"Terima kasih banyak sayang, kamu sudah mau mendengarkan ceritaku.." Kini Adit sudah tenang, beban di hatinya telah dia lepaskan. Tak ada lagi yang dia sembunyikan dari istri tercintanya, yang sudah dipeluknya kembali seperti semula.
Dinda tersenyum dalam pelukan suaminya. Dia berharap semoga setelah ini, Adit bisa berubah, bersikap mesra dan penuh cinta kepadanya tanpa dibayangi ketakutan lagi.
"Sayang, sudah larut malam. Kita pindah ke kamar?" Ajak Dinda manja.
"Kamu sudah mengantuk?" Adit masih terus memeluknya. Belum ingin melepaskannya. Dia sudah mulai merasa nyaman memeluk istrinya.
"Heemm.."
"Tidurlah di sini dulu, peluk aku terus. Aku masih ingin seperti ini, sayang.." pinta Adit sambil mencium lembut kening istrinya yang sudah memejamkan mata. "Aku mencintaimu.."
Dinda yang mulai lelap masih bisa mendengar ucapan Adit, dan dengan setengah tertidur dia membalasnya. "Aku juga mencintaimu.."
Tak lama kemudian, Adit yang mulai merasa lelah dan mengantuk pun ikut tertidur dengan menyandarkan kepalanya ke belakang, sambil terus memeluk tubuh istrinya yang semakin rebah pulas dengan kepala terkulai di atas dadanya.
.
.
.
Jam dinding menunjukkan pukul satu dini hari, saat Adit terbangun. Dia melihat ke arah istrinya yang masih terlelap di pelukannya.
Dia tidak tega kalau harus membangunkannya. Sementara hawa dingin semakin menyeruak menembus tulang.
Pelan-pelan dia menggeser sedikit posisi duduknya agar sebelah tangannya bisa menggapai ke arah kedua lutut Dinda. Setelah dirasa cukup aman, dia mulai bangkit sambil mengangkat tubuh istrinya ke dalam gendongannya.
Berjalan sangat hati-hati, dia melangkah memasuki kamar. Sesampainya di tepi tempat tidur, perlahan dia menurunkan istrinya di ranjang, dan membetulkan posisi kepalanya di atas bantal. Kemudian segera menyelimutinya agar tidak lagi merasakan dingin dalam tidurnya.
Dia sendiri segera naik ke atas tempat tidur, duduk di samping tubuh istrinya yang terus terlelap. Dipandanginya wajah cantik itu, polos tanpa riasan pun dia tetap mempesona. Pandangannya beralih satu per satu menyusuri setiap bagian wajah istrinya.
Mata yang terpejam itu, menampakkan barisan bulu mata yang lentik. Hidung kecil itu selalu saja menggemaskannya. Pipi yang sering merona itu, dia pernah menyentuhnya namun belum pernah menciumnya. Dan bibir itu.., Adit terpaku menatap bibir mungil nan menggoda itu. Semakin lama dia menatap bibir itu, dia mulai merasakan hasratnya...
Hasrat untuk mencium bibir istrinya, menikmati kehangatan rasanya, menelusuri setiap lekukan di bibir itu.. Aaarghh.., hasratnya semakin menggebu, ingin sekali untuk melakukan semua hal yang terlintas di pikirannya..
Tapi dia masih terus menahan diri. Dia tidak mau mencuri ciuman itu walau sangat ingin dilakukannya. Dia tidak mau jadi pengecut yang hanya berani mengambil kesempatan di saat Dinda tidak menyadarinya.
Dia hanya akan melakukannya, jika Dinda sudah mengijinkannya. Dia hanya mau mereka berdua sama-sama menginginkannya dan menikmatinya.
Di saat Adit akan membaringkan tubuhnya, tiba-tiba tubuh Dinda bergerak, menggeliat pelan lalu memutar tubuhnya ke samping menghadap ke arah Adit. Adit yang sudah setengah berbaring segera membetulkan selimut yang sedikit tersingkap karena gerakan tubuh Dinda, dan ikut menyelimuti tubuhnya sendiri, lalu merebahkan diri bersiap memejamkan mata. Mencoba melupakan hasratnya yang sempat memuncak tadi.
"Sayang..." Dinda yang merasa sudah berpindah tempat membuka matanya dan mendapati Adit yang tidur telentang di sampingnya.
Adit kembali membuka matanya yang baru saja terpejam dan menoleh ke arah Dinda. Wajah bertemu wajah, pandangan mereka pun beradu.
"Ini masih dini hari. Tidurlah kembali.." Adit menyunggingkan senyumnya, menepis hasratnya yang kembali hadir begitu melihat Dinda terbangun. Lalu dia memiringkan tubuhnya menghadap tubuh Dinda. Saling berhadapan, di bawah satu selimut. Mata mereka pun menjadi enggan terpejam.
"Boleh aku peluk..?" pinta Adit.
Dinda menganggukkan kepala. Setelah apa yang diceritakan Adit padanya, dia tak lagi mempermasalahkan suaminya yang masih meminta terlebih dahulu sebelum menyentuhnya. Biarlah nanti seiring waktu, Adit akan terbiasa dengan sendirinya dan akan melakukannya dengan nyaman.
Adit menggeser tubuhnya merapat ke tubuh Dinda, kemudian satu tangannya melingkar di bawah kepala istrinya, bermaksud untuk menjadikannya bantalan tidur bagi sang istri, lalu tangan yang lainnya memeluk pinggangnya dengan erat. Dinda membalasnya dengan melingkarkan tangannya ke bagian atas tubuh Adit dengan erat, sehingga mereka berdua saling berpelukan berhadapan, di bawah satu selimut.
"Apa kamu merasa nyaman?" Adit masih takut sikapnya berlebihan bagi Dinda. Dinda pun segera menggelengkan kepala membuat Adit mulai gusar.
"Tidak..., tidak pernah senyaman ini sayang.."
Adit bernafas lega, lalu tersenyum bahagia.
Sejenak mereka terdiam, hanya saling menatap.
Suasana malam beranjak menuju pagi yang sunyi berpadu dengan sapuan angin yang dingin, membuat dua insan itu ingin saling memberikan kehangatan.
"Apakah sudah terlambat, sayang..?" Adit bertanya dengan suara bergetar. Setengah memberanikan diri dan setengahnya lagi ragu..
"Apa maksudmu..?" Dinda mengeryitkan kening, belum memahami pertanyaan suaminya.
"Sekarang.. Apakah sudah terlambat untuk memulai malam pertama kita..?" Adit mengulang pertanyaannya dengan lebih jelas.
Deeggg...!! Jantung Dinda seketika berdegup kencang mendengarnya. Nafasnya tertahan beberapa saat. Namun dia merasakan sesuatu yang tenang di dalam hatinya. Adit menginginkannya..
"Kamu yakin sayang? Kamu mau melakukannya sekarang?" Dinda mencoba memastikannya kembali.
"Iya. Aku menginginkannya.." Adit menjawab lirih, dengan tatapan sendu yang menyiratkan hasratnya.
Dinda menatap tajam ke dalam mata suaminya. Dia melihat kejujuran itu di sana. Keinginan itu..
Dinda mengangguk disertai dengan senyumannya.
"Lakukanlah apa yang sudah menjadi hakmu atasku. Dan aku akan melakukan apa yang telah menjadi kewajibanku kepadamu.."
"Terima kasih sayang. Aku mencintaimu.." Adit mencium kening istrinya dengan lembut dan lama.
"Aku juga mencintaimu sayang.." Dinda membalasnya dengan mencium tangan suaminya yang sudah lebih dulu digenggamnya sedari tadi.
Dan akhirnya, di bawah selimut yang sama, mereka mulai melakukannya. Saling mengeratkan pelukan, saling menghujani ciuman, berbagi nafas bersama, berbagi desahan bersama, berbagi peluh bersama, mencoba untuk saling memuaskan.
Dini hari itu menjadi saksi awal penyatuan dua raga yang saling mencintai dan saling menginginkan. Dua anak manusia yang tengah beradu melepaskan hasratnya, meluapkan gairah cinta yang telah sampai pada puncak penantiannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
MaiiDavi
gini amat yaak sensor terussss
2021-02-08
1
ayyona
duh ngintip aja 😅
2020-08-09
1
Herniyanti
hmmm wikwikx singkat amat nggak seru
2020-04-06
1