itu harus menghidupi ibu serta adik perempuannya. Dirinya tak mengeluh, bahkan dia rela tak pernah sekali pun di nafkahi oleh Atta asalkan suaminya selalu setia padanya.
Atta adalah teman masa kecilnya. Saat mereka sekolah dasar, saat itulah mereka berteman dengan Luthfi jadi mereka bertiga bisa dikatakan tumbuh besar bersama.
Tak dipungkiri jika dirinya sudah jatuh hati pada Atta sejak remaja dan Luthfi mengetahui hal itu.
Sayangnya dia terlalu pengecut untuk menyatakan perasaannya pada Atta dan memilih bercerita pada Luthfi.
Namun semua berubah setelah Atta bertemu dengan Kenzie saat semasa kuliah. Kenzie adalah cinta pertama Atta.
Zema patah hati karena sejak remaja, Atta tak pernah dekat dengan seorang gadis kecuali dirinya.
Apalagi Atta selalu bersemangat saat menceritakan tentang Kenzie tanpa tahu bagaimana kacaunya perasaannya.
Dirinya berusaha mengubur perasaannya pada Atta.
Hingga entah apa yang terjadi tiba-tiba keduanya putus saat Kenzie dikabarkan sakit dan harus menjalani pengobatan di luar negeri.
Zema akui, semenjak Atta berpacaran dengan Kenzie dirinya memang menjaga jarak dengan sahabat masa kecilnya itu karena tak ingin membuat Kenzie tak nyaman.
Apalagi Kenzie tahu dan sadar jika dirinya menyukai Atta. Gadis itu bahkan mendorong dirinya untuk menyatakan perasananya pada Atta agar tak menyesal dikemudian hari.
Namun dia menolak, dia tak ingin mempermalukan diri yang sudah pasti akan ditolak oleh Atta tentunya.
Setelahnya, Kenzie meminta kerelaan Zema untuk sedikit menjaga jarak dengan Atta karena mau bagaimana pun Kenzie tahu kalau dirinya menyukai Atta.
Zema tak merasa keberatan sebab itu adalah hal yang wajar. Jadi dia tak begitu mengetahui perkembangan hubungan keduanya.
Atta sangat terpuruk kala itu. Ternyata keduanya sempat merencanakan pernikahan, tapi semuanya harus kandas.
Di saat itulah keputusan besar dia ambil saat Luthfi dan ibunya Atta meminta dirinya untuk mendampingi Atta yang patah hati.
Zema menarik napas panjang, sejatinya semua berawal dari dirinya sendiri yang mau begitu saja menyerahkan perasaannya pada Atta.
Zema bangun dengan perasaan yang campur aduk. Entah akan bagaimana nasib rumah tangganya setelah ini.
Apa mereka menjalin hubungan lagi setelah Kenzie dinyatakan sembuh? Jika benar begitu, kenapa mereka tak jujur saja. Meski sakit dan kecewa, mungkin dirinya akan pasrah untuk mundur.
Ponselnya kembali berdering, tertera nama sang suami di sana. Selama ini Atta tak pernah menghubunginya.
Ia yakin, dalam hati, mereka pasti khawatir karena dirinya yang tiba-tiba berubah.
"Bangkitlah Zema. Jika mereka memang bingung bagaimana cara melepaskanmu, maka kau yang harus sadar diri untuk mundur," monolognya.
Setelah berhasil mengalirkan air ketenggorokannya. Dia kembali menatap ponselnya yang begitu banyak panggilan dan pesan di sana.
Ada dari Luthfi, Atta, mertuanya, adik iparnya Jeni bahkan orang tuanya.
Hati Zema merasa kalut, jangan sampai orang tuanya juga ikut terlibat dengan kebohongan ini.
Baru akan membuka salah satu pesan dari orang tuanya. Tiba-tiba ponselnya kembali berdering. Ternyata ibunya langsung meneleponnya.
"Zema?" panggil ibunya dengan napas lega.
"Iya bu, ada apa?" tanya Zema tenang. Sungguh dia tengah menyiapkan hati dan berdoa semoga orang tuanya tak terlibat dengan semua ini.
"Kapan kamu kembali? Kami merindukanmu," rengek sang ibu seperti biasanya.
Zema terkekeh, meski tak mengurangi perasaan leganya, setidaknya dia tak harus mendengar kenyataan lainnya.
"Hari ini mungkin aku akan kembali Bu—"
"Mungkin? Sudah lima bulan kamu pergi Nak, apa kamu tak merindukan ibu?"
"Baiklah aku akan pulang hari ini," jawab Zema pasrah.
"Ada apa denganmu nak, suaramu terdengar serak?"
"Aku baik-baik saja Bu, hanya sedikit lelah saja."
"Baiklah, jaga diri baik-baik. Sebentar lagi hari ulang tahunmu yang ke tiga puluh, apa kamu tak ingin merayakannya dengan kami semua?"
"Baiklah, kalau begitu aku harus segera bersiap agar bisa menemui ibu, ok?"
Setelah berbicara dengan ibunya, dia segera mematikan teleponnya.
Tak lama, panggilan dari Luthfi menyusul, membuat perasaan Zema mendadak kecut.
"Zema?" panggil Luthfi yang kemudian terdengar deru napas leganya.
Zema bergeming, perasaan bahagia yag dulu dia rasakan entah kenapa kini sirna setelah mengetahui kebohongan sahabatnya.
"Apa kamu ngga jadi pulang? Kenapa kamu ngga memberi kabar?" cecar Luthfi yang entah kenapa sekarang terasa menjengkelkan baginya.
"Hari ini aku baru akan pulang, kalau udah ngga ada yang ingin kamu katakan, aku akan menutup panggilanmu karena aku harus bergegas."
Luthfi di seberang sana terkesiap karena merasa sikap Zema padanya berubah dingin.
"Zem, apa kamu baik-baik saja?"
"Tentu, kamu pikir aku kenapa?"
"Ah tidak apa-apa. Baiklah, kamu mau aku jemput?"
Zema tersenyum tipis, Luthfi bahkan lupa menanyakan kenapa dirinya tiba-tiba membatalkan kepulangannya. Dulu dia tak menyadari sikap itu, tapi kini semua perhatian Luthfi padanya membuatnya muak.
"Ngg perlu, terima kasih atas perhatianmu. Aku akan mampir ke rumah teman terlebih dahulu," tolak Zema langsung.
Luthfi makin merasa gugup dan tak nyaman. Dia jelas merasa ada sesuatu terjadi pada Zema.
"Kamu mau ke mana Zem?"
Sayangnya Zema tak mengindahkan panggilan itu dan memilih segera mematikan panggilan mereka dan mematikan ponselnya.
Dia melakukan hal itu untuk membuat alasan pada Luthfi jika tadi ponselnya tiba-tiba mati.
Kini dia tengah berusaha menenangkan diri dan akan menyiapkan hati untuk memperjelas semuanya.
"Apa yang harus kulakukan? Kubongkar saja kebohongan mereka? Atau mencari tahu kenapa mereka melakukan ini padaku?"
"Tapi dari mana?" lirih Zema putus asa.
.
.
.
Lanjut
jgn lma* up nya y k
terimakasih Thor ...
makin seru dan bikin penasaran ceritanya.
semangat buat up lagi ya Thor ...💪