"Aku sayang sama kamu Dit.." akhirnya pengakuan itu keluar juga dari mulutku.
Adit yang masih menatapku pun terlihat kaget, tak menyangka aku akan mengucapkan itu.
"Aku sayang kamu, tapi aku belum yakin ini rasa sayang yang seperti apa Dit. Aku takut mengecewakan kamu nantinya..." Lirih kulanjutkan kalimatku.
Aku tak berani menatap Adit lagi. Aku takut dia akan kecewa. Aku takut dia akan marah atau berubah sikap padaku.
Aku tak berani membayangkan jika Adit akan menjauhiku karena jawabanku..
"Kok menunduk gitu, gak keliatan cantiknya ah..." Aku dengar suara Adit menggodaku. Aku terkejut.
Seketika kuangkat kepalaku menatapnya kembali.
Dia masih tersenyum saja. Tak ada perubahan baik sikap maupun ekspresi wajahnya.
Melihatku yang tampak bingung, dia justru tertawa.
"Kenapa? Gak percaya dibilangin cantik..?" Masih saja dia menggodaku.
"Kamu gak marah sama aku Dit?" Tanyaku. Sementara hatiku saja masih tak menentu karena ketakutan yang kurasakan.
"Marah sama kamu? Mana bisa aku marah sama cewek yang aku sayangi, apalagi cantik begini.."
Dia masih terus menggodaku hingga meronanya pipiku mungkin juga sudah terlihat olehnya.
Selama dekat dengannya, belum pernah kudengar Adit mengatakan cantik padaku, juga pada cewek lain.
"Aku takut kamu berubah, Dit. Aku takut, setelah ini kamu menjauhiku.." Jujurku.
"Gak mungkinlah Din! Gak mungkin aku bisa jauh apalagi menjauhi orang yang aku sayangi.." Aku bernafas lega mendengar jawaban Adit.
"Kamu inget gak, pertama kali tadi aku bertanya apa padamu..?" Tentu saja aku ingat, dan tadi aku melempar balik pertanyaan yang sama padanya.
"Aku cuma ingin tau perasaan kamu padaku. Dan kamu sudah menjawabnya kan.."
"Kalau kamu pikir aku akan menuntut pengakuan atau status tentang hubungan kita, kamu salah Din..!"
"Biarkan saja semua mengalir apa-adanya seperti selama ini. Biarkan waktu yang akan menguji perasaan kita masing-masing. Dan biarkan takdir Allah nanti yang akan memberikan kepastian pada kita berdua.." Dalam sekali kata-katanya dan penuh kedewasaan.
Adit memang lebih tua dua tahun dariku, meski kami masuk kuliah bersamaan. Dia sempat menunda waktunya untuk melanjutkan studi.
"Ya Allah, terima kasih telah Engkau hadirkan seseorang berhati tulus seperti dia.." Dalam hati aku sungguh-sungguh bersyukur atas kehadiran Adit dalam hidupku seperti saat ini.
"Din, boleh aku pegang tangan kamu..?"
Aku terkejut dengan pertanyannya. Baru saja hati ini tenang, kini kembali dibuat dag dig dug lagi oleh Adit.
Selama ini, kami memang jarang sekali bersentuhan fisik. Hanya sesekali saja, itupun sekedar bersalaman, tepukan pelan di bahu saat menyapa, jitakan kepala kala bercanda, dan beberapa sentuhan sekilas sewajarnya sikap dalam pergaulan sesama teman. Dan kali ini, dia ingin memegang tanganku dalam arti yang berbeda.. Duh, melayang lagi rasanya..
Adit tetap diam menanti jawabanku. Akhirnya aku mengijinkannya dengan satu anggukan kepala. Segera dia meraih telapak tangan kananku, menariknya pelan ke dalam genggamannya.
Dia menggenggam lembut tanganku dengan kedua tangannya. Seketika kurasakan kehangatan yang berbeda menyentuh hatiku lewat genggaman itu, meski tanganku masih terasa kaku, tak berani membalas genggamannya.
"Ya Allah, ternyata seperti ini rasanya disentuh cowok, seperti habis minum wedang ronde, hangat.." Pikirku polos.
"Lhah emang habis minum wedang ronde kan.." Sempat-sempatnya aku berpikir konyol dalam momen syahdu nan khusyuk seperti saat ini.
Adit menatapku tajam..!
"Apa yang kamu rasakan saat ini?"
Dia mempererat genggamannya seolah ingin mengalirkan perasaannya melalui tangan kami yang tengah menyatu ini.
"Kamu merasakan kehangatan ini? Aku juga.. Kamu merasa bahagia? Aku juga.. Kamu merasa nyaman saat kita bersama? Aku juga.. Kamu merasa takut kehilangan kebersamaan ini? Aku juga.."
Tak perlu aku menjawab semuanya, Adit pasti tahu jika kami merasakan hal yang sama.
Ku beranikan diri membalas tatapannya, tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutku.
Aku hanya ingin menikmati saat ini, menikmati perasaan yang tengah merajai hati ini, menikmati genggaman hangat yang baru pertama kali ku rasakan ini.
Tanpa sadar aku membalas genggaman tangan Adit. Aku membalas genggaman hangatnya, dan kini tangan kami benar-benar saling genggam seakan tak ingin melepaskan satu sama lain.
Ku lihat mimik muka Adit berubah, tampak berbinar bahagia. Mungkin dia tak menyangka aku akan membalas genggamannya. Aku pun turut larut dalam suasana ini.
Tiba-tiba dari dalam hatiku menyeruak perasaan tak menentu. Hatiku terasa sesak oleh rasa bahagia bercampur haru. Sesaat seperti kehilangan nafasku, dan kembali dengan degup jantungku yang makin tak menentu..
Ya Allah.., apakah ini yang namanya cinta..?
Seperti inikah rasanya jatuh cinta..?
Baru kali ini aku merasakan semua ini..
Sementara aku masih tenggelam dalam perasaanku, nampaknya Adit justru menikmati waktu ini untuk terus menatapku, melihat senyum di wajahku, melihat rona bahagiaku, melihatku menatapnya dengan pikiran menerawang tak menentu.
Semilir dingin angin malam mulai terasa menusuk tulang. Setelah puas menatap wajahku yang masih terdiam, lembut dan pelan Adit melepaskan genggaman tangannya.
Bergegas dia melepas jaket casual yang dipakainya dan buru-buru meletakkannya melingkari tubuhku dari belakang.
"Kebiasaan kamu nih, kalau pergi keluar gak pernah mau pake jaket. Buruan dipakai, nanti kamu kedinginan..!!"
Aku yang seolah terbangun dari alam bawah sadar, sedikit canggung segera merapikan jaket yang sudah membungkus tubuh belakangku. Aku merasa tubuhku menjadi lebih hangat..
"Lebih hangat dari wedang ronde tadi.." Aku tersenyum dalam hati.
"Makasih, Dit.." Senyum tiba-tiba saja mengembang di bibirku, disambut senyum yang sama dari wajah Adit.
"Sudah jam sembilan, aku antar kamu pulang sekarang ya, biar gak telat jam malamnya.."
Aku anggukkan kepala seraya kami beranjak pergi menuju tempat parkir motor, setelah mampir membayar pesanan wedang ronde yang telah kami nikmati tadi.
Sesampai di samping motor Adit, barulah aku tersadar akan sesuatu.
"Dit, kamu kan yang bawa motor di depan, kamu dong yang pakai jaketnya ini, entar kamu sakit lho.." Aku hendak melepas jaket yang kupakai, tapi ditahan oleh Adit.
"Aku bawa jaket lain di jok motor, kamu tetap pakai jaketnya ya..!" Seolah perintah, aku pun diam mengurungkan niatku.
Adit mengambil satu jaket lagi dari jok motornya dan segera memakainya. Setelah itu kami segera berboncengan melaju menembus dinginnya malam, mengantarku pulang.
Setengah jam kemudian, Adit sudah menghentikan motornya di depan pagar utama. Tidak mungkin masuk hingga depan teras rumah kostku, karena sudah mendekati jam malam.
"Makasih untuk malam ini. Aku pulang dulu ya.." Pamit Adit yang kubalas dengan anggukan pelan serta senyum kecil.
"Ati-ati di jalan, Dit.."
Adit masih terdiam di atas motornya. Tampaknya masih ada yang ingin dia katakan tapi ragu.
Aku mengeryitkan kening mencoba mencari tahu, menatapnya yang masih terus menatapku.
"Kok tiba-tiba aku jadi deg-degan lagi ya.." Aku mulai gugup sendiri tanpa bisa kusembunyikan.
"Aku sayang kamu.." Ucap Adit dengan senyum tipisnya.
"Dinda, kendalikan dirimu, jangan malu-maluin..!" Kataku di dalam hati, menenangkan diri sendiri.
"Buruan masuk sana.." Kepalanya memberi kode agar aku segera memasuki pagar utama.
Syukurlah, dia tidak menunggu balasan kata dariku.
Tanpa pikir panjang aku berbalik badan, berjalan pelan hingga memasuki teras depan.
Aku lihat Adit masih di luar sana. Seperti biasanya dia selalu memastikan aku sampai depan rumah dulu, dan barulah dia berlalu, menghilang dari pandanganku.
.
.
Selesai membersihkan badan dan berganti pakaian, aku merebahkan diri di kasur. Diam beberapa saat, fokus menatap langit-langit kamar dengan pikiran menerawang.
Kupandangi langit-langit kamarku yang putih, bersih, hanya dihiasi satu lampu yang tergantung tepat di bagian tengah ruangan.
Pikirku mulai melayang sambil terus menatap ke atas. Tapi tiba-tiba..
"Lho, eh..., kok ada wajahnya ikut eksis di atas sana sih..?!" Sontak aku terkejut mendapati wajah Adit nongol di sana dengan senyum merekah di bibirnya.
Spontan aku meloncat terduduk, aku ucek-ucek mataku untuk memastikan penglihatanku barusan.
Sekali ucek, ku lihat ke atas, masih ada dia di sana.
Ucek-ucek kedua, dia berubah menampakkan senyumnya.
Ucek ketiga, bersih dah cucian, siap dijemur besok pagi. Hehee, akh mulai ngelantur.
Ucek ketiga beneran, akhirnya bayangannya sudah benar-benar menghilang.
"Wahai otak, jangan korslet dong plis, masak muka orang ganteng kamu nongolin di atas sana, akunya kan jadi takut.." Toyor-toyor kepalaku sendiri.
Dering ponsel di atas meja mengagetkanku. Kuraih segera dan kulihat ada pesan dari Adit.
"Belum tidur?" Singkat pesannya. Mungkin hanya ingin memastikan aku sudah berpindah ke alam mimpi atau belum.
"Otw tidur.." Singkat juga balasanku.
"Ya sudah. Buruan tidur. Besok pagi aku jemput ya.."
Wah, tumben dia mau jemput aku, biasanya rutinitasnya cuma selepas kuliah aja.
"Jangan-jangan mau naik status nih.." Dalam hati aku penasaran dan tersenyum sendiri.
"Oke, aku tunggu besok pagi, Dit." Balasku.
Kukira sudah selesai, aku sudah bersiap tarik selimut saat ponselku berdering lagi. Ternyata masih ada pesan darinya.
"Aku sayang kamu.."
Aah, kalimat itu lagi.., membuatku senyum-senyum sendiri dengan dada berdebar.
Aku memutuskan tidak membalas pesan terakhirnya. "Biarin deh, tadi juga di depan pagar dia gak nunggu aku balas.."
Aku meletakkan kembali ponselku di atas meja dan segera ambil posisi bobok syantik.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Mbah Edhok
temponya bergerak atau mulai merambat naik dalam alur... 👍
2021-06-25
0
Hiatus
Aku mampir kaka bawa 5 like buatmu semangat up nya
salam dari
IMMORTALS BLOOD
MY DESTINY
2020-09-14
1
Isu💟THY
next
2020-08-20
1