Casanova seorang gadis cantik. Namun sayang sekali dengan parasnya yang cantik ia memiliki kekurangan. Kedua matanya buta. Meski ia buta ia merupakan kembang desa. Karena kecantikannya yang luar biasa. Walaupun ia buta ia memiliki kepandaian mengaji. Dan ia pun memiliki cita cita ingin menjadi seorang Ustadzah. Namun sayang...cita cita itu hanya sebatas mimpi dimana malam itu semuanya telah menjadi neraka. Saat hujan turun lebat, Casanova pulang dari masjid dan ditengah perjalanan ia dihadang beberapa pemuda. Dan hujan menjadi saksi. Ia diperkosa secara bergantian setelah itu ia dicampakan layaknya binatang. Karena Casanova buta para pemuda ini berfikir ia tidak akan bisa mengenali maka mereka membiarkan ia hidup. Namun disinilah awal dendam itu dimulai. Karena sifat bejad mereka, mereka telah membangkitkan sesuatu yang telah lama hilang didesa itu.
"Mata dibayar mata. Nyawa dibayar nyawa. Karena kalian keluarga ku mati. Maka keluarga kalian juga harus mati.
Yuk...ikuti kisahnya!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wida_Ast Jcy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 1. GELAP MALAM YANG ANEH
...Sebelum baca jangan lupa di like, coment, vote dan subscribe yah cintaQ. Karya Asli author. Stop Plagiat....
...Jangan lupa mampir dikarya ku yang lain:...
...1-Ketulusan Seharga 50Milyar....
...2-Jurig....
...3-Ada Apa Dengan Kita....
...4-Hiltja Raven Queen....
...5-Sitomat Yang Kau Campakkan....
...****************...
Terdengar suara petir yang menggelegar, memecah langit kelabu dan menandakan hujan sebentar lagi akan turun. Di dalam surau tua yang terbuat dari kayu, Casanova, seorang perempuan muda yang telah kehilangan penglihatannya sedang melipat mukena nya yang baru saja ia gunakan untuk sholat.
Malam ini seharusnya waktu untuk setoran hafalan bersama teman-temannya pada Pak Ustadz. Namun, hanya Casanova yang duduk sendiri di surau itu, menunggu dalam sunyi dan malam yang gelap.
"Sepertinya memang tidak jadi mengaji malam ini. " gumamnya.
"Apa...Mungkin karena mau hujan, jadi mereka memilih untuk tidak datang," gumam nya lagi sambil meraba papan-papan kayu di sekeliling surau itu.
Ia bisa merasakan kehampaan ruangan itu, hanya diisi oleh suara serangga dan gelegar petir yang sesekali menyambar langit dimalam itu.
Meski matanya tak mampu melihat, Casanova dapat merasakan suhu yang kian dingin dan angin yang semakin kencang berhembus. Ia mengenakan jilbabnya kembali dan duduk menanti, berharap langkah Pak Ustadz atau suara teman-temannya terdengar dan datang malam ini.
Namun yang datang hanya suara hujan yang mulai membasahi atap surau, dan petir yang menggema yang semakin keras dan kuat membuat malam itu menjadi lebih seram.
"Ah, mungkin memang lebih baik aku pulang saja sekarang," gumamnya lirih. Casanova pun berdiri pelan, menggenggam tongkat kesayangannya erat-erat.
Dengan langkah hati-hati dan terukur, ia keluar dari surau, membiarkan petir dan hujan rintik menjadi pengiring perjalanan pulangnya dalam gelapnya malam.
Malam begitu pekat, seperti selimut hitam yang menelan segalanya. Tidak seperti biasanya, kampung yang biasanya hidup meski tersembunyi di balik pelosok, kini membisu. Tak ada suara tawa anak-anak, tak ada alunan radio tua dari rumah-rumah kayu warga, yang hanya terasa kesunyian yang menyesakkan dada.
Kampung tempat Casanova tinggal seakan terjebak di masa lalu. Jauh dari kemajuan zaman, diapit hutan dan bukit, akses jalan sulit, dan sinyal nyaris tak pernah menyapa. Tempat itu terasa terasing dari dunia luar.
Warga di sana masih erat memeluk adat dan budaya lama. Terlalu lama. Bahkan ada yang masih mempersembahkan sesajen di bawah pohon-pohon besar saat malam Jumat Kliwon. Casanova tak pernah benar-benar paham maksudnya, dan untuk apa, tapi sejak kecil ia tahu jangan pernah keluar saat malam mulai berbisik.
Namun, segalanya mulai berubah sejak beberapa tahun terakhir. Ulama dari luar mulai datang, membawa cahaya agama ke tempat yang terlalu lama dihuni bayang-bayang.
Mereka mengajarkan tentang Islam, tentang tauhid, dan menyingkirkan ritual-ritual lama yang tak berpijak pada wahyu. Kampung itu perlahan lahan bangun dari tidur panjangnya. Dan hidup kembali dari kebiasaan adat istiadat.
Casanova adalah gadis yang merupakan warga desa itu yang hatinya tersentuh dengan cahaya itu. Sejak kecil, ia tak pernah mengenyam pendidikan formal karena keterbatasan fisiknya.
Matanya yang tak mampu melihat. Tapi jiwanya haus akan ilmu. Dan ketika usia 13 tahun, datang seorang ustadz dari jauh dari sebuah kota, membawa program tahfidz untuk anak-anak kampung. Sejak hari itu, Casanova memantapkan hati.
Ia ingin menjadi Hafizah dan penghafal Al-Quran, meski banyak yang mencibir, mencemooh, dan menyebut mimpinya sebagai kesia-siaan belaka. Dan sangat mustahil dengan matanya yang buta.
“Anak buta ingin jadi penghafal Al-Quran?” begitu bisik-bisik warga, sering kali mendengar ejekan dan hinaan seperti itu. Tapi Casanova tak goyah. Ia tetap semangat walau ia kerap diejek.
Pak Ustadz Zaenal, gurunya, melihat sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Ia bahkan memberikan satu mushaf khusus hanya untuk Casanova. Yang diberi tanda, dan dijelaskan halaman demi halaman, dan dihafalkan dalam gelap oleh gadis yang hidupnya telah lama diselubungi kegelapan itu.
Casanova tahu, dunia ini penuh suara sumbang dan tatapan sinis. Tapi ia juga tahu, jika keyakinan pada Allah lebih besar dari rasa takut, maka tidak ada kegelapan yang tak bisa dilalui.
Meskipun cita-cita nya itu tampak sangat mustahil. Namun jika Allah menghendaki, tidak ada yang tidak mungkin. Dan dengan usahanya yang semangat dan pantang menyerah. Ia yakin Allah pasti akan memberikan kemudahan pada setiap hambanya yang mau berusaha.
Di usianya yang sekarang ini yang telah menginjak 21 tahun, Casanova telah menghafal 10 juz Al-Qur'an. Capaian itu menjadi sumber semangat yang tak pernah padam dalam dirinya.
Setiap malam, ia mengaji tanpa henti, tanpa peduli dingin, hujan, atau sunyi yang melingkupi. Termasuk malam ini. Malam yang mestinya menjadi momen istimewa baginya yaitu menyetor hafalan juz 11 kepada sang guru Ustadz Zaenal.
Namun entah mengapa malam ini tampak berbeda. Sejak senja, langit sudah menggantung awan gelap seolah menahan sesuatu yang berat. Bu Rahmi, ibunya, melarang Casanova keluar malam ini.
“Mendungnya terlihat aneh, nak. Diam saja malam ini dirumah, ya,” kata sang Ibu dengan cemas.
Tapi Casanova tak mau melewatkan kesempatannya. Ia bersikeras berangkat, Ia berharap lulus dan bisa naik ke hafalan berikutnya. Bu Rahmi hanya bisa pasrah, melihat semangat sang anak, meski hatinya tak tenang.
Sebagai ibu tunggal, Bu Rahmi tahu betul perjuangan putrinya. Cassanova memang berbeda matanya tak bisa melihat sejak lahir. Tapi justru dalam gelap itulah Allah menitipkan cahaya padanya dengan kemampuan nya menghafal yang luar biasa.
Satu persatu ayat meresap di benaknya lebih cepat dari anak-anak lain. Dan kini, langkahnya menuju rumah sang ustadz seperti biasa berbekal hafalan, tongkat, dan keyakinan. Setelah lama menunggu disurau.
Jalan setapak itu sudah sangat ia kenal. Pagar kayu yang dingin disentuh tongkatnya satu per satu, mengiringi langkah perlahan.
Tap... tap... tap... (bunyi halus tongkatnya berpadu dengan desir dedaunan)
Tapi entah kenapa malam ini terasa berbeda. Angin seperti membisikkan sesuatu. Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Casanova merasa gelap yang dulu bersahabat kini berubah menjadi musuh. Ia mulai merasa ketakutan.
Seperti ada sesuatu yang mengintai dirinya.
Tap...
Tap...
Tap...
Langkah lain. Bukan miliknya. Bukan tongkatnya. Seperti langkah kaki yang sangat berat, pelan... dan mengikuti dari belakang tubuhnya. Casanova pun berhenti. Karena rasa penasaran nya. Tapi suara itu tidak terdengar. Tiba-tiba menghilang.
Tap...
Tap...
Tap...
Denyut jantungnya melonjak, seperti hendak meledak dari dalam dada. Bulu kuduknya meremang. Ada yang tidak beres. Ia tahu itu. Dan yang paling mengerikan adalah ia tidak bisa melihat siapa atau apa yang mengikutinya dibelakang. Perasaan jadi tidak enak dan tak menentu.
Ingin rasanya ia berlari, tapi dengan keterbatasan penglihatan sangat mustahil baginya untuk berlari. Casanova tampak sudah mulai gelisah. Ia pun mulai mempercepat langkah kakinya dengan tubuhnya yang gemetar.
BERSAMBUNG..
mampir juga yuk kak ke karyaku