Setelah kemenangannya melawan keluarga Ashcroft, Xander menyadari bahwa kejayaan hanyalah gerbang menuju badai yang lebih besar.
Musuh-musuh lama bangkit dengan kekuatan baru, sekutu berpotensi menjadi pengkhianat, dan ancaman dari masa lalu muncul lewat nama misterius: Evan Krest, prajurit rahasia dari negara Vistoria yang memegang kunci pelatihan paling mematikan.
Di saat Xander berlomba dengan waktu untuk memperkuat diri demi melindungi keluarganya, para musuh juga membentuk aliansi gelap. Caesar, pemimpin keluarga Graham, turun langsung ke medan pertempuran demi membalas kehinaan anaknya, Edward.
Di sisi lain, Ruby membawa rahasia yang bisa mengguncang keseimbangan dua dinasti.
Antara dendam, cinta, dan takdir pewaris… siapa yang benar-benar akan bertahan di puncak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
Xander tiba di tempat Lizzy, Lydia dan Samuel berada. la menghembus nafas lega ketika bisa melihat mereka secara langsung. Meski untuk sekarang keadaan sudah relatif aman, tetapi tetap saja ia merasa sangat khawatir jika terjadi sesuatu pada mereka.
Kediaman utama sedang diperiksa secara ketat oleh para pengawal. Mereka diterjunkan langsung seluruh bagian tempat, termasuk hutan dan jalan yang menjadi tempat pertarungan semalam. Para pengawal yang terluka sudah dirawat serta pihak lawan yang tertangkap dikumpulkan untuk diinterogasi.
Xander memeluk Lizzy dengan erat, memejamkan mata.
Ketakutannya dengan cepat menghilang. "Syukurlah semua baik-baik saja. Aku benar-benar takut jika terjadi sesuatu padamu dan anak kita."
Lizzy tersenyum, melepas pelukan. “Aku bukan wanita lemah, begitupun dengan anak kita. Dia akan jadi tumbuh menjadi pria yang hebat. Jangan meremehkan kami."
Lydia dan Samuel berdehem bersamaan.
“Syukurlah, kalian juga tampak baik-baik saja, Ayah,ibu!" Ucap Xander malu-malu.
Obrolan berpindah ke meja makan. Waktu masih menunjukkan pukul tujuh pagi di mana sinar matahari terlihat menerobos kaca jendela.
"Apa aku melewatkan sesuatu?" ujar Sebastian yang mendekat ke arah meja makan. la duduk di kursi kosong di samping Samuel. "Ini terlalu biasa untuk sebuah perayaan. Kita bisa membuat perayaan untuk keberhasilan malam tadi."
Obrolan beralih ke ruang tamu setelah sarapan usai. Xander berniat mengajak Lizzy jalan-jalan di sekitar taman, tetapi urung ketika Sebastian memberi tanda untuk kembali duduk.
“Ada seseorang yang datang berkunjung pagi ini." Sebastian berdiri, menghadap pintu masuk di mana suara langkah kaki mulai terdengar.
Xander, Lizzy, Lydia, Samuel, dan Govin menoleh ke arah yang sama.
"Apa aku datang terlalu pagi?" Marcus muncul bersama para pengawalnya.
"Kakek." Xander ikut berdiri.
Marcus menoleh pada Xander, Sebastian dan berhenti di sosok Samuel dan Lydia yang berdiri berdampingan di samping Sebastian. Wajah kakek tua itu tampak terkejut hingga tubuhnya mundur selangkah. la memejamkan mata dan kembali membukanya. Hal itu terus berulang beberapa kali. "Aku akhirnya mengerti bagaimana perasaan anak-anakku ketika melihat seseorang yang disangka sudah meninggal nyatanya masih hidup. Dibandingkan memberi kejutan, nyatanya aku yang justru mendapatkan kejutan."
Marcus mendekat dengan mata berkaca-kaca. “Lydia... Samuel... syukurlah kalian masih hidup. Aku turut bersedih saat kalian mengalami kecelakaan beberapa tahun lalu, Aku tidak akan bertanya banyak hal bagaimana kau selamat, tapi yang pasti aku sangat bahagia."
Samuel berjalan pelan ke arahnya, memeluk Marcus. “Maaf, Ayah... Kami terpaksa menyembunyikan diri. Tapi kini saatnya kami kembali.”
"Terima kasih, Ayah. Aku juga senang bisa bertemu denganmu kembali. Banyak hal yang terjadi pada kami selama lima tahun terakhir. Tapi yang membuatku tetap kuat adalah harapan untuk bisa bertemu kalian kembali.” sahut Lydia..
Marcus menoleh pada Lizzy. la terdiam sesaat ketika melihat wanita itu dari dekat. "Kau pasti Lizzy. Kau berkali-kali lebih cantik dibanding saat aku melihatmu dari sambungan Video. Bagaimana keadaan cicitku?"
Lizzy menoleh pada Xander sesaat. "Cicitmu baik-baik saja, Kakek. Terima kasih karena sudah berkunjung untuk menemuiku."
"Syukurlah. Aku datang menemuimu atas kemauanku sendiri. Aku takut jika usiaku tidak lagi panjang sehingga aku tidak bisa bertemu denganmu dan cicitku secara langsung." Marcus menyeka tangis sesaat, tersenyum.
Marcus duduk di kursi. "Alexander, kau harus menjaga Lizzy dan calon anakmu dengan baik. Kau akan dihadapkan pada jalan terjal dan panjang. Sekuat dan secerdas apapun dirimu, kau tetap membutuhkan sosok tak kalah hebat di sampingmu."
Marcus melanjutkan, "Kemenangan yang kau raih semalam hanyalah permulaan. Aku yakin jika ada beberapa orang di keluarga Ashcroft yang tidak menerima begitu saja kekalahan mereka dengan diseretnya ketiga pamanmu dan anggota keluarga Ashcroft yang lain ke penjara. Di sisi lain, sekutu mereka juga tidak akan tinggal diam dan akan berusaha untuk menuntut balas."
"Dua sekutumu yakni keluarga Hillborn dan keluarga Stravenhall adalah dua sekutu yang sangat kuat karena diikat dengan ikatan keluarga. Akan tetapi, bukan berarti mereka bisa membantumu di setiap waktu. Adankalanya kau harus menghadapi semua musuhmu dengan kekuatanmu sendiri. Aku berpesan kau jangan terlalu mengandalkan bantuan orang lain karena hal itu bisa membuatmu lemah dan abai. Semua hal bisa saja terjadi. Rekan menjadi lawan, lawan menjadi rekan."
Xander mendengarkan saksama.
Marcus menjeda sejenak. "Kau harus semakin kuat dari waktu ke waktu, Alexander. Begitupun dengan pasukanmu. Untuk itu, aku akan memberitahukan sesuatu padamu. Pergilah ke kota Petalland di negara Lytora untuk berlatih di bawah bimbingan rekanku yang bernama Evan Krest. Dia adalah mantan prajurit rahasia negara Vistoria yang kemungkinan menetap di sana sebagai penduduk biasa. Ada kemungkinan lain jika Evan Krest juga pindah dari kota Petalland ke kota maupun negara lain."
"Evan Krest?" Sebastian tercenung sesaat. "Aku belum pernah mendengar namanya."
"Prajurit rahasia negara Vistoria?" Alexander tiba-tiba merasa tegang.
Marcus mengangguk, memberikan sebuah foto yang kertasnya sudah berwarna kuning. "Ini adalah fotoku dengan Evan Krest saat kami masih muda. Kisaran waktunya mungkin sekitar lima puluh tahunan yang lalu."
Samuel mengambil foto tersebut, mengamati sosok di samping Marcus. "Aku benar-benar asing dengan orang ini.”
Samuel memberikan foto itu pada Sebastian lalu kepada Alexander.
"Aku tidak tahu Evan Krest masih hidup atau tidak, tapi pastinya akan ada sosok penerus yang meneruskan ilmu-ilmu dan kemampuannya. Aku juga tidak tahu apa Evan Krest atau keturunannya mau menerimamu sebagai muridnya meski kau mengatakan bahwa kau adalah cucuku, tapi dialah orang yang sangat cocok untuk membantumu, Alexander."
Xander mengepalkan tangan erat erat, mengamati sosok Evan Krest. "Ini sebuah informasi yang sangat penting untukku, Kek. Musuh musuhku pastinya sedang berusaha untuk menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Aku tidak akan melewatkan kesempatan ini begitu saja."
Marcus memberikan sebuah kotak kecil pada Xander. “Aku harap kotak ini akan membantumu untuk meyakinkan Evan Krest atau keturunannya untuk melatihmu."
Xander membuka kotak tersebut. la mendapatkan sebuah pisau berukir harimau emas. "Ini adalah pisau yang diberikan Evan Krest padaku sebagai hadiah di masa lalu. Aku yakin dia dan keturunannya akan langsung mengingatnya."
Xander mengangkat pisau dari tempatnya, mengamatinya saksama. Ia menjadi lebih tegang dari sebelumnya. Sebuah tantangan baru terbuka di depannya saat ini.
"Aku harap informasi dariku bisa membantumu." Marcus pamit tak lama setelahnya.
"Xander, ini kesempatan yang tidak akan datang dua kali. Kau harus menggunakan kesempatan ini sebaik mungkin. Selain itu, kau juga harus bisa menemukan Evan Krest dan berlatih dengan arahannya. Bawalah para pengawal terbaik untuk pergi bersamamu ke sana."
Xander menoleh pada Lizzy, beralih pada Samuel, Lydia, dan berakhir pada Sebastian. Orang-orang inilah yang menjadi sumber kebahagiaannya, dan musuh-musuhnya tidak boleh sampai menyakiti mereka. Menjadi kuat dan tangguh adalah keharusan yang tidak boleh ditunda-tunda.
"Kami sudah menyerahkan semuanya padamu, Xander. Kau harus mempersiapkan rencanamu dan kami hanya akan memberikan nasihat jika kau membutuhkannya." Samuel berdiri, mengulurkan tangan pada Lydia.
Sebastian, Samuel dan Lydia meninggalkan ruangan dengan beberapa pengawal.
"Kau harus melakukannya. Ini kesempatanmu." Lizzy menggenggam tangan Xander. "Aku yakin kau mampu melakukannya.”
Xander mengangguk. "Govin, segera kumpulkan kesepuluh pengawal utama, termasuk Miguel dan Mikael. Dan segera buat tim khusus untuk mencari keberadaan Evan Krest secepatnya. Kita tidak boleh membuang waktu."
"Aku mengerti, Tuan.”
#✌️✌️✌️
cepat² di up nya min
#makan2