Noah Wisesa, pewaris konglomerat properti, terjebak dalam perjodohan demi bisnis keluarga. Saat dari rumah usai bertengkar dengan sang ibu, dia justru menabrak Ivy Liora—mantan rekan kerja yang kini berubah menjadi perempuan penuh tuntutan dan ancaman. Untuk menyelamatkan reputasi, Noah menawarkan pernikahan kontrak selama satu tahun.
Ivy menerima, asal bayarannya sepadan. Rumah tangga pura-pura mereka pun dimulai: penuh sandiwara, pertengkaran, dan batasan. Namun perlahan, di balik segala kepalsuan, tumbuh perasaan yang tak bisa dibendung. Ketika cinta mulai mengetuk, masa lalu datang membawa badai yang menguji: apakah mereka masih bertahan saat kontrak berubah jadi rasa yang tak bisa dituliskan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chika Ssi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1. Pertemuan Tak Terduga
"Nggak, Ma! Aku nggak suka sama Gendis! Mama sudah tahu kalau kami hanya berteman sejak kecil!" Jemari Noah mengepal kuat di samping badan.
Ruangan sejuk dengan mesin pendingin ruangan itu, justru seakan membakar hati Noah. Keringat membasahi dahinya. Bukan karena kepanasan, melainkan karena amarah yang menggerogoti hatinya usai permintaan yang diungkapkan oleh sang ibu.
"Jadi, hanya ini alasan Mama memintaku pulang? Aku mau sendirian dulu!"
"Jika kamu tidak mau menikah dengan Gendis, saham yang ditinggalkan papa kepadamu akan aku alihkan kepadanya! SEMUANYA!" tegas Mentari.
"Aku tidak peduli dengan saham itu! Jika memang Mama mau memberikannya kepada Gendis, BERIKAN SAJA!"
Noah beranjak dari kursi kemudian melangkah ke arah pintu. Dia membuka pintu dan membantingnya kasar. Langkahnya cepat menuju mobil.
Lelaki tersebut masuk dan mulai melajukan mobil sport yang sudah lama tak dipakai itu. Jalanan Kota Surabaya mendadak asing. Noah sudah lama tak menginjakkan kaki ke tanah kelahirannya itu, terutama semenjak meninggalnya sang ayah.
Noah memilih untuk menekuni hobi dan pekerjaannya sendiri. Dia membiarkan usaha properti mendiang sang ayah dikelola oleh ibunya. Tak ada ketertarikan khusus dengan bidang ini sehingga membuatnya tak lagi memedulikan saham perusahaan.
"Tapi, semua itu hasil kerja keras papa. Kalau sampai jatuh ke tangan orang lain, sayang banget! Aku tahu betul perjuangan papa selama ini!" ujar Noah.
Lelaki tersebut mengusap wajah kasar karena mendadak berubah pikiran. Namun, ketika pandangannya kembali ke jalanan, tiba-tiba ada seorang wanita yang hendak menyeberang. Sontak Noah menginjak rem.
Tubuh Noah terbanting ke depan. Beruntungnya sabuk pengaman menyelamatkan lelaki tersebut dari bahaya. Kepala Noah hampir membentur roda kemudi.
"Sial!" ujar Noah sambil memukul setir mobilnya.
Lelaki tersebut melepaskan sabuk pengaman dari tubuh. Dia membuka pintu dan berjalan mendekati perempuan yang kini tergeletak di atas aspal. Dia berjongkok dan mulai menyingkap rambut panjang yang menutupi wajah perempuan tersebut.
Awalnya Noah mengerutkan dahi ketika mengamati wajahnya. Beberapa detik kemudian lelaki tersebut terbelalak. Dia mengenal betul siapa wanita cantik yang ada di hadapannya tersebut.
"Ivy?"
Noah mencoba menggoyangkan tubuh Ivy. Namun, perempuan tersebut tidak merespons. Noah memeriksa tubuh Ivy yang hanya memakai gaun pendek ketat di atas lutut dengan riasan mencolok.
Tidak ada darah atau luka gores di sana. Namun, dia kembali teringat dulu ketika sang ibu mengalami kecelakaan. Tidak ada darah dan luka, tetapi ibunya terlambat mendapat pertolongan dan berakhir di pemakaman.
Noah bergegas menggendong tubuh ramping Ivy yang kini lemas. Lelaki tersebut membawanya masuk ke mobil dan melajukannya sekencang mungkin. Sesampainya di klinik terdekat, Ivy pun segera ditangani.
"Bagaimana kondisinya?" tanya Noah ketika seorang perawat IGD keluar dari ruangan.
"Secara kasat mata, semua baik-baik saja, Pak. Tapi, kita perlu melakukan CT scan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Di sini tidak ada fasilitas tersebut, jadi harus dilakukan di rumah sakit yang lebih memadai."
"Aku bisa berangkat sendiri." Dari dalam ruangan, Ivy berjalan tertatih sambil memegang kepalanya.
Perawat menoleh ke arah Ivy. Perempuan tersebut berkedip beberapa kali, kemudian lelaki dengan seragam perawat itu berjalan pergi. Ivy mendekati Noah dengan langkah gontai dan limbung.
Ivy hampir saja jatuh jika saja Noah tidak menangkap tubuhnya. Lelaki tersebut memapah Ivy dan membantunya duduk di bangku depan IGD. Perempuan memijat pelipisnya.
"Kamu berikan saja aku uang untuk CT scan di rumah sakit. Selebihnya aku bisa urus sisanya."
"Aku senggang, aku akan mengantarmu ke rumah sakit. Semua biaya pengobatan akan kutanggung sebagai bentuk tanggung jawab. Aku ...." Ucapan Noah menggantung di udara karena Ivy memotong.
"Sudah, jangan banyak omong! Berikan saja uangnya!" seru Ivy sambil menatap tajam lelaki di hadapannya itu.
Noah tersentak, lalu tersenyum miring. Dia mengeluarkan ponsel dan mulai mengetikkan sesuatu. Tak lama berselang sebuah notifikasi masuk ke ponsel Ivy.
"Kamu masih menyimpan nomor rekeningku?" Ivy tersenyum miring, kemudian merogoh tasnya.
"Lima juta?" Ivy mengerutkan dahi ketika menatap layar ponselnya.
Perempuan itu mendadak limbung dan mulai memegang kembali kepalanya. Namun, kali ini Noah tidak menangkap tubuh Ivy. Perempuan tersebut kini ambruk di kursi dengan kepala yang membentur tepi kursi.
"Aduh! Kepalaku! Aku bisa kena gegar otak!" seru Ivy sambil memenangi kepalanya.
Noah tidak merespons. Dia hanya menatap tajam Ivy sambil melipat lengan di depan dada. Perempuan tersebut kini berdeham dan kembali menatap Noah.
"Ini jumlah yang sangat sedikit! Tidak sesuai dengan efek buruk dari tabrakanmu yang mungkin akan terjadi di masa depan!" ujar Ivy sambil terus memegang kepalanya yang terasa berdenyut.
"Jadi kamu mau berapa untuk biaya pengobatan?"
Ivy mulai membuka telapak tangannya. Perempuan tersebut mulai melipat jari satu per satu. Tak lama kemudian, senyuman mengembang.
"Aku mau 50 juta sebagai kompensasi!" ujar Ivy sambil menunjukkan telapak tangannya yang terbuka kepada Noah.
"Ini pemerasan! Aku akan melaporkanmu kepada kepolisian!" Noah bersiap untuk menekan angka pada layar ponselnya.
"Aku ada rekaman CCTV sebagai bukti! Di sekitar tempat kejadian banyak CCTV! Kamu juga dengar sendiri dari perawat tadi kalau aku harus melakukan CT scan! Aku nggak memerasmu!" Ivy bangkit dari kursi kemudian menatap tajam Noah.
Noah tersenyum tipis, kemudian terkekeh. Sudut matanya kini basah. Ivy yang tidak mengerti kenapa lelaki tersebut tertawa hanya bisa mengerutkan dahi.
"Aku baru tahu orang dengan cedera kepala pasca kecelakaan masih bisa bicara dengan jelas dan mendapatkan kesadaran secepat ini!"
Mendadak Ivy kembali limbung. Namun, lagi-lagi Noah menghindar agar tak lagi menyentuh tubuh perempuan tersebut. Untungnya kali ini Ivy berhasil mempertahankan keseimbangannya.
"Aku akan memberimu 10 juta lagi. Setelah itu kita selesai sampai di sini. Untuk CT scan dan pengobatan lanjutan, itu lebih dari cukup. Aku rasa kamu tidak sampai separah itu sehingga membutuhkan banyak biaya untuk pengobatan lanjutan." Noah tersenyum miring kemudian kembali merogoh sakunya.
Tak lama notifikasi ponsel Ivy kembali berbunyi. Dia tersenyum lebar ketika melihat deretan angka pada layar ponsel. Noah pun akhirnya berpamitan.
"Hati-hati di jalan, jangan sampai menabrak orang lagi!" teriak Ivy sambil melambaikan tangan.
Ivy tersenyum lebar, lalu berjalan santai. Tak lama kemudian seseorang menarik lengannya. Dia adalah perawat yang tadi merawatnya.
"Ingat, jangan lupa bagianku!" seru Bram ketika menatap wajah Ivy.
Ivy berdecak kesal. Dia merogoh tas dan mengeluarkan ponselnya. Jemari Ivy mulai menari di atas layar.
"Sudah!" ujar Ivy sambil menunjukkan layar ponselnya kepada Bram.
"Good job! Kerja sama yang sangat menyenangkan! Lain kali hati-hati, salah perhitungan sedikit aja nyawamu bisa beneran melayang!" Bram terkekeh sehingga membuat Ivy mengerucutkan bibir.
Tak lama berselang terdengar tepuk tangan dari ujung lorong. Suara langkah kaki mendekat dan perlahan sosok Noah kembali. Ivy serta Bram terbelalak dan menelan ludah kasar.