Untukku Dan Dia
Pagi itu, kulihat langit bersinar sangat cerah. Hangat mentari menyapa tubuh, menguapkan sejejak embun yang masih tertinggal pada daun dan ranting-ranting pohon.
Aku berlari memasuki gerbang sekolah menengah atas untuk pertama kalinya. Dengan rambut kuncir dua dan topi kerucut dari karton berwarna biru muda.
Kegiatan MOS sekolah kuikuti dengan sedikit gembira, berjumpa dengan teman-teman baru. Pun dengan suasana baru yang sebelumnya tidak pernah kurasakan.
Siang itu, aku berdiri sedikit gemetar, dengan tangan yang meremas sebuah kertas berwarna cokelat muda, menundukan kepala jauh kedalam.
Sebagian baju di punggung belakang terasa basah dengan gelinciran peluh sangat deras, entah karena keringat matahari atau karena aku grogi?
Berdiri berhadapan seorang pria manis yang terus menatapku lekat. Bibirnya menyungging lebar, dengan tatapan sendu yang begitu membuat hati sejuk. Entahlah, perasaanku mengatakan begitu.
"Ayo tunggu apa lagi?" ucap seorang lelaki di sebelahku.
Aku mendongakan pandangan, melihat lelaki yang saat ini berdiri tepat di hadapan. Bibir makin terasa kelu, tak bisa berucap.
"Ayo," kata lelaki di hadapanku ini, lembut.
Saat itu, dengan debaran jantung yang sangat kencang. Aku membacakan isi surat yang ada di genggaman tangan. Dengan bibir yang sedikit bergetar karena malu, kadang juga suaraku tak terdengar dengan jelas.
Tak tahu mengapa, di antara puluhan wanita muda yang sedang MOS bersama, mereka harus memilih aku untuk membacakan surat cinta di hadapan Ketua Osis, Virgo Anthonio.
"Hay, Tamy." Seorang remaja terasa mengambil lengan tanganku dan menggandengnya mesra.
Meletakan kepala miliknya di bahu kiriku dengan manja. Aku menatap wajahnya yang saat ini bersandar seraya memejamkan mata diatas bahu.
Perlahan, salah satu tanganku terangkat, menyentuh dahinya dengan mengelus lembut.
Kehadirannya harus mengakhiri perjalanan masa lalu yang terlintas dalam anganku lagi, kenangan saat pertama kali masuk ke sekolah ini.
"Apa, sih? Manja banget?" kataku seraya menarik lengan tangan dari dekapannya.
"Ish, apa sih Tamy, pelit banget," balasnya, detik kemudia dia kembali menarik lengan tanganku dan mendekapnya erat.
"Ngantuk pulang sana, jangan tidur di bahu aku."
"Memang kenapa? Bersandar sama pacar sendiri emang nggak boleh? Kalau gitu aku nyandar sama cewek lain aja, ya."
"Ya udah, nyandar sana," jawabku sambil menggulum senyum.
"Aish, Tamy, cemburu sedikit kenapa? Nggak peduli banget, sih, jadi pacar," rengeknya.
"Awas Virgo, aku mau masuk kelas."
"Masih juga jam berapa? Bentar lagi, deh."
"Ck ... Virgo," balasku jutek.
"Ya udah, ya udah. Bareng ya."
"Nggak mau, emangnya kelas kamu di mana?"
"Kalau aku mau jalan memutar memang kenapa?" tanyanya sambil memainkan kedua alis mata.
"Ayo." Virgo menarik pergelangan tanganku.
Aku menggulum senyum dan mengikuti langkahnya menyusuri koridor sekolah bersama-sama.
Virgo Anthonio ketua osis yang populer pada masa itu, terus mengejarku, menyatakan aku pacarnya sesaat setelah pembacaan surat cinta kala itu.
Walau banyak mata memandang kagum pada sosok Virgo, tapi aku tak pernah merasa takut. Karena selama ini sikap Virgo menunjukan bahwa dia tak pernah memandang wanita lain selain aku.
"Sudah, lepas!" kataku saat berdiri di depan kelas.
"Masih juga di ambang pintu, belum masuk ke dalam kelas dan duduk di kursi," jawabnya enteng.
"Ayolah, Virgo. Seluruh sekolah tahu kok, kalo kamu pacar aku. Nggak ada yang bisa membawa aku pergi darimu."
"Hem, baiklah," balasnya mengalah, namun entah kenapa dia tidak juga melepaskan genggaman tanganku.
Aku tersenyum seeaya menhangkat genggaman tangan kami, memperlihatkan kedepan pandangannya.
"Hem!" kataku seraya menaikan sebelah alis mata.
Virgo terlihat menggulum senyum, perlahan genggaman tangannya merenggangkan. Lantas, saling terlepas.
"Aku tunggu di kantin saat istirahat pertama," ucap Virgo mengecup punggung tanganku lembut.
"Baiklah."
Aku menghela napas seraya melangkah memasuki kelas. Membuang tas di atas meja dan mulai mengeluarkan buku catatan.
"Rintamy Khalia. Apa sih yang buat Virgo Anthonio begitu tergila-gila padamu?" tanya gadis manis di sebelahku saat ini.
Kupandangi gadis itu dengan sudut mata, aku mengendikan bahu. Aku juga tidak tahu, apa yang membuat Virgo bisa begitu jatuh cinta kepadaku?
"Ih, Tamy. Bagi susuknya sedikit, aku juga mau dapat pacar seperti Kak Virgo," katanya dengan nada kesal.
"Rajin-rajin saja minum susu sebelum tidur," jawabku.
"Hubungannya?" tanya Shela bingung.
"Biar sehat," jawabku cuek.
"Ih ... Tamy, aku serius." Shela menyempiti dudukku.
"Aku juga nggak tahu, Shela. Tanya sama Virgo, karena yang aku tahu, aku hanya membacakan isi surat cinta di hadapannya saat MOS. Setelah itu, dia yang terus mendekat."
"Hem, sombong banget sih, Tamy. Jangan sampai kesombongan kamu itu membuat Kak Virgo jauh darimu," ucap Shela kesal.
"Bagus dong, aku sebal ditempeli terus seperti prangko sama dia," jawabku sedikit bercanda.
Suara deringan di ponsel berbunyi, kuraih benda pipih tersebut dan melihat ke dalam layar. Sedikit menghela napas, pandanganku mulai meredup. Lagi, aku harus mengulangi ritual membosankan ini.
Aku kembali melangkah, keluar dari kelas dan mencari tempat sepi. Memutuskan untuk ke taman belakang sekolah, suasana di sini sedikit sepi setelah anak-anak yang lain masuk ke dalam kelas masing-masing.
Kukeluarkan bungkusan butir yang tak asing lagi dari dalam saku kemeja. Rasanya sangat bosan, juga muak, bungkusan pil itu kuperhatikan dengan seksama, lantas benda itu melayang ke tong sampah yang berada di dekatku.
Aku kembali menghela napas panjang, memandangi tong sampah itu sebelum akhirnya menoleh pada arah lain. Semua itu membuat aku ketergantungan. Kapan ini akan berakhir, sungguh lelah?
Perlahan, aku mengatupkan mata, menikmati semilir angin menyapa, menghirup udara pagi yang masuk ke rongga hidung. Sejuk dan damai, sedikit kericuhan di dalam pikiranku menguap, meski aku akan kembali mengkhawatirkan banyak hal setelah menyadarinya lagi.
Kadang semua ini membuat aku ingin menyerah, aku lelah. Virgo kamu harus tahu, demi kamu, semua ini karena untuk kamu.
"Tamy." Suara itu kembali mengejutkan, seketika mata memgembang, melihat lelaki yang ada di hadapanku saat ini.
"Kebiasan, ih." Kucubit pinggang Virgo, kesal.
"Kamu bohongi aku, katanya mau masuk kelas. Ini malah sendiri di belakang, ngapain?" tanyanya ikut menjatuhkan bokongnya di sisiku.
"Aku lelah, Virgo." Aku letakan kepala di bahunya. Menghela napas panjang dan membuangnya sedikit berat.
"Bolos, yuk!"
"Ck ... jangan buat aku jadi nakal seperti kamu, ya."
"Sesekali nakal, nggak masalah, ayo. Katanya lelah."
Aku mengelengkan kepala, menatap wajah Virgo sendu. Memperhatikan setiap inci pahatan parasnya yang sangat indah. Hidung mancungnya dengan sedikit patahan di tengah. Irisnya yang berwarna cokelat terang, pun dagunya yang sedikit terbelah.
Wajah lelaki blasteran Australia ini memang sangat menggoda, tanpa sadar senyumku malah merekah dengan indah saat menikmati parasnya.
"Ada apa, hem?" tanyanya saat melihatku terus menatapnya.
Aku hanya tersenyum dan menggelengkan kepala pelan.
"Apa sekarang kamu sudah jatuh cinta sama wajah tampan kekasihmu ini?" tanya Virgo, dengan alis mata yang dia mainkan, menggoda mungkin.
"Dih, aku nggak akan jatuh cinta sama wajah tampan kamu itu, Virgo. Jangan ge-er." Aku bangkit dan melangkah menjauh.
Terasa tarikan pada pergelangan tangan, Aku menolehkan pandangan, melihat ke arah Virgo
"Aku tak peduli, mau kamu jatuh cinta atau tidak terhadapku. Asalkan kamu selalu berada disisiku, itu sudah cukup."
"Ck ... kita sudah pacaran hampir dua tahun, simpan saja gombalanmu itu untuk menggoda wanita lain. Aku sudah kebal."
"Benar ya, aku boleh godain cewek lain. Kamu gak boleh cemburu," ucap Virgo sambil merangkul bahuku.
"Iya, gombalin saja. Aku tak peduli, jika ada cewek yang mau sama kamu, berarti dia sama gilanya sama kamu." Aku berjalan melewati koridor sekolah.
"Berarti kamu gila, dong." Virgo menguatkan rangkulannya di bahuku, menggandeng berjalan menyusuri koridor sekolah.
"Aku, aku tidak termasuk."
"Kenapa, saat ini kan hanya kamu yang mau sama aku. Berarti kamu lebih gila dari pada aku."
"Baiklah, baiklah. Mulai hari ini aku mencampakanmu."
"Ah, aku tidak terima, Tamy."
"Kenapa? harus terima dong."
"Gak terima, aku gak akan terima kamu campakan begitu. Selamanya kamu harus ada di sisi aku."
"Ah, aku muak Virgo."
"Ha ha ha. Biarkan saja, biar muak sampai kamu gak bisa lupa sama aku."
Virgo semakin menguatkan rangkulannya. Seakan benar-benar takut kalau aku mencampakannya.
Ku tatap kembali wajah Virgo yang berjalan bersisian. Aku tak akan pernah melakukannya Virgo. Karena sama denganmu, aku juga tergila-gila padamu.
****
"Selamat pagi," sapa wali kelas saat memasuki ruangan.
"Pagi, Bu," jawab anak-anak kelas serentak.
"Hari ini, kita kedatangan murid pindahan baru, ayo kenalkan dirimu."
"Hai, namaku Aura. Salam kenal semua."
"Hai Aura," riuh sahutan para lelaki di kelasku.
"Baiklah, Aura, silahkan duduk. Kita lanjutkan pelajarannya.
Entah kenapa, aku sangat suka melihat wajah cantik gadis ini. Dengan tubuh tinggi semampainya, dia bagaikan model remaja.
Bel istirahat pertama berbunyi, sedikit bercanda dengan Shela. Aku berjalan menuju kantin sekolah.
Dengan tawa yang meledak, aku memasuki pintu kantin, menghampiri sahabat-sahabat yang saat ini duduk riuh bercanda.
Aku banyak bersahabat dengan kakak kelas, karena Virgo. Jika wanita di kelas, aku hanya punya Shela saja.
Seketika tawaku memudar, saat melihat Virgo dan Aura duduk bersisian. Mengobrol ringan seakan tanpa beban.
Untuk pertama kalinya, aku merasa cemburu saat Virgo berbicara dengan wanita, selain aku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Dell Dell
wow keren sangat
2023-06-10
0
BLUE SKY
absen thor aku akan menghayati ceritanya😊
2023-04-10
0
Yeni Wulandari
absen mba thor...dan di cerita yg ini dulu..
2022-08-20
0