Maura seorang asisten pribadi, mendapati dirinya terperangkap dalam hubungan rumit dengan atasannya, Marvel-seorang CEO muda yang ambisius dan obsesif. Ketika Marvel menunjukkan obsesi terhadap dirinya, Maura terperangkap dalam hubungan terlarang yang membuatnya dihadapkan pada dilema besar.
Masalah semakin pelik ketika Marvel, yang berencana bertunangan dengan kekasihnya, tetap enggan melepaskan Maura dari hidupnya. Di tengah tekanan ini, Maura harus berjuang mempertahankan batas antara pekerjaan dan perasaan, sekaligus meyakinkan keluarganya bahwa hubungannya dengan Marvel hanyalah sebatas atasan dan bawahan.
Namun, seberapa lama Maura mampu bertahan di tengah hasrat, penyesalan, dan rahasia yang membayangi hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Oveleaa_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Jantung Maura berdegup tidak karuan. Ingin melangkah, tetapi kedua kakinya terasa berat seperti ditanam di lantai. Kalau memaksa masuk risikonya terlalu besar, mereka pasti akan menangkapnya dan menyeretnya pada Marvel. Maura tidak mau mengambil risiko. Ia pun berbalik arah dan kembali masuk ke dalam lift.
Begitu pintu tertutup, bahunya jatuh lemas disertai helaan napas panjang. "Seandainya aku tidak pernah bekerja di perusahaan itu, hidupku pasti tidak akan sial seperti ini," gerutunya.
Lamaran sebagai office girl dan diterima sebagai asisten pribadi saja menurutnya sudah aneh, tetapi ia terlalu kegirangan, dan tidak peduli dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Saat pertama kali Marvel melecehkannya, tentu saja ia marah. Namun, pria itu berhasil membawanya kembali ke perusahaan dengan segala ancaman.
Beberapa bulan berlalu, Maura sudah mulai terbiasa. Pekerjaannya tidak seburuk yang ia bayangkan, walau kadang merasakan pergulatan batin dengan dirinya sendiri. Jalang berkedok asisten pribadi, pekerjaan itu benar-benar menjatuhkan harga dirinya.
Dan sekarang, Maura menyesal karena hidupnya benar-benar kacau di dalam genggaman Marvel.
Setiba di luar rumah sakit, Maura memutuskan pulang ke rumah ayahnya. Di sana, ia merasa akan lebih aman—Marvel tidak akan menemukannya.
Namun, belum sempat melangkah terlalu jauh, matanya tertarik pada mobil yang baru saja diparkiran di halaman rumah sakit. Walaupun terlihat sama seperti mobil lain, tetapi ia bisa mengenali nomor platnya. Itu mobil Rio, salah satu anak buah Marvel yang selalu bersama Dave. Mereka selalu mengawal ke mana pun Marvel pergi.
Benar saja, detik berikutnya ia melihat Rio keluar dari pintu kemudi, lalu berjalan cepat masuk ke dalam rumah sakit.
Maura spontan bersembunyi di samping mobil yang tidak jauh dari posisinya, jantungnya kembali berdegup kencang. Pandangannya mengikuti Rio yang masuk dengan langkah mantap menuju lobi rumah sakit.
Kenapa Rio ada di sini? Apakah Marvel juga berada di dalam? pikirnya panik. Akan tetapi, sepertinya tidak mungkin, dia pasti sibuk menyiapkan pertunangan.
Tanpa pikir panjang, Maura mulai mengikuti Rio dari kejauhan. Ia berusaha menjaga jarak, menyelinap di antara orang-orang yang lalu lalang agar tidak mencolok.
Rio masuk ke dalam lift dengan ekspresi datar, seolah terburu-buru menuju suatu tempat. Maura sudah hendak melangkah masuk, tetapi tiba-tiba tubuhnya membeku. Bayangan dua pria berjas hitam di lantai tiga kembali terlintas dalam ingatannya. Jika ia naik bersama Rio, pria itu akan langsung mengenalinya.
Dengan napas tertahan, Maura mundur satu langkah. Ia memutuskan menunggu.
Pintu lift tertutup, membawa Rio ke atas, sementara Maura tidak tahu berapa lama harus menunggu di sana, tetapi hatinya berkata bahwa apa pun yang Rio lakukan di lantai atas pasti berhubungan dengan Dave—dan mungkin juga Marvel.
Maura berdiri gelisah di balik tiang penyangga dekat lorong, matanya sesekali melirik ke arah pintu lift. Tangannya tak henti meremas tali tas, keringat dingin mulai membasahi pelipis. Akhirnya, sebuah ting terdengar, pintu lift terbuka perlahan. Pandangan Maura langsung terfokus.
Jantungnya seakan berhenti berdetak ketika melihat Rio keluar, mendorong sebuah kursi roda.
Di atasnya duduk Dave. Tubuh pria itu tampak lemah, mengenakan baju pasien rumah sakit. Tangan kiri dan kaki kanannya terpasang penyangga keras. Infus menempel di lengannya, dipegang oleh seorang pria yang tadi berjaga di depan ruang rawat. Wajah Dave pucat, matanya terpejam rapat—jelas sekali ia tidak sadarkan diri.
Maura menutup mulutnya erat-erat, menahan seruan yang nyaris lolos dari tenggorokannya. Hatinya mencelos melihat kondisi Dave yang begitu mengenaskan.
Rio tampak santai. Wajahnya datar, langkahnya tenang tanpa kesan terburu-buru. Dengan gerakan stabil, ia mendorong kursi roda keluar dari pintu yang ia lewati tadi.
Maura menelan ludah. Mereka mau membawanya pergi… ke mana?
Ia hanya bisa melihat mereka membawa Dave masuk ke dalam mobil dari balik pintu lobi.
Sedangkan empat puluh lima menit yang lalu, beberapa saat setelah Rio keluar dari hotel, ia menerima panggilan masuk dari Marvel. Pria itu memerintahkannya untuk memindahkan Dave ke rumah sakit yang lebih private.