NovelToon NovelToon
Wanted:VS

Wanted:VS

Status: tamat
Genre:Action / Sci-Fi / Epik Petualangan / Perperangan / Mata-mata/Agen / Romansa / Tamat
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Emperor Zufra

Di tahun 2036, dua agen elit Harzenia Intelligent Association (HIA), Victor dan Sania, mendapatkan tugas khusus yang tak biasa: mudik ke kampung halaman Victor. Awalnya terdengar seperti liburan biasa, namun perjalanan ini penuh kejutan, ketegangan emosional, dan dinamika hubungan yang rumit

Sejak Kekaisaran jatuh hanya mereka God's Knight yang tersisa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emperor Zufra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 1:Kembalinya Sang Pahlawan

...Dunia Sudah damai tapi Masih di hantui bayang² Organisasi jahat The Hand of Devil Yang tampaknya masih memberikan bekas trauma pada masyarakat di seluruh benua Eropa HIA (Harzenia intelligence Association) sebuah organisasi yang di bentuk oleh Pemerintah Harzenia yang was² dengan ancaman Hand of Devil pun mengutus agen²nya untuk melawan kejahatan yang merajalela namun Hal itu sudah bukan Lagi ancaman, Karna Perang Sudah Berakhir Dan Kekaisaran juga Sudah Jatuh....

...Sudah Lama Sejak Perang besar Di seluruh daratan Eropa dan Sebagian Dunia, Yang masih memberikan Trauma yang mendalam kepada Sebagian Penduduk Bumi Yang Terdampak Perang Besar....

...2 Tahun Sudah berlalu sejak Kekaisaran Jatuh Dan Wilayah jajahan Harzenia Dan negara-negara Besar lainnya Kembali ke pangkuan ibu dan ayah Pertiwi Masing-masing Negara,Walaupun kembali beberapa Wilayah Berhasil merdeka dari Pemerintahan Kolonial Disisi lain Kekacauan melanda Republik Harzenia dan Eropa Pasca Perang besar Pajak atas jalur perdagangan ke Negara-negara Kecil Meningkat, Dampak dari Perang melawan Kekaisaran menyebabkan perselisihan besar antara Federasi Afrika Utara Dan Republik Harzenia....

...Dengan harapan menyelesaikan masalah,Kongres Republik Harzenia mengirim dua God's Knight, pelindung perdamaian dan keadilan, untuk Berdiplomasi menyelesaikan konflik tersebut....

...Namun, Federasi Afrika utara yang serakah,dipimpin oleh para pemimpin misterius,telah memblokade Jalur perdagangan Suez,dan tanpa sepengetahuan siapa pun,ancaman yang jauh lebih gelap sedang tumbuh di bayang-bayang…...

Agen sekaligus God's Knight:Victor•Enus (V•ENUS).

Agen sekaligus God's Knight:Sania•Aturn (S•ATURN).

Suatu Hari yang cerah Di Afrika, Langit gurun Sahara menggantung suram. Di tengah panas yang menyengat, dua sosok berpakaian dinas intelijen berjalan cepat melewati koridor baja Gedung Hitam Federasi Afrika Utara (FAU), di wilayah dekat Terusan Suez. Mereka adalah Victor•Enus dan Sania•Aturn, agen andalan dari HIA dan Seorang God's Knight.

"Gue benci tempat panas," gerutu Sania sambil mengibaskan Map data dari tangan.

"Kamu bilang itu di Islandia juga waktu kita kejar pembelot Separatis di tengah badai salju," balas Victor sambil tetap menatap layar datanya.

Sania mendengus. "Aku benci tempat ekstrem, oke?"

"hahaha kau benci segalanya Sania"

"Ya termasuk Bekerja dengan mu" Ucap Sania

"Hei cuma kita anggota God's Knight yang tersisa ok jadi mau gk mau lo Sama gua" Jawab Victor

Misi mereka kali ini: menyelesaikan sengketa diplomatik antara FAU dan Blok Eropa soal Masalah blokade jalur Terusan Suez. FAU memberlakukan blokade atas kapal-kapal Eropa di jalur itu karena Pajak pelayaran yang mahal. Dunia internasional menahan napas. HIA mengutus dua agen terlatih untuk Mendiskusikan dan menyelesaikan secara Damai.

Di ruang rapat Gedung Hitam FAU, mereka bertemu Jenderal Omar Khazim, pemimpin militer garis keras FAU.

"Kalian dari Harzenia?" tanyanya, dengan nada mencurigakan.

Victor melangkah maju. "Kami diplomat dari Harzenia kami bisa menyelesaikan masalah ini... dengan tenang, atau tidak tenang. Terserah Anda."

Sania melirik Victor. "Itu kalimat ancaman atau undangan damai?"

"Well tentu saja damai kita di suruh berunding bukan Bertarung"

Jenderal Omar tertawa kecil. "Kalian punya nyali. Tapi blokade tetap berlaku. Kami punya bukti spionase dari kapal-kapal Eropa. Mereka pakai drone siluman kelas Phantom untuk menanamkan alat sadap di pos pantau kami."

Sania mengangkat alis. "Kalau kami bisa buktikan bahwa itu operasi pihak ketiga yang menyamar sebagai Mediterania, apa Anda bersedia buka jalur negosiasi?"

Jenderal Omar berpikir sebentar, lalu mengangguk. "Kalau bisa. Tapi waktu kalian 48 jam. Kalau tidak, kami akan terus melanjutkan blokade kapal hingga Negara-negara Eropa Kehilangan Jalur Sutra Perdagangan dunia alhasil memaksa kapal-kapal dagang mereka memutari Afrika untuk bisa sampai ke Eropa"

"Kami akan buktikan kurang dari 24 Jam"

"hahaha coba saja"

"Turun tanganmu! Jangan bergerak!" teriak seorang tentara FAU sambil mengacungkan senjata api.

Victor dan Sania langsung berdiri, perlahan mengangkat tangan. Mereka dikepung oleh lima tentara bersenjata lengkap.

"Apa-apaan ini?!" tanya Sania.

Dari balik kerumunan muncul seorang pria berpakaian sipil dengan lencana intelijen FAU. Wajahnya serius.

"Kalian pikir bisa keluar begitu saja setelah mengetahui Rencana kami? Kalian menemukan terlalu banyak."

Victor menatap tajam. "Jadi ini semua... jebakan? Blokade ini sejak awal memang ingin dijadikan alasan untuk konflik, bukan?"

Pria itu tersenyum tipis. "Kalian pintar. Sayang sekali."

Sania menatap Victor. "Vic...oy..Rambut merah ada ide?"

"Cuma satu. Tapi kita harus lari cepat."

Sebelum pria itu sempat memberi aba-aba, Sania menjatuhkan dirinya ke lantai dan menendang lutut salah satu tentara. Victor langsung menyambar kursi dan melemparkannya ke lampu atap, membuat percikan listrik menyilaukan.

Ledakan kecil terdengar. Kaca pecah. Suasana jadi kacau.

"LARI!" teriak Victor.

Mereka meloncat ke sisi atap yang lebih rendah dan menggelinding ke jalanan sempit di bawah. Tembakan terdengar di belakang mereka. Tugas mereka belum selesai. Tapi sekarang, mereka tahu siapa musuh yang sebenarnya—dan mereka tidak akan pulang sebelum mengungkap semuanya.

"Cuy Bener firasat gua kita harusnya membawa alat berubah kita" Ucap Victor

"Lo dongo Ajg dah tau kita misi serius Masih aja ngeyel bawa alat transformasi kita" Jawab Sania

"Hei ku kira misi diplomasi ini akan berjalan mulus" Ucap Victor

"Jan pikirkan itu dulu penting kita kabur dulu" Teriak Sania

Victor dan Sania berlari melintasi pasar malam Alexandria. Mereka menabrak penjual buah, membuat semangka berjatuhan seperti bola bowling. Seorang anak kecil menyodorkan balon gas, dan entah bagaimana Victor tersandung tali dan terseret oleh lima balon raksasa.

"Lepasin balon itu!" jerit Sania sambil melompat melewati keranjang kurma.

"Aku nyangkut, oke! Ini bukan gaya heroik yang aku bayangkan!"

Salah satu tentara tergelincir karena kulit pisang (secara harfiah), dan kepalanya nyangkut di kandang ayam.

"GUE JADI SUPERMAN!" teriak Victor, masih terseret oleh balon sebelum akhirnya meledak di tiang lampu.

"Superman Tolol" teriak Sania

Sania menarik Victor bangun dan mereka berdua melompat ke atas truk berisi karung tepung.

"Gas!" perintah Sania ke sopir truk yang bingung. Pria itu hanya mengangguk dan menginjak pedal gas.

Truk itu melaju meninggalkan kejaran, meninggalkan awan tepung putih tebal seperti ninja kabur dari tempat latihan.

"Kita harus keluar dari Alexandria malam ini juga," ujar Victor dengan wajah penuh tepung.

"Iya, tapi kamu duluan mandi. Kamu kelihatan kayak donat gula jalanan hahaha Donat Strawberry."

"Lo donat Rasa Matcha" Ucap Victor

Sania Pun melempar kan segenggam Tepung ke arah Victor di susul Victor Yang ikut melempar kan Tepung ke wajah Sania Mereka tertawa, meski napas masih tersengal. Dunia belum aman. Tapi untuk sementara, mereka berhasil lolos.

"hahaha tidak Buruk juga Rekan ku" Ucap Sania

"kau juga Rekan" jawab Victor

Dan di tengah kekacauan, Victor tahu satu hal pasti—dia akan terus mengikuti Sania ke mana pun, bahkan jika itu berarti jadi donat tepung untuk kedua kalinya.

Momen itu hampir saja berubah menjadi momen-momen romantis Sejak Berhianat nya Pluto dan Kematian 2 anggota God's Knight Sania merasa tak punya keluarga lagi Yang dia miliki hanya kawan-kawan nya yang ia anggap seperti saudara, Hubungan Victor dan Sania semakin dekat Mereka di tugaskan bersama Semenjak Nari dan Jennah menikah.

"Victor..Kau anggap aku ini apa.." Tanya Sania

"Hah kau ini kenapa Jelas kau ku anggap Rekan dan kawan Seperjuangan" Jawab Victor

Tak lama Sopir truk Tepung ini menyadari keberadaan Victor dan Sania dan merusak momen itu.

"Hei Barang-barang ku APA YANG KALIAN LAKUKAN DI SANA!!" teriak Sopir Itu

Victor dan Sania Pun Panik

"WADUH KITA KETAHUAN" Teriak Victor

"APA yang kau pikirkan Dongo ayo pergi" Ucap Sania

Mereka pun melompat dari truk itu Dan berlari ninggalin tempat itu Victor Yang Lelah Lari larian Pun memanggil FrankSiatra seorang Pilot Kepercayaan Victor Sejak Perang 100 hari melawan Kekaisaran:

"huh Tampaknya Tugas diplomasi gagal kita harus Segera kembali Ke Vichy untuk melaporkan hal tersebut karna di luar Tanggung jawab kita sebaiknya masalah ini di serahkan Ke Senat"

"Bagus Sekarang kita pulang Pake apa"

"Tenang aku akan panggil seseorang"

Tak lama Victor memanggil seseorang malalui alat komunikasi di jam tangan miliknya

"Frank Halo apa kau bisa dengar aku?"

"Jelas sekali Bro aku berhasil mendengar mu" Ucap frank

"Hei kau bisa jemput kami akan ku kirim koordinat nya pada mu"

Victor pun mengirim koordinat lokasinya berada sekarang

"Hmmm Malas" ucap Frank

"Lah kok" ucap Victor

"ya males aja" ucap Frank

"pls lah bro bantu" ucap Victor

"Males cuy harus jalan sejauh 4 meter ke lokasimu" ucap Frank

"huh" jawab Victor

"liat aja belakang mu"

Setelah Victor menoleh ternyata kawannya sedari tadi berada di belakang nya tempat nya di sebuah toko kecil sambil Meminum minuman nya

"bjir lo di situ ternyata" ucap Victor

"yup" jawab Frank

Setelah perbincangan yang singkat akhirnya Frank sepakat untuk membawa mereka pulang ke Harzenia, di dalam Pesawat Jet T milik Frank Victor dan Sania berbincang-bincang Soal Liburannya Besok

"Hari ini melelahkan Aku benci bekerja seperti ini terus Kita seperti alat bagi pemerintahan untuk melakukan hal-hal yang mereka inginkan" Ucap Victor

"aku juga tahu itu oke" Ucap Sania

"Huh untungnya aku dapat jatah libur untuk pergi mudik" ucap Victor

"Aku tahu itu Vic Karna agensi menyuruh ku untuk ikut bersama mu!" Ucap Sania

"Yap Padahal aku ingin beberapa hari tanpa dirimu eh Agensi malah menyuruh kita Pergi bersama Jujur bosan gua njir Kemana-mana sama elu terus" jawab Victor

"Huh Sama Vic... Males liat Rambut merah mu"

tak lama Frank memotong pembicaraan mereka:"Aku tidak ingin menggangu tapi kita sebentar lagi memasuki jalur hyperspace"

"Ok Frank" ucap Victor

"Baiklah kita mulai" Ucap Frank

Mereka pun melesat dengan kecepatan yang Sangat cepat hampir menyamai kecepatan cahaya Dengan sekejap Mereka pun sampai di kota Vichy,Harzenia.

Lokasi: Gedung Senat Harzenia, Kota Vichy, Langit siang tampak kelabu di atas kubah perak Gedung Senat Harzenia. Di dalam, ruangan oval besar penuh sesak oleh perwakilan dari berbagai negara. Bendera Harzenia, Uni Eropa, dan Federasi Afrika Utara terpasang berdampingan. Di tengah ruang duduk Victor dan Sania, mewakili HIA.

Pengeras suara memanggil,

“Majelis akan mendengar laporan dari perwakilan Harzenia mengenai insiden diplomatik di Terusan Suez.”

Victor berdiri terlebih dahulu. Dengan jas diplomatik berwarna biru tua dan wajah serius, ia melangkah ke podium.

“Yang terhormat para senator dan delegasi,” ucap Victor. “Saya datang bukan untuk menuding, melainkan memperjelas.”

Sania duduk di belakang, menyilangkan tangan dan menghela napas. “Gaya pidatonya lagi-lagi kayak orator dari abad ke-18,tu orang Sok sokan bijak” gumamnya.

Victor melanjutkan,

“Kami menyusup ke wilayah blokade FAU dengan izin terbatas, untuk menyelidiki klaim spionase oleh kapal-kapal Uni Eropa. Tapi temuan kami justru membuka skenario lebih gelap: keterlibatan pihak ketiga—Atau pihak misterius yang mendalangi Sengketa ini—yang memanipulasi kedua belah pihak.”

"Dan dugaan ini berdasar dari Temuan kami, ada kami temukan file yang mengatakan kalau Blokade ini berniat untuk melemahkan Ekonomi dan Kekuatan Uni Eropa"

Delegasi Uni Eropa saling bertukar pandang.

“Dan Anda bisa membuktikan itu?” tanya seorang perwakilan Eropa berkacamata bundar.

Sania berdiri, berjalan ke sisi Victor.

“Kami membawa rekaman, laporan digital, dan saksi lokal. Tapi... sebelum data, izinkan saya bertanya satu hal.”

Ruangan hening.

“Kita sudah berkali-kali menjadi pion dalam konflik proksi. Hari ini di Suez, besok bisa saja memicu operasi militer Berapa lama lagi kita membiarkan konflik palsu ini membentuk sejarah yang salah?”

Beberapa senator mulai bertepuk tangan pelan.

Victor menyisip, “Federasi Afrika Utara telah memulai restrukturisasi dalam tubuh militernya setelah insiden tersebut. Kami ingin resolusi damai, bukan drama politik. Karena setiap perang yang dicegah… adalah kemenangan.”

Ketukan palu Ketua Senat mengakhiri sesi.

Setelah sesi selesai, Sania dan Victor duduk di bangku luar aula, meminum teh.

“Hebat juga pidato kamu,” ucap Sania, “Walau agak berlebihan bagian ‘setiap perang yang dicegah itu kemenangan’.”

Victor menyeringai. “Kamu aja tadi pakai gaya retoris ala drama politik.”

“Kita cocok ya kalau bikin teater diplomasi,” kata Sania sambil tersenyum kecil.

Victor menatap langit sore Harzenia. “Yah, setidaknya hari ini kita menang... tanpa menembakkan satu peluru pun.”

Ruangan itu sunyi, hanya suara pendingin udara yang berdengung. Di meja bundar kayu ebon hitam, empat delegasi Harzenia duduk berhadapan dengan tiga perwakilan Kekaisaran Imperial.

Victor duduk tegak, Di sebelahnya, Sania bersandar malas, menatap langit-langit dengan ekspresi skeptis. Di hadapan mereka duduk Lord Arvent Vallos, penasihat tertinggi urusan luar negeri Imperial, yang mengenakan mantel panjang bersulam benang emas.

“Sebagai perwakilan resmi Imperial,” ucap Arvent, “kami menilai tindakan Harzenia terlalu agresif dalam menyelidiki konflik Terusan Suez, tanpa koordinasi penuh dengan sekutu. Kalian melanggar protokol.”

Victor menatapnya tajam. “Kami tidak pernah melanggar protokol. Kalian hanya tidak suka ketika kami menemukan sesuatu yang tidak sesuai rencana kalian.”

Ruangan mendadak hening.

Arvent menyeringai. “Rencana? Apa Anda menuduh Kekaisaran Imperial menyabotase stabilitas regional?”

Sania menyelutuk sambil menyeruput kopi, “Kalau bukan sabotase, mungkin... ‘rekayasa terarah’?”

Salah satu delegasi Imperial menepuk meja. “Kami telah menanggung dampak ekonomi karena Harzenia merilis dokumen investigasi ke publik! Dan kamu juga terdampak langsung akibat blokade mana mungkin kami terlibat”

Victor menyandarkan punggung. “Dokumen itu menyelamatkan banyak negara dari krisis besar. Termasuk Imperial, kalau kalian mau jujur.”

Arvent berdiri pelan. “Tuan Victor, saya harap hubungan kita tetap dalam jalur diplomasi. Jangan lupa siapa yang menyuplai sistem pertahanan udara ke Harzenia selama tiga dekade terakhir.”

Victor tersenyum tipis. “Dan jangan lupa siapa yang menyelamatkan kapal induk kalian di Laut Siberia dari serangan Abyss dua tahun lalu dan ingat siapa orang yang menyelamatkan dunia dari abyss 2 tahun yang lalu dan dari mana negaranya!?.”

Ketegangan naik.

Tiba-tiba, Sania mengangkat tangan. “Aku tahu kalian ini suka saling gertak, tapi bisakah kita balik ke poin utama? Soal pengelolaan wilayah netral pasca krisis Suez.”

Delegasi hening Arvent menghela napas, lalu duduk kembali. “Baik. Imperial bersedia mundur dari penempatan logistik di sisi barat Suez. Tapi sebagai gantinya, kami meminta Harzenia menangguhkan pembangunan stasiun radar di Laut Merah selama enam bulan ke depan.”

Victor dan Sania bertukar pandang.

“Setuju,” ucap Victor, “asal Imperial membuka semua jalur komunikasi interintelijen dengan aliansi Vichy dan kami ingin Harzenia dan Imperial bisa menjalani kerja sama dengan baik.”

Arvent terdiam. Ia tahu itu permintaan besar. Tapi juga tahu Harzenia akan tetap jalan, dengan atau tanpa izin mereka.

Akhirnya ia mengangguk. “Kesepakatan tercapai Vichy dan Berlin mencapai kesepakatan yang mutlak.”

Sania berdiri dan merapikan jasnya. “Akhirnya... politik tanpa ledakan.”

Di luar gedung, wartawan sudah menunggu.

Victor dan Sania melangkah keluar, disambut sorot kamera dan pertanyaan tajam.

“Pak Victor! Apakah Imperial dan Harzenia kembali berseteru?”

Victor menatap lurus ke kamera.

“Tidak. Kami hanya berdiskusi dengan suara lebih keras dari biasanya. kami tidak berniat menyulut konflik atau semacamnya karna kami selalu berpegang pada moto kami '1000 kawan terlalu sedikit dan 1 musuh terlalu banyak' Harzenia ingin menciptakan perdamaian bukan peperangan.”

Sania menyusul dengan senyum nakal,

“Dan tenang saja… belum ada yang saling menampar.”

setelah wawancara itu Mereka pun pulang ke apartemen mereka untuk beristirahat sejak Perang melawan abyss mereka sudah tinggal bersama karna keterbatasan ekonomi semenjak perang.

Pintu apartemen terbuka perlahan. Sania menjatuhkan jaketnya ke sofa tanpa melihat ke belakang. Victor masuk menyusul, melepas sepatu dengan ekspresi seperti habis menyelamatkan dunia—lagi.

“Gue bener-bener muak sama politikus Imperial,” gumam Victor sambil membanting tubuh ke kursi. “Gaya ngomongnya kayak baca puisi, padahal ngancem.”

Sania membuka lemari es dan mengambil dua botol teh dingin. “Kamu juga sih, tiap diskusi selalu melempar ‘jasa masa lalu’. Kamu pikir itu kartu sakti? dengar ya kita emang berjasa saat perang dulu tapi bukannya berlebihan kalau kau terus memakainya dalam debat?!.”

Victor menerima botol dari Sania. “Setidaknya berhasil, kan?”

“Kalau nggak ada aku, tadi kamu udah lempar dokumen ke muka Arvent,” Sania mengomel sambil melepas heels-nya dan duduk di lantai, punggung bersandar ke ranjang.

Suasana hening sebentar. Hanya suara jam digital dan hembusan AC.

Victor memandang Sania. Rambutnya kusut, raut wajah lelah, tapi tetap Sania. Sama seperti pertama kali mereka sekamar karena terdampak Perang melawan Kekaisaran abyss—hanya saja, sekarang sudah jadi kebiasaan karna sudah sering sekamar.

“Boleh nanya satu hal nggak?” tanya Victor pelan.

“Boleh asal bukan soal kenapa kamu nggak dikasih selimut semalam.”

“Bukan. Tapi... kamu betah nggak tinggal bareng gue gini?”

Sania menoleh, ekspresinya datar. “Hah?”

Victor garuk kepala. “Maksudnya... kita satu apartemen, satu kamar, satu kasur. Gue Islam, kamu Ateis. Dunia kita beda. Tapi tiap malam gue bangun, dan lo di sebelah gue, tidur kayak bayi, gue jadi mikir... ‘apa ini salah? secara agama gua emang salah tapi bagaimana lagi Karna keterbatasan ekonomi kita harus sekamar dan se apartemen’”

Sania mendesah panjang, lalu meneguk tehnya.

“Vic, kalau itu salah... berarti kita udah salah sejak lima misi lalu. Tapi kita tetap hidup, tetap bangun bareng, dan tetap... saling ngeledek tiap pagi.”

Victor tertawa kecil. “Itu romantis ya? Atau tragis?”

“Romantis tragis. Genre kesukaan kita.”

Ia naik ke ranjang, duduk di tepinya sambil melepas rambutnya yang diikat.

Victor ikut duduk di sampingnya.

“Aku nggak akan maksa kamu soal agama. Tapi aku juga nggak bisa pura-pura nggak punya keyakinan.”

Sania mengangguk. “Dan aku juga nggak bakal pura-pura percaya. Tapi... aku percaya sama kamu. Itu udah cukup, kan?”

Mereka saling diam sebentar. Tak ada pelukan. Tak ada ciuman. Hanya sunyi yang hangat dan mengerti.

Sania mematikan lampu.

Victor sudah rebahan lebih dulu, sementara Sania masih duduk menatap langit-langit tak lama Victor mengajak Sania berbicara untuk Curhat perasaan nya.

"Hei Sania Jujur" Ucap Victor

"ada apa Kalau lo mau modus gua gedik palak kau" ucap Sania

"enggak cuma Rindu ama Kawan-kawan kita, para anggota God's Knight Bendi Melissa Nari dan Jennah." Ucap Victor

"kenapa lo tiba-tiba ngomong gitu" ucap Sania

"well sebenarnya aku rindu dengan Jennah jujur sebelum Jennah menikah dengan Nari aku sempat Nyimpan perasaan ke dia" Ucap Victor

"Lo bisa jatuh cinta rupanya" ucap Sania

"jelas lah Gua kan juga laki-laki, laki-laki juga bisa jatuh cinta cuma ya mau bagaimana lagi gua telat ungkapin perasaan ke dia Jennah pun dah nikah" Ucap Victor

"huh Gitu ternyata 'Mr Loverman'." ucap Sania

"Jujur ya Vic.... aku juga punya perasaan ke Pluto sebelum ia berhianat" ucap Sania

"njir masih mending gua cintanya kandas ama orang lain lah elu Cintanya ke binatang" Ucap Victor

"Ya ya ya" ucap Sania

walaupun Sering berbeda pendapat ternyata mereka Sama di 1 hal sama-sama jomblo ngenes,Tak lama Sania Memper-tanyai Victor sesuatu yang membuat nya terkejut.

“Vic,” gumamnya.

“Hmm?”

“Kalau suatu saat kamu... nikah sama aku. Kamu nggak takut?”

Victor terkejut mendengar pertanyaan itu karna tiba-tiba saja Sania menanyakan hal seperti itu kepada nya Victor tertawa pelan. “Takut. Tapi lebih takut kalau suatu hari kamu nggak ada.”

"Lagi pula kita cuma Rekan gk lebih" ucap Victor

"Aku cuma bercanda ok aku mau nikah sama kamu hmpp" Jawab Sania dengan tersipu malu

"Ahhaha iya deh Rekan ku Si rambut Lumut" Ucap Victor ke Sania yang sedang bete

Sania menoleh, melihat wajah Victor yang hanya diterangi cahaya jam digital. Ia tersenyum kecil, lalu membaringkan diri. Perlahan ia geser sedikit... mendekat.

“Kalau kamu ganggu gue malam ini, kamu tidur di sofa,” bisiknya.

Victor tertawa. “Aye, kapten.”

Mereka pun berbaring di kasur Yang gk Kecil dan gk sempit banget itu Sambil Memegang selimut Victor kembali Berkata:

"hum Sania Makasih ya" Ucap Victor

"Untuk?" Ucap Sania

"karna udah nemenin aku dan membantu ku membayar sewa apartemen ini..." ucap Victor

"Ye" jawab sania

Lampu padam. Dunia tenang. Dua agen terbaik Harzenia—berisik di rapat, diam di hati dan malam itu berlalu dengan tenang dan damai.

Keesokan hari yang cerah di musim panas tahun 2036, Victor terbangun pukul 3 pagi karena suara dengkuran Sania yang sangat keras, ditambah jebakan kaki otomatis di kamar yang terus aktif, membuatnya tidak bisa tidur Sania tampaknya Bermimpi tentang mantannya.

“Woi, apa-apaan ini, Sania?!” seru Victor.

Betapa terkejutnya Victor saat sadar Sania sudah berada di atas tubuhnya.

“Sania tampaknya sedang mengigau...” gumam Victor.

Tanpa aba-aba, Sania mencium Victor sambil bergumam, “Pluto... akhirnya kau kembali... muach... *mpph.”

Tiba-tiba Sania terbangun dan menjerit, “Dasar cabul!!!”

Dengan setengah sadar dan bingung, Victor mencoba menjelaskan, “Aku gak bermaksud... itu juga bukan salahku!”

Tapi Sania malah mencekiknya lalu memukulnya bertubi-tubi.

“Aduh! Lo yang nyosor, gua yang kena!” rintih Victor.

“Gua yang nyosor elu?! Bohong! Gua aja masih punya perasaan ke Pluto!” bentak Sania.

“Yang lo maksud si penghianat itu?” ucap Victor sambil memegang pipinya yang lebam.

“Tarik ucapan lo itu!” ujar Sania dengan mata berkaca-kaca. “Masih ada sisi baik dalam dirinya.”

“Dia literally hampir ngebunuh kita! Dan lo masih bilang dia baik? Apa lo lupa, tanpa Bendi kita pasti udah mati!” jawab Victor, kesal.

“Nyeyeye, bodo amat...” balas Sania seenaknya.

Sudah Dua tahun sejak insiden Solar Pillar. Dunia memang kembali tenang, tapi tidak untuk mereka. Sejak Bendi dan Melissa meninggal, dan Nari menikah dengan Jennah, hanya Victor dan Sania yang masih aktif sebagai agen HIA Dan menjadi Diplomator dan Penjaga Perdamaian.

Karena kejadian itu tadi, mereka harus tinggal bersama. HIA tak mau kehilangan agen hebat lagi setelah insiden besar tersebut.

Hari ini hari ke-15 puasa, dan Victor ingin mudik ke kampung halamannya. Tapi HIA tidak mengizinkannya pergi sendirian. Maka dari itu, ia harus mudik dengan satu syarat: Sania harus ikut.

“Sialan, Pak Volgov, kenapa juga gua yang harus ikut lo sih?” gerutu Sania.

Sambil menyantap sahurnya, Victor berkata, “Ini perintah langsung dari Pak Volgov. Kita harus ikut, mau gak mau. Lo mau gak digaji? Biaya hidup sekarang mahal.”

“Iya juga sih. Aku gak mau makan di jalan,” ucap Sania.

“Nah, gitu dong,” jawab Victor.

Seminggu sebelumnya...

“Kudengar kau mau mudik, Victor?” tanya Pak Volgov.

“Iya, Pak,” jawab Victor.

“Kau boleh, tapi dengan satu syarat. HIA ingin Sania ikut dalam perjalananmu.”

“Hah?! Apa?!” seru Victor dan Sania bersamaan.

“Pak Volgov bercanda, kan?” tanya mereka.

“Tidak. Ini demi keselamatan kalian dan Harzenia!” jawab Volgov tegas.

“Emoh! Gak mau!” protes Sania.

“TIDAK ADA TAPI-TAPI. INI PERINTAH! PAHAM?!” hardik Pak Volgov.

Kembali ke masa kini...

Selesai sahur, Victor menyuruh Sania bersiap-siap.

“Hei Sania, cepetan mandi. Dan jangan lupa pakai hijab ya. Kau tahu keluargaku Muslim semua.”

“Iya, iya, aku tahu...” jawab Sania.

Victor pun berkata, “Maaf ya, udah bikin kamu terlibat.”

“Ini juga bukan sepenuhnya salahmu,” balas Sania.

Waktu menunjukkan pukul 6. Mereka harus pergi ke bandara sebelum jam 9. Tapi sudah sejam Victor menunggu, Sania belum juga keluar dari kamar mandi.

Tok tok tok!

“WOI Sania! Gercep lah! Bandara jauh, lo mau ketinggalan pesawat?!”

“Iya, lagi siap-siap nih,” jawab Sania.

Begitu pintu terbuka, Victor terdiam. Gadis berambut hijau yang tadi memukulnya kini muncul bagai bidadari, mengenakan hijab hijau dan setelan yang anggun.

“Udah nih, Victor. Aku udah siap,” ucap Sania sambil tersenyum.

“I-iya, aku juga udah siap kok...” jawab Victor dengan wajah memerah.

Belum sempat Victor berkata lebih, Sania langsung menyela, “Oh ya, masalah tadi belum kelar. Jadi jangan senang dulu.”

Victor menghela napas. “Wanita, yang salah dia, yang kena gua...”

“Apa kau bilang?!” bentak Sania.

“Jir! Gua lupa kalo lo bisa baca pikiran!” seru Victor panik.

“Udah-udah, gak kelar masalah ini. Yuk berangkat. Kita mau naik mobil atau pakai kekuatan biar hemat bensin?”

Sania berpikir. “Kau gila ya? Kalau pakai kekuatan kita, nanti malah mencuri perhatian orang!”

“Ya kita bisa teleport, kan. Gak bakal kelihatan,” jawab Victor santai.

Sania pun akhirnya setuju. “Iya deh...”

Victor girang. “Horeee! Makasih Sania!”

"Huh tapi gua make kekuatan kecil gua ok" Ucap Sania

"Napa gk make kekuatan aspirant secara penuh kan kau bisa terbang dan aku naik di atasnya hehehe" ucap Victor

"Lo mau modus lagi gua gedik palak lo lagi pula kita gk make itu" Ucap Sania

"Terus make apa?" tanya Victor

"sebenernya gua pernah di ajarin nari Sihir kecilnya ama ngasih tongkat sihir lamanya mungkin kita bisa make itu Untuk memunculkan Awan terus kita naiki" Ucap Sania

"Perasaan cuma Nari yang bisa memakai sihir di Divisi God's Knight

aku baru tahu kau bisa?" Ucap Victor

"Baru tahu aku lo Magic sensitive lagipula Njir tumben Nari Mau ngajarin orang make kekuatan nya, ya udah terserah Yang penting gas OTW" Tambah Victor

"Sebenernya kita tuh bisa aja Magic sensitive kan kita keluarga kerajaan 'dulu' tapi sekarang susah karna hanya keturunan keluarga kerajaan yang terpilih yang bisa memakai sihir" Ucap Sania

"Ku kira Cuma Nari Doang" Jawab Victor

Setelah Percakapan Singkat itu Mereka pun berangkat ke bandara menaiki awan milik Sania. Jaraknya 15 KM dari apartemen Karna bosan Victor Selama perjalanan,mencoba mengajak mengobrol Sania walaupun di beberapa momen Sania cuek kedirinya.

“Hei, Sania.”

“Apa, Victor? Gua lagi ngendaliin awan nih.”

“Lo pernah mikir gak, kenapa hampir semua keluarga kerajaan dibenci orang-orang? Padahal yang buat ulah cuma satu keluarga.”

“Gua gak tau. Dan gua benci itu,” jawab Sania.

“Kayak keluarga Bendi, deh. Keluarga UMI gak terlibat, tapi ikut dibantai...”

“Aku gak mau bahas itu! DIAM!” bentak Sania.

Beberapa saat hening.

Tiba-tiba Sania berbicara lagi, suaranya pelan.

“Jujur... aku masih trauma soal itu. Keluarga Aturn, keluargaku sendiri, hampir semuanya dibunuh. Hanya aku yang selamat. mereka membunuh keluarga ku saat tahu nama 'Aturn' dibelakang nama keluarga kami, dengan tanpa peringatan mereka langsung Membunuh di tempat di depan mataku sendiri. Aku satu-satunya yang tersisa...Dari pembantaian itu...”

Matanya berkaca-kaca.

“Terima kasih ya, Victor. Udah mau jadi temanku. Aku pikir gak akan punya siapa-siapa lagi setelah ayah mati. Untung ada kamu...”

“Victor? Hei, Victor?”

Sania menoleh—dan melihat Victor sedang buang air kecil dari atas awan.

“Ahh... mantap,” ucap Victor puas.

“HEI APA YANG KAU LAKUKAN, JING?!”

“Pipis lah, apa lagi?”

“Lo bisa minta turun bentar buat ke toilet, tolol!”

“Kelamaan! Dan bisa ketahuan identitas kita!” jawab Victor cuek.

“JOROK, TAU COK! Dan... lo tadi dengerin cerita gua gak?”

“Cerita apa?”

Tanpa basa-basi, Sania mengeluarkan tongkatnya dan menghantam kepala Victor.

“ADUH!” rintih Victor.

“Mangkanya jadi cowok yang bener!” bentak Sania sambil menyimpan tongkatnya ke pocket dimension.

Satu jam berlalu, dan akhirnya mereka sampai di Bandara Internasional Harzenia (Harzenia International Airport).

“Akhirnya sampai juga. Kuharap kau tidak buat ulah lagi seperti tadi, Victor!” ucap Sania dengan nada tinggi Victor pun hanya bisa mengangguk.

Bersambung..... 

1
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
mampir nih
Zea
bagus banget ceritanya 🥰
🌹Widianingsih,💐♥️
aku mampir kak...
.hai salam kenal/Good/
bab nya panjang sekali
Lestari
di tunggu update ya
Emperor_Fish 🐟: Ini trilogy kak jadi lanjutan beda novel judulnya: Wanted:Revenge of the Empire 😁
total 1 replies
Lestari
seru ceritanya
Lestari
semangat nulisnya
🌈🎑MUTIARA SARI🎑🌈
panjang sekali...semangat yaaa/Angry//Angry//Angry/
Jinki
bagus banget cerita nya 😭 semangat ya kak . jgn lupa mampir
Aurora Noah
takamura orang inglis
Emperor_Fish 🐟: aslinya dia orang skyland atau Jepang di rl cuma dia kayak orang jaksel suka ngomong Inggris campur bahasa aslinya
total 1 replies
only siskaa
hadirr KK jgn lupa mampir yaa
Emperor_Fish 🐟
🔥🔥Peak writing 🔥🔥 and absolut cinema 🖐😁🖐
Aisaka
Sania adalah TanboyKun
Aisaka
bjir🗿
Emperor_Fish 🐟: gua saranin lo baca sampai chapter² ahir lu pasti akan suka
total 1 replies
Reaz
semangat
Proposal
ditunggu balasan likenya kk 🥰🌟😖
Proposal
🔥Bintang 5 Dehh💫🌟,Jangan Lupa Mampir Karyaku Juga Yaa🙂‍↔️🥰
iqbal nasution
semangat...
iqbal nasution
menarik
iqbal nasution
go ahead
iqbal nasution
next
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!