02

"Tamy!" panggil Virgo saat melihat aku berdiri di ambang pintu kantin.

Ku sungging bibir dan berjalan mendekati perkumpulan para sahabat-sahabatku itu.

"Tamy, seperti biasa, makin hari makin menawan saja," goda kak Donny padaku.

Dengan cepat tangan Virgo melilit batang leher kak Donny dan menjitak pucuk kepalanya.

"Hey, kalau mau godain cewek lihat-lihat dong. Tamy itu pacar aku," ucap Virgo kesal.

"Santai saja, Bro. Seluruh sekolah juga tahu siapa Tamy. Jangan baper, selow saja lah." Sikut kak Donny di perut Virgo.

Aku hanya melepaskan senyum dan menggelengkan kepala. Melihat gadis manis yang sedari pagi tadi terus menarik perhatianku.

"Hai, kamu Aura kan?" Ku ulurkan tangan tepat di depan wajah Aura.

"Iya, aku Aura," sambut gadis itu dengan tersenyum manis.

"Aku Tamy, aku duduk di belakang kursi kamu loh," ucapku ramah.

"Oh, maaf. Sepertinya aku gak memerhatikan."

"Santai saja, mulai sekarang kita kan teman," balasku sambil menarik kursi di depan Aura.

Gadis itu tersenyum dan menundukan pandangannya. Sepertinya dia tipe orang yang pemalu, suaranya sangat lembut dan juga halus.

"Makanan datang." Virgo datang dengan membawa dua piring nasi goreng di tangannya.

Meletakan perlahan di depanku, dengan cepat Virgo mengambil tisu dan mengelap sendok di tangannya, lalu memberikannya padaku.

Kebiasan dia yang selalu peduli pada kebersihan makanan masih tak berubah.

"Virgo, kamu itu sebenarnya pacar Tamy atau pembantu Tamy sih? Segitunya?" tanya kak Donny meledek.

"Virgo, budak cintanya Tamy. Tentu saja dia akan seperti itu," sambung kak Jerry.

"Tenang semua, aku ini bukan budak cinta atau pembantu Tamy. Tapi aku hanya ingin menjaga apa yang menjadi milik aku. Benar gak Tamy?" Virgo menyenggol bahuku dengan lembut.

"Apa sih Virgo?" Ku gulum senyum dan menggelengkan kepala.

Setiap hari, aku dan Virgo yang selalu jadi topik perbincangan mereka. Jika di bilang, masa remaja adalah masa-masa yang paling indah dan menyenangkan, mungkin itu benar.

Menghabiskan waktu untuk bermain dan juga belajar. Berteman dan juga bersahabat, membuat semua warna di dunia masa remajaku menjadi begitu indah.

"Ini punyaku!" teriak Shela keras.

"Baiklah, baiklah. Ambil saja, semua ini untukmu," balas kak Donny mengalah.

Ku palingkan perhatian kearah Shela yang duduk bersebelahan meja denganku.

"Memang ini punyaku, dasar pencuri!" ucap Shela sengit.

"Ada apa sih?" tanyaku penasaran.

"Kak Donny, dia mengambil cokelat milikku. Lihat ini Tamy, cokelatku tinggal setengah," adu Shela padaku.

"Shela, coba lihat lagi. Bukan hanya cokelatmu yang tinggal setengah," ucap Kak Donny lembut.

Shela memeriksa beberapa snack di atas mejanya. Menelisik satu persatu snack itu.

"Hem, dasar penipu! Selain mencuri kamu juga menipu aku kan, semua bungkusnya masih tersegel," jawab Shela ketus.

"Bukan snackmu yang tinggal setengah, tapi hatimu. Karena bersamaan dengan cokelat itu masuk ke dalam mulutku, kamu pun masuk kedalam hati aku." Kak Donny memainkan kedua alis matanya dan mentoel ujung hidung Shela.

"Ciyeee ...." Serentak kami semua, menggoda Shela yang memadam karena malu.

"Suit, suit. Jadikan terus Don!" jerit kak Mike menyemangati.

"Sudahlah Shela, menyerah saja. Donny itu seperti Roman di kelas kami," balas kak Jerry memanasi.

"Roman apa? Romansa pembunuh berdarah?" ucap Shela meradang.

"Jangan Shela, jangan kamu bunuh aku dulu, tunggu sampai aku bisa membuatmu jatuh kedalam pelukanku." Kembali kak Donny menggoda Shela yang berada di depannya.

Shela mengambil gelas dan juga piringnya, bangkit dengan cepat dan berjalan ke sebelahku.

"Aku mau pindah meja saja, gak sudi berada di depan kak Donny," ucap Shela merajuk.

"Shela jangan tinggalkan aku," ucap kak Donny semakin berdrama.

"Kak Virgo pindah, gih!" perintah Shela saat berada di belakang Virgo.

"Kenapa harus aku yang pindah, gak mau ah."

"Sudahlah Virgo, mengalah saja. Lihat wajahnya sudah merah begitu," ucapku menengahi.

"Yah ... baiklah." Virgo bangkit dan membawa makanannya ke meja sebelah.

"Ah ... Shela, sakitnya hatiku kamu meninggalkanku." Kembali Kak Donny berdrama, membuat seisi kantin tertawa.

"Bwee ...." Shela menjulurkan lidahnya, mengejek kak Donny.

Ku lihat Aura tersenyum dan menangkupkan telapak tangannya di depan mulut.

"Apa suasana di sini selalu seperti ini? Menyenangkan sekali," ucap Aura lembut.

"Kamu harus baik-baik sekolah disini." Kak Mike menyentuh ujung kepala Aura dan mengelusnya dengan lembut.

"Iya, Bang."

"Kak Mike, kenal?" tanyaku bingung.

"Ini adik sepupu aku. Tamy, tolong temani dia ya, jangan biarin dia sendiri di kelas."

"Hem, baiklah," balasku cepat.

Ku gulum senyum dan melihat wajah Aura kembali. Sepertinya dia gadis yang sangat lembut, bahkan kak Mike yang jarang sekali berinteraksi dengan wanita saja terlihat begitu menyanyanginya.

***

"Istirahat dan jangan banyak nonton drama, ingat untuk banyak belajar," ucap Virgo saat berada di depan pintu pagar rumahku.

"Iya, Virgo."

"Ayahmu belum pulang?" tanya Virgo kembali.

"Mungkin belum, mobilnya juga gak ada."

"Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu, bye, Tamy."

"Hati-hati ya."

"Selalu," jawab Virgo cepat.

Ku perhatikan Virgo yang berjalan dengan langkah besarnya meninggalkan gang rumah.

Semenjak aku masuk ke SMA dan pacaran dengan Virgo, pulang dan pergi Virgo selalu mengantarkan.

Padahal Virgo bisa saja menunggu aku di halte, entah kenapa dia lebih suka repot-repot menjemput ke sini.

Ku hela nafas saat tak lagi melihat punggung badan Virgo. Berjalan memasuki pintu rumah.

"Di antar Virgo lagi?" tanya seorang pria dibalik pintu.

"Ayah? Kok sudah pulang?" tanyaku sedikit terkejut.

"Memang kenapa kalau Ayah sudah pulang? kamu gak senang?"

"Mana mungkin." Aku tersenyum dan mencium punggung tangan Ayah.

"Ini." Ayah menyerahkan amplop putih ke tanganku.

"Hasil laporan kesehatanmu bulan ini."

Ku ambil amplop itu dan membawanya keatas. Membuka salah satu laci nakas di samping tempat tidur dan meletakannya bersama amplop-amplop yang lain.

Sebagai anak tunggal dari Dokter ternama di kota ini, Ayah selalu protektif dengan kesehatanku. Padahal Ayah benar-benar paham bagaimana kondisi aku selama ini.

Ku buka pintu balkon kamar, menikmati semilir angin malam yang menerpa kulit wajah.

Ku raih pot kecil yang berada di jejeran pot bunga-bunga di pagar balkon kamar. Melihat pohon kaktus yang minggu lalu disemai, mulai tumbuh subur.

"Tamy," panggil Ayah lembut.

"Ayah lihat, kaktusku sudah tumbuh," ucapku senang.

Ayah datang mendekat dan duduk di kursi santai balkon kamar. Meletakan segelas susu cokelat di atas meja.

Sementara aku masih terfokus pada pohon kaktus kecil yang baru tumbuh ini. Ku sentuh duri-duri kaktus itu, geram melihat pohon yang penuh dengan duri ini.

"Tamy, apa kamu sudah memikirkan mau masuk universitas apa setelah lulus?" tanya Ayah kembali.

Ku hela nafas dan meletakan kembali pot kecil itu ke tempatnya semula. Memandang wajah Ayah yang sedang duduk santai terpaut jarak 2 meter di sampingku.

"Memang aku bisa Ayah?" tanyaku sendu.

"Jangan bertanya seperti itu, pikirkanlah kamu ingin masuk universitas apa, nanti Ayah akan pilihkan yang terbaik."

"Aku ingin masuk ke jurusan biologi, Ayah. Aku akan memanam banyak tumbuhan di taman rumah kita," ucapku bersemangat.

"Bagus, nanti Ayah akan carikan universitas yang terbaik buat kamu," jawab Ayah lembut.

"Ayah," panggilku sembari berjalan mendekati Ayah.

"Ada apa?"

"Dari dulu Ayah selalu menuruti keinginanku, padahal gak tahu Ayah suka atau gak. Tapi Ayah selalu mengikuti semua keinginanku, apa Ayah gak ingin aku menjadi seperti yang Ayah mau?"

"Kenapa kamu bertanya seperti itu?"

"Semua teman-temanku selalu mengeluh, mereka bilang orang tua mereka selalu mengatur dan mengekang. Tapi aku gak tahu kenapa Ayah berbeda, padahal aku tahu Ayah gak suka kalau aku pacaran sambil belajar. Tapi Ayah gak pernah ngomong apapun untuk ngelarang aku, kenapa?"

"Walaupun Ayah gak melarang, tapi Ayah selalu mengawasi kamu, Sayang."

"Ayah, apa karena aku ...."

"Tamy, hanya kamulah satu-satunya peninggalan kekasih Ayah. Mama kamu minta Ayah untuk membahagiakanmu seumur hidup, karena itu, asalkan kamu bahagia dan senang, Ayah tak akan melarang."

Ku gulum senyum dan duduk menyempiti Ayah. Memeluk badan Ayah dengan erat.

Aku tahu sebagian perkataan Ayah adalah kebohongan, jelas Ayah menyembunyikan hal lain dariku, tapi aku juga tahu, bahwa Ayah benar-benar ingin melihatku bahagia.

"Ayah, terimakasih karena Ayah telah menjadi Ayahku." ku eratkan pelukan tangan yang melingkari pinggang Ayah.

Terdengar suara helaan napas Ayah, dan kurasakan tangan Ayah menyentuh ujung kepala.

"Terima kasih kembali, karena kamu sudah menjadi anak Ayah. Maaf, karena menjadi anak Ayah, kamu harus menanggung semuanya, Tamy."

"Gak masalah, asalkan Ayahku itu Ayah, jika harus menanggung beban seluruh dunia pun aku sanggup."

"Dasar anak nakal, cepat habiskan susumu dan istirahatlah."

Terpopuler

Comments

pecinta novel

pecinta novel

Emang tamy itu kenapa kondisinya thor? Kok di eps 1 minum obat dan virgo gk tau? Tolong dijawab ya thor

2020-11-01

1

Rani

Rani

Berat roma, kamu tidak akan sanggup.
Baru segini, rasanya aku udah punya benih2 sedih. 😭😭😭😭

2020-06-29

0

Aheta

Aheta

blum trllu ngeh

2020-04-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!