NovelToon NovelToon
Sang Penyelamat

Sang Penyelamat

Status: sedang berlangsung
Genre:Penyelamat / Dokter Genius
Popularitas:45.8k
Nilai: 5
Nama Author: Ichageul

Irsyad mendapat tugas sulit menjadikan Bandung Medical Center sebagai rumah sakit pusat trauma di Bandung Timur.

Kondisi rumah sakit yang nyaris bangkrut, sistem yang carut marut dan kurangnya SDM membuat Irsyad harus berjuang ekstra keras menyelesaikan tugasnya.

Belum lagi dia harus berhadapan dengan Handaru, dokter bedah senior yang pernah memiliki sejarah buruk dengannya.

Bersama dengan Emir, Irsyad menjadi garda terdepan menangani pasien di Instalasi Gawat Darurat.

Terkadang mereka harus memilih, antara nyawa pasien atau tunduk dengan sistem yang bobrok.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Manipulasi

Setahun yang lalu

Di sebuah ruang operasi, nampak lima orang tenaga medis akan memulai proses operasi seorang pasien yang mengalami masalah dengan parunya. Seorang dokter bedah umum senior memimpin jalannya operasi. Dokter bernama Handaru itu sudah lama berprofesi sebagai dokter spesialis bedah digestif atau saluran cerna. Dia mengabdi mulai dari usia 27 tahun sampai sekarang usianya sudah mencapai 48 tahun.

Selain bedah digestif, pria itu juga memiliki keahlian bedah toraks. Selama berkarir di Rumah Sakit Ibnu Sina, entah sudah berapa banyak pasien yang sudah dioperasinya. Karenanya pria itu menjadi sangat terkenal di rumah sakit swasta tersebut. Banyak pasien yang merujuknya sebagai dokter bedah mereka. Operasi yang dia lakukan kali ini, entah sudah yang ke berapa kali.

Selain dirinya, ada pula dokter residen tahun ketiga, dokter anestesi dan dua orang perawat. Dokter anestesi mulai memberikan obat bius pada sang pasien. Setelah pasien kehilangan kesadarannya, mereka pun bersiap melakukan operasi.

“Pasien bernama Agus Hambali, usia 39 tahun. Dia terkena efimisma yang cukup parah. Kita akan mengangkat bagian paru-paru yang rusak, mengembalikan kesempatan hidup pria ini. Kalian siap?”

Semua menganggukkan kepalanya mendengar ucapan Handaru. Sang perawat pun mulai memberikan pisau bedah pada dokter spesialis bedah tersebut. Dengan hati-hati Handaru menyayat bagian dada, kemudian memperlebar sayatan dengan menggunakan rektraktor.

“Saline.”

Perawat segera memasukkan cairan saline ke bagian yang terkena bedah untuk membersihkan luka. Cairan saline bercampur dengan darah langsung terlihat di dalam tubuh pasien yang terbuka.

“Suction.”

Kini perawat memasukkan alat untuk menyedot cairan yang bercampur dengan darah. Dengan hati-hati Handaru mengeluarkan bagian paru-paru yang rusak. Bagian yang rusak akan dibuang, baru kemudian masukkan kembali ke tempatnya. Saat tengah membuang bagian paru-paru yang rusak, terdengar suara dari monitor pemantau organ vital pasien.

“Saturasi oksigen pasien menurun, dokter!”

“Segara stabilkan, aku akan berusaha menyelesaikan ini dengan cepat.”

Dokter anestesi berusaha sekuat tenaga menjaga mengembalikan saturasi oksigen pasien. Perawat meremat kantong darah untuk memompa darah masuk ke dalam tubuh pasien. Dalam waktu cepat, Handaru sudah berhasil membuang bagian paru-paru yang rusak.

“Dokter, sepertinya ada sedikit masalah di lambungnya,” ujar dokter residen.

“Kita akan sekalian menyelesaikannya di sini.”

“Tapi mungkin pasien tidak akan bertahan. Kita harus menghentikan operasi dan melanjutkannya nanti,” dokter anestesi memberikan sarannya.

“Kita harus menyelesaikannya sekarang!”

Karena Handaru bersikeras, akhirnya semua menuruti apa yang dikatakan dokter bedah tersebut. Handaru mencari bagian yang bermasalah dan hendak membuangnya. Namun tanpa sengaja, pisau di tangannya mengenai pembuluh darah. Dengan cepat darah memancar dan terus keluar dari pembuluh darah yang tersayat.

“Suction!”

Bergantian perawat menyedot darah dan mengeringkan dengan kasa, namun darah tidak berhenti mengalir. Dokter anestesi terus berusaha mempertahankan stabilitas pasien, namun tekanan darah dan saturasi oksigennya terus menurun.

Dengan cepat Handaru mencari pembuluh darah yang terkena sayatan kemudian menjahitnya. Baru saja dia selesai menutup robekan di pembuluh darah, pasien mengalami henti jantung. Dokter residen segera memberikan kompresi.

Perawat memasangkan dua bantalan ke tubuh pasien, dokter residen menghentikan kompresi dan kejutan pun diberikan. Detak jantung pasien belum kembali, sang dokter residen kembali melakukan kompresi.

“Epi! Naikkan 200 joule!” teriak Handaru.

Salah satu perawat segera menyuntikkan epinephrine, dan satunya lagi mengisi daya defibrilator. Setelah daya terisi, pasien kembali dikejutkan, namun detak jantung pasien masih belum kembali.

“Naikkan 300 joule!”

Kembali mereka melakukan hal sama, melakukan kompresi, menyuntikkan epinephrine dan memberikan kejutan. Tapi tanda di monitor masih menunjukkan garis lurus.

“350 joule!”

Semua petugas medis di ruang operasi berusaha sekuat tenaga mengembalikan detak jantung pasien. Kejutan dengan volume 350 joule diberikan, namun sia-sia. Detak jantung tidak juga kembali. dokter residen kembali memberikan kompresi. Keringat sudah bercucuran dari kening dokter pria itu. Bergantian dengan dokter anestesi, mereka terus melakukan kompresi. Setelah melakukannya selama dua puluh menit, akhirnya mereka berhenti.

“Waktu kematian pukul 14.10.”

Semua langsung terdiam. Operasi yang awalnya dianggap tidak terlalu rumit, justru membuahkan petaka. Handaru mengambil tablet yang berisi rekam medis pasien.

“Apa yang harus kita katakan pada wali pasien?” terdengar suara dokter anestesi.

“Pasien mengalami pendarahan ketika kita berusaha menyelamatkan lambungnya,” jawab sang dokter residen.

“Dan kamu yang memegang pisaunya,” Handaru melihat pada dokter bimbingannya.

Dokter residen bernama Galih itu tentu saja terkejut. Hanya tinggal sebentar lagi dia akan menyelesaikan program residensinya, jika ini masuk ke dalam catatan buruknya, tentunya berdampak negatif pada residensinya.

“Kenapa aku?”

“Kalau aku yang melakukannya, apa ada yang percaya?”

Dokter Handaru malah balik bertanya. Kedua perawat yang ada di dalam ruangan hanya terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Dokter anestesi bernama Tomi menarik Handaru sedikit menjauh.

“Kamu tidak bisa mengorbankan karirnya begitu saja,” ujar Tomi dengan suara pelan.

“Bagaimana kalau kamu yang bertanggung jawab? Aku pernah menyelamatkan karir mu ketika kamu melakukan kesalahan di ruang operasi.”

“Aku sudah membayarnya. Aku menyelamatkan mu tiga kali, sementara aku hanya satu kali melakukan kesalahan. Jangan mencoba menyudutkan ku,” kesal Tomi.

“Kalau begitu kita bisa katakan pasien meninggal karena gagal jantung. Dari hasil pemeriksaan kesehatannya, terlihat jantungnya memang bermasalah.”

“Itu ide bagus.”

Keduanya segera kembali ke dekat meja operasi. Semua yang ada di sana menunggu dengan cemas apa yang akan dikatakan Handaru, terutama Galih.

“Pasien meninggal karena mengalami kegagalan jantung. Jantungnya tidak kuat menerima anestesi yang diberikan dan lama jalannya operasi. Kita sudah berusaha sebisa mungkin untuk mengembalikan detak jantungnya, tapi tidak berhasil. Itu yang akan kita katakan pada keluarga pasien. Mengerti?”

Semua menganggukkan kepala tanda mengerti. Tidak ada yang berani mengatakan kebenaran di luar ruang operasi. Jika ini sampai bocor, bukan hanya karir dokter Handaru yang akan tamat, tapi juga semua kru medis yang berada di ruang operasi.

***

Begitu Handaru keluar dari ruang operasi, pria itu langsung dihampiri oleh keluarga pasien. Operasi yang berjalan selama hampir dua jam lebih serasa setahun lamanya bagi mereka.

“Dokter, bagaimana operasinya?”

“Saya minta maaf. Pasien memiliki masalah jantung. Jantung pasien tidak kuat menjalani lamanya jalannya operasi dan dosis obat bius selama menjalani operasi. Kami sudah berusaha mengembalikan detak jantungnya. Tapi semuanya sia-sia, maafkan saya.”

Tangis istri pasien langsung pecah. Tubuhnya hampir saja terjatuh kalau sang adik tidak menahannya. Sekali lagi Handaru mengucapkan bela sungkawa, kemudian beranjak dari sana. Tidak lama kemudian jenazah pasien dibawa keluar oleh perawat.

Istri sang pasien langsung menangis sambil memeluk tubuh suaminya yang sudah terbujur kaku. Kain hijau yang menutupi tubuh sang suami dibuka olehnya. Wajah pucat suaminya langsung terpampang di depan matanya. Hanya isak tangis yang keluar dari mulutnya. Bayangan menjalani hari-hari tanpa kehadiran orang yang dicintainya langsung terbayang di pelupuk matanya.

Setelah meninggalkan ruangan operasi, Handaru kembali ke ruangannya. Pria itu berdiri di depan meja kerjanya seraya menaruh kedua tangannya di sisi meja. Pria itu mengesah panjang. Kematian pria tadi semakin menambah daftar pasien yang mati di tangannya di meja operasi. Beberapa diakui sebagai kesalahannya karena tingkat operasi yang sulit. Namun sisanya dilimpahkan pada dokter anestesi atau dokter residen, bahkan mencari alasan lain atas penyebab kematian seperti hari ini.

Lamunan Handaru buyar ketika mendengar suara getaran ponselnya. Tangannya segera merogoh saku celananya. Di layar ponsel tertera nama Iskak Nasir, pria yang terus mendekatinya akhir-akhir ini. Iskak adalah dewan komisaris Rumah Sakit Bandung Medical Center. Pria itu tengah membujuk Handaru agar mau pindah ke rumah sakitnya.

“Halo.”

“Apa kamu sudah memikirkan tawaran ku?” tanya pria bernama Iskak tanpa basa-basi.

“Aku tidak hanya mau menjadi dokter kepala bedah di sana.”

“Tentu saja. Kamu akan menjadi direktur di sana. Ini penawaran terakhir. Apa kamu mau mengambilnya.”

“Baiklah.”

Usai melakukan pembicaraan melalui telepon, Handaru segera keluar dari ruangannya. Pria itu akan segera mengajukan pengunduran dirinya. Dia harus secepatnya keluar dari rumah sakit yang sudah membesarkan namanya sebelum kecurangan yang dilakukannya terbongkar. Bukannya dia tidak tahu kalau Irsyad tengah gencar mencari kesalahannya. Dokter bedah trauma itu sudah menjadi musuh terbesarnya sejak lama.

TOK’

TOK

TOK

“Masuk!”

Terdengar suara dari dalam ruangan. Handaru segera masuk ke dalam ruangan. Matanya langsung tertuju pada Aqeel yang ada di belakang meja kerjanya. Pria itu sekarang menjabat sebagai direktur rumah sakit Ibnu Sina. Handaru menarik kursi di depan pria itu.

“Bagaimana operasinya?”

“Pasien tidak bisa ku selamatkan.”

Wajah Handaru menunjukkan kesedihan ketika menceritakan apa yang terjadi di ruang operasi, tentu saja menurut versi yang dibuatnya sendiri. Terdengar hembusan nafas panjang Aqeel.

“Apa kamu sudah memberi tahu keluarganya?”

“Ya. Aku minta maaf.”

“Kita adalah dokter, bukan Tuhan. Kita hanya bisa berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan pasien. Tapi hidup dan mati sudah ditentukan oleh Allah.”

“Ya kamu benar. Sebenarnya tujuan ku datang ke sini untuk mengajukan pengunduran diri.”

“Pengunduran diri? Kamu benar-benar serius soal itu?”

“Aku sudah memberitahu mu sebelumnya.”

“Soal tawaran Bandung Medical Center?”

“Ya, aku sudah menerimanya. Aku perlu lompatan besar dalam karir ku. Aku sudah menjadi dokter bedah ternama selama bertahun-tahun. Sekarang aku mau mencoba hal baru.”

“Kamu yakin?”

“Ya.”

“Aku hanya bisa mendoakan kesuksesan mu. Semoga kamu berhasil di tempat baru mu.”

Aqeel bangun dari duduknya kemudian menyalami Handaru. Sebelumnya Handaru sudah memberikan surat pengunduran dirinya pada Aqeel. Namun Aqeel masih menahannya dan memberi Handaru waktu untuk memikirkan kembali keputusannya.

“Good luck,” ujar Aqeel seraya menyalami Handaru.

***

Hai² aku datang dengan cerita baru. Sekarang aku mencoba mengangkat cerita medis secara lengkap berikut kehidupan di rumah sakit. Jangan khawatir, ada kisah romance mereka juga kok. Semoga kalian bisa menikmati karya baru ku. Jangan lupa tinggalkan jejak seperti like, komen, rate bintang 5 dan masukkan ke dalam favorit kalian supaya bisa tetap dapat notifikasi setiap up date. Terima kasih🙏🏻

1
@◌ᷟ⑅⃝ͩ●Marlina●⑅⃝ᷟ◌ͩ☘𝓡𝓳
Emang bisa 🤪
Paula Abdul
weww..... semoga op nya lancar ga ada kesalahan, kekeliruan, kecerobohan dari dokter Handaru, dah cukup pasien yg meninggal karenanya biar julukan hodadnya ga melekat abadi
Paula Abdul
wkwkwkwkwk....
yg ada pasien bedah kecantikan malah jadi pasien bedah jantung n jadi pasien kejiwaan gegara liat pasien lain yg masuk IGD dengan kondisinya beneran gawat n darurat juga bikin yg liat stress 😂😂
tehNci
Hampir nahan nafas saat menghadapi ketegangan di ruang IGD. Untung akutuh bukan tenang medis,.jadi kekacauan dan ketegangan seperti tadi tidak akan kualami.. Alhamdulillah 😅
Miroh Jasseem
😍😍😍😍😍😍
Nabila hasir
tegang padahal cuman baca. tapi situasi di igd ikut terbayangkan betapa riweh dan rame ruangan igd.
Nabila hasir
wes lihat dengan matamu sentanu🤣🤣
Nabila hasir
waduh handaru kok lagi masuk ruang operasi. ntar ada yg di salahkan lagi lho ya
dewi rofiqoh
Handaru mau ikut mengoperasi pasien lagi? Semoga tidak ter apa-apa 🤲🤲
choowie
hahahah...makanya mikir sebelum mengambil keputusan
choowie
nah gini baru benar
Nabila hasir
handaru ma sentanu kamu berhadapan ma turunan keluarga hikmat dan Ramadan
Safitri Agus
hodad turun tangan juga akhirnya semoga saja lancar operasinya,
Safitri Agus
haduh lemes aku gak kuat lihat darah 😵‍💫
Safitri Agus
Innalillahi
Safitri Agus
tau gini gak usah kerja sama dgn Sentanu🤦
☠ᵏᵋᶜᶟAnnelieseᵇᵃˢᵉ
si sentanu baru sadar setelah melihat keadaan IGD sebenarnya klo kedatangan pasien banyak ya,nah Handaru kembali ke meja operasi lgi apa akan ada yg menghentikan nya atau ada insiden lain ya
𝕸𝖆𝖗𝖞𝖆𝖒🌹🌹💐💐
awas gagal lagi/Frown//Frown/
@☘𝓡𝓳IႶძiჁმ
haben nagen ge yakin lah bakal kalah kamu mah ...gk kuat lawan Irsyad 😏
Teti Usmayanti
waduh Handaru masuk ruangan operasi lg, jgn2 nanti pasien mati lg secara Khan km suka malpraktek.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!