NovelToon NovelToon
DEBU (DEMI IBU)

DEBU (DEMI IBU)

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Poligami / Keluarga / Healing
Popularitas:18.2k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

“Aku rela jadi debu… asal Ibu tetap hidup.”

Kevia rela ayahnya menikah lagi demi ibunya bisa tetap menjalani pengobatan. Ia pun rela diperlakukan seperti pembantu, direndahkan, diinjak, dianggap tak bernilai. Semua ia jalani demi sang ibu, wanita yang melahirkannya dan masih ingin ia bahagiakan suatu hari nanti.

Ardi, sang ayah, terpaksa menikahi wanita yang tak ia cintai demi menyelamatkan istri tercintanya, ibu dari putri semata wayangnya. Karena ia tak lagi mampu membiayai cuci darah sang istri, sementara waktu tak bisa ditunda.

Mereka hanya berharap: suatu hari Kevia bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, membiayai pengobatan ibunya sendiri, dan mengakhiri penderitaan yang membuat mereka harus berlutut pada keadaan.

Agar Kevia tak harus lagi menjadi debu.

Agar Ardi tak perlu menjadi budak nafsu.

Tapi… akankah harapan itu terkabul?

Atau justru hanyut… dan menghilang seperti debu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

1. Harga yang Tak Ternilai

Ardi terduduk di trotoar, tubuhnya lunglai seolah seluruh beban dunia menekan di pundaknya. Matahari sore merayap perlahan, memantulkan cahaya oranye yang membuat bayangan tubuhnya tampak lebih rapuh dari kenyataannya.

Tangannya menutup wajah, rambut acak-acakan menempel pada kening yang basah oleh keringat. Napasnya berat.

“Istriku… sudah telat cuci darah sehari,” gumamnya parau, suaranya nyaris tak terdengar. “Kesehatannya… menurun drastis. Kemana lagi aku harus mencari uang untuk Kemala?”

Ia menunduk lebih dalam, menatap aspal yang retak. Retakan itu seperti hidupnya, patah, hancur, kehilangan arah.

PHK massal telah merenggut pekerjaannya. Rumah satu-satunya sudah ia jual untuk membuka toko kelontong kecil. Baru lima bulan ia dan keluarganya merasakan sedikit harapan, tapi si jago merah mengamuk di pasar, melahap semuanya. Ardi bahkan tak sempat menyelamatkan apa pun dari usahanya.

Motor tua yang dulu setia mengantarnya bekerja pun sudah terjual, demi satu-satunya hal yang masih ia genggam. Nyawa Kemala.

Namun, nyawa itu kini seolah tergantung pada seutas benang tipis. Biaya cuci darah terlampau besar. Ia rela bekerja apa saja demi mendapatkan uang, tetapi tetap tak sanggup mengejar angka-angka yang terus menagih.

“Aku… nggak siap kehilangan Kemala.” Suaranya pecah. “Dan Kevia? Dia masih terlalu kecil… masih butuh ibunya. Tuhan… hamba harus gimana?”

Ardi menekuk tubuh, wajahnya hampir menyentuh lutut. Air matanya jatuh, bercampur dengan debu trotoar. Orang-orang lewat memerhatikannya. Ada yang mengernyit, ada yang melirik iba, lebih banyak lagi yang hanya lewat tanpa peduli.

Dunia seperti berputar tanpa sudi menoleh pada kesedihannya.

Ardi memejamkan mata, berusaha menenangkan gejolak di dadanya. Ia mencoba berpikir jernih, walau otaknya seperti dihimpit tembok tak berujung.

Lalu… suara itu terdengar.

Lembut, namun menusuk.

“Aku akan menanggung biaya cuci darah Kemala… selamanya.”

Ardi terhenyak. Kepalanya terangkat perlahan. Matanya membelalak, mencari sumber suara.

Dan saat ia melihat siapa yang berdiri di hadapannya, napasnya tercekat.

Di depannya, berdiri seorang wanita dengan tubuh tegak, wajah terawat, sedikit lebih muda darinya. Rambut hitam bergelombang jatuh di bahu, bibirnya terukir senyum samar. Senyum yang justru membuat dada Ardi makin sesak.

Rima.

Nama itu menyalak di dalam kepalanya.

Wanita yang sejak remaja dulu tak pernah berhenti mengejarnya. Wanita yang terang-terangan menantang Kemala, namun akhirnya kalah karena hatinya, ruang yang penuh oleh cinta, hanya tertuju pada satu orang. Kemala.

Saat ia memilih Kemala sebagai pendamping hidup, Rima akhirnya menjauh. Setidaknya begitu yang Ardi kira. Tapi sekarang, bertahun-tahun kemudian, ia berdiri lagi di hadapannya. Masih dengan sorot mata yang sama. Kali ini, lebih berani, lebih matang, dan entah kenapa terasa berbahaya.

“Kau…” gumam Ardi lirih, separuh tak percaya.

Rima tersenyum. Senyum yang lembut, tapi Ardi bisa merasakan ketajaman tersembunyi di baliknya.

“Aku nggak kaya raya, Ar,” ucapnya pelan, namun setiap kata terdengar mantap. “Tapi aku lebih dari mampu… jika hanya untuk membiayai cuci darah Kemala. Aku punya dua minimarket, dan satu biro pengiriman barang. Sekarang sedang ramai. Kau tahu sendiri, orang-orang makin tergantung pada toko online.”

Ardi terdiam. Kata-kata itu menancap seperti paku di benaknya. Menanggung biaya cuci darah Kemala… selamanya? Dari mulut Rima? Wanita yang dulu menjadi saingan istrinya?

Tak masuk akal. Tak bisa dipercaya.

“Bagaimana?” suara Rima kembali mengalun, kali ini lebih halus, nyaris seperti bisikan. “Kita bicara di mobilku.”

Perkataannya lebih mirip ajakan yang tak memberi pilihan.

Ardi menunduk. Ragunya menjerit, logikanya menolak, namun bayangan wajah Kemala yang pucat dan tubuhnya yang melemah menghantam lebih keras. Demi wanita yang ia cintai, demi putrinya yang masih terlalu kecil untuk kehilangan ibunya, ia tak punya banyak waktu untuk ragu.

Pelan, berat, Ardi mengangguk.

Senyum Rima mengembang. Ada kilatan yang tak bisa disembunyikan dari matanya. Entah itu kebahagiaan… atau mungkin awal dari sebuah kemenangan yang sejak lama ia nantikan.

Begitu duduk di mobil, Ardi langsung bersuara, tanpa menatap wanita di sampingnya, jelas enggan berlama-lama dengan Rima.

“Di dunia ini nggak ada yang gratis.” Suaranya parau, membelah keheningan mobil. Tatapan Ardi lurus ke depan, rahangnya mengeras. “Kau pasti punya syarat untuk membantuku, kan? Apalagi… dulu kau saingan Kemala.”

Rima terkekeh lirih. Senyumannya penuh percaya diri.

“Ardi sayang,” ucapnya manis, “kau memang nggak pernah berubah. To the point. Dan itu selalu bikin aku tertarik.” Ia mencondongkan tubuh, mata berkilat. “Ya, kau benar. Tak ada yang gratis di dunia ini.”

Ardi menghela napas, firasatnya terbukti.

“Aku bersedia menanggung semua biaya cuci darah Kemala… selamanya,” kata Rima datar, tapi dengan senyum penuh kemenangan. “Hitam di atas putih. Tapi syaratnya... ceraikan dia.”

Ardi menoleh, tersenyum pahit. “Sudah kuduga. Tapi sejak janji suci itu terucap, aku bersumpah… Kemala tetap satu-satunya istriku. Dunia akhirat.”

Rima mendengus, lalu bersandar santai. Senyumannya melebar, tapi dingin.

“Kalau begitu… kau akan membiarkannya mati?”

Ardi memejamkan mata, dadanya terasa sesak. Ia sudah mencoba segala cara untuk bertahan. Pagi hingga sore ia bekerja serabutan, berjualan keliling, menjadi kuli bangunan, kuli panggul, memeras tenaga hingga tulangnya seakan berteriak.

Saat matahari turun, ia masih memungut botol bekas hingga larut malam. Tidurnya hanya sebentar. Sebelum fajar, ia kembali menyusuri tumpukan sampah demi beberapa rupiah. Namun sekeras apa pun ia berjuang, uang itu selalu habis, tak pernah cukup untuk membayar cuci darah rutin Kemala.

“Tuhan… aku nggak siap kehilangannya…” hatinya terasa diremas tiap kali bayangan kehilangan itu datang. Bayangan Kemala pergi selamanya hanya karena ia tak mampu membiayai hidupnya, itu terlalu menyakitkan.

Rima menatapnya, senyum miring terbit di bibirnya. "Oke." Ia mencondongkan wajah, suaranya terdengar dingin. “Aku tak memintamu menceraikannya. Dia tetap jadi istrimu. Tapi sebagai imbalan… kau menikah denganku.”

Rima kembali menyandarkan punggung ke kursi, lalu menatap Ardi dengan penuh percaya diri. "Tak apa aku jadi yang kedua. . Itu cukup untuk membuktikan, bahwa aku bisa memiliki dirimu.”

Tangannya terulur, mengusap rahang Ardi dengan lembut. Refleks, Ardi menepis kasar. Wajahnya menegang, antara muak dan putus asa.

Rima tidak marah. Ia hanya tersenyum kecut, lalu menembakkan kata-kata berikutnya dengan kejam, tanpa jeda, seperti peluru.

“Kau tak punya pekerjaan tetap. Kemala akan mati kalau tak cuci darah. Anakmu, Kevia, akan kehilangan ibunya. Kalian tinggal di kontrakan sempit dua kamar yang bahkan bocor kalau hujan. Kau pikir masa depan anakmu akan seperti apa?”

Ardi terdiam. Kata-kata itu menohok, karena semua benar.

“Aku memberimu kesempatan menyelamatkan istrimu,” Rima melanjutkan, nadanya kini lembut tapi mencekik. “Menyelamatkan masa depan putrimu. Semua bisa kau dapatkan hanya dengan satu kata: ya. Tapi kalau kau menolak… berarti kau lebih mementingkan egomu. Cinta mulia yang kau banggakan itu? Ego, Ardi. Kau tega membiarkan mereka hancur hanya karena kau tak mau mengorbankan harga diri.”

Ardi terdiam.

Ego? Bukan. Ini tentang cinta, tentang janji yang pernah ia ucapkan di depan Tuhan. Tapi apa arti janji jika ia hanya bisa duduk di samping ranjang Kemala, menatap istrinya sekarat karena tak ada uang? Apa arti setia kalau akhirnya hanya menyisakan penyesalan di hadapan putrinya yang kehilangan ibu?

Ardi menatap kosong ke luar jendela. Hatinya berteriak menolak, tapi logikanya dicekik realita. Bayangan wajah Kemala yang lemah, Kevia yang masih terlalu kecil… semuanya menekan dadanya.

Ia tahu, sekali ia mengangguk, hidupnya tak lagi sama. Tapi jika tidak… ia mungkin akan kehilangan segalanya.

...🌸❤️🌸...

Next chapter...

“Sayang…” panggilnya lirih. Suaranya bergetar. “Aku… ingin menikah lagi.”

To be continued

1
Marsiyah Minardi
Ya ampun kapan kamu sadar diri Riri, masih bocil otaknya kriminil banget
septiana
dasar Riri mau lari dari tanggungjawab,tak semudah itu. sekarang ga ada lagi yg percaya sama kamu setelah kejadian ini.
naifa Al Adlin
yap begitu lah kejahatan tetep akan kembali pada yg melakukan kejahatan. bagaimanapun caranya,,, keren kevin,,,
asih
oh berarti Kevin Diam Diam merekam ya
Puji Hastuti
Riri lagu lama itu
Hanima
siram air comberan sj 🤭🤭
Anitha Ramto
bagus hasih CCTVnya sangat jelas dua anak ular berbisa pelakunya,dan sangat puas dengan lihat mereka berdua di hukum,Kevia merasa lega kalo dirinya jelas tidak bersalah...,Kevin tersenyum bangga karena telah menyelamatkan Kevia dan membuktikan kepada semua siswa/wi dan para guru jika Kevia bukanlah pelakunya hanya kirban fitnah dan bully...

tenang saja Kevia jika ada yang mengusikmu lagi Kevin tidak akan tinggal diam,,Kevin akan selalu menjadi garda terdepan untukmu..
Siti Jumiati
kalau pingsan dimasukkan aja ke kelas yang bau tadi biar cepat sadar...

rasain Riri dan Ani kamu harus tanggung jawab atas semua perbuatanmu

makanya jadi orang jangan jail dan berbuat jahat.

semangat kak lanjutkan makin seru aja...
Dek Sri
lanjut
abimasta
kevin jadi pwnyelamat kevia
abimasta
semangat berkarya thor
mery harwati
Cakep 👍 menolong tanpa harus tampil paling depan ya Kevin 👏
Karena bila ketauan Riri, nasib Kemala & Kevia jadi taruhannya, disiksa di rumah tanpa ada yang berani menolong 🤨
Marsiyah Minardi
Saat CCTV benar benar berfungsi semoga kebenaran bisa ditegakkan ya Kevia
anonim
Kevin diam-diam menemui wali kelas - melaporkan dan minta tolong untuk menyelidiki tentang Kevia yang di tuduh mencuri uang kas bendahara. Kevin yakin Kevia tidak melakukannya dan meminta untuk memperhatikan Riri dan Ani yang selalu mencari masalah dengan Kevia.
Wali kelas akan menyelidiki dengan minta bantuan pak Anton untuk mengecek CCTV.
Di Aula suasana semakin panas semua menghujat Kevia.
Wali kelas datang meminta Kevia untuk berkata jujur apa benar mencuri uang kas dan alasannya apa.
Kevia menjawab dengan menceritakan secara runtut kenapa sampai dituduh mencuri uang dan bukti bisa berada di dalam tasnya.
Kita tunggu rekaman CCTV
anonim
Bisa kebayang bagaimana hati dan perasaan Kevia saat dituduh mencuri uang kas dengan bukti yang sangat jelas - uang kas tersebut ada di dalam tasnya. Semua teman-teman percaya - tapi sepertinya Kevin tidak.
Siti Jumiati
ah kak Nana makasih... kak Nana kereeeeeeeen.... semoga setelah ini gk ada lagi yang jahatin kevia kalaupun ada semoga selalu ada yang menolong.
lanjut kak Nana sehat dan sukses selalu 🤲
asih
aku padamu Kevin mau gak jadi mantuku 🤣🤣😂
Puji Hastuti
Goodjoob Kevin
Anitha Ramto
bacanya sampai tegang ya Alloh Kevia😭kamu benar² di putnah dan di permalukan kamu anak yang kuat dan tinggi kesabaran,,insyaAlloh dari hasil CCTV kamu adalah pemenangnya dan terbukti tidak bersalah,berharap si dua iblis itu mendapatkan hukuman yang setimpal,balik permalukan lagi,,

Kevin tentunya akan melindungi Kevia dengan diam²,,demi menyelamatkan dari amukan si anak ular betina,,good Kevin biar dua anak ular itu di kira kamu benci sama Kevia...padahal sebaliknya Kevin sangat peduli sama Kevia dan akan melindunginya...

sabar banget Kevia...
orang sabar di sayang Alloh..
tse
ah keren sekali gebrakanmu Kevin...
menolong Kevia secara tidak langsung di depan 2 ulet bulu yang tidak sadar diri....mantap..
ayo mau di hukum apa nih jedua ulet bilu itu...
enaknya disruh ngapain ya...
bersihin kelas yang bau kali ya..kna seru tuh ngebayangin mereka berdua beraihin kelas sambil muntah2 ...
alhasil bersihin kelas plus muntahannya sendiri...
rasain tuh hukuman yang sangat setimpal Dan jnagan lupa hubungi kedua orang tuanya terus mereka berdua di skorsing selama 1 minggu....
cukup lah ya hukumannya.....
setuju ga ka....
Suanti: ani dan riri harus hukum setimpalnya jgn di beda kan hukaman nya karna ank org kaya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!