Tak terasa sudah tiga bulanan melewati waktu perkuliahan. Lika-liku sebagai mahasiswa baru, lingkungan baru, apa lagi aku tinggal jauh dari orang tua dan keluarga.
Tapi aku bersyukur, tak banyak kesulitan yang ku hadapi di sini. Energi positif dari lingkungan sekitar membuatku merasa nyaman dan betah di sini. Baik di lingkungan rumah maupun lingkungàn kampus.
Makin akrab dengan teman-teman di lingkungan rumah kostku, karena semua penghuni dalam pagar (begitu kami yang tinggal di lima rumah ini menyebutnya..) cewek semua dan otomatis penuh kehebohan apa lagi kalau kami sedang berkumpul bersama di salah satu rumah.
Makin kompak pula dengan teman-teman kampus, tak hanya teman se angkatan. Gelak tawa sering kaali mewarnai waktu-waktu senggang kami saat pergantian kelas.
Jiwa-jiwa muda yang masih penuh gairah, kekonyolan, keisengan, warna-warni drama hati dan banyak lagi rasa, membuat kami menjadi caring each other, senasib sepenanggungan, namun tetap dalam semangat positif meraih masa depan.
Dan Adit? Bagaimana kabarnya..?? Adit kabarnya baik-baik saja.
Ya, setelah sekian waktu, aku dan Adit memang menjadi semakin dekat. Dekat sebagai teman. Teman ngobrol yang paling nyambung, teman ngerjain tugas kuliah, teman jalan-jalan, teman makan, dan pastinya teman rasa ojek pribadi vvip.
Sebenarnya, dengan beberapa teman yang lain aku juga cukup dekat, seperti Rinaya, Elisa dan beberapa cowok yang lain. Tapi memang kenyataannya aku bisa lebih dekat dengan Adit dari pada yang lain. Entah mengapa, tapi aku merasa lebih nyaman saja jika bersamanya.
Mungkin karena dia yang pertama kali ku kenal di sini. Mungkin juga karena dia cowok yang cukup kocak, membuatku kerap kali tergelak lepas dengan tingkah polahnya yang tak terduga. Atau mungkin karena Adit orangnya perhatian sehingga aku merasa lebih terjaga saat di dekatnya. Aku juga tidak tahu..
"Serius sekali melamunnya. Mikirin siapa sih..?" Tepukan pelan di bahuku tapi cukup membuatku terlonjak kaget.
"Mikirin kamu. Eh.." Aku menjawab begitu saja saat melihat Adit yang sudah duduk di sampingku.
Dia hanya tertawa kecil mendengar ucapanku.
"Kok pake eh..? Nyesel kayaknya ngakuin kalau lagi mikirin aku..?" Godanya lagi.
"Gak nyesel juga sih, biar kamu tau aja kalau selain aku dan orangtua kamu, memang ada gitu yang rela mikirin kamu..?" Balasku iseng.
"Berarti aku spesial dong, sampai kamu pikirin.." Kejarnya lagi.
"Pake telor malah.." Kujawab asal sambil tertawa diikuti tawanya juga.
"Din, entar malam aku jemput kamu ya."
"Tumben malam-malam ngajak keluar?"
"Pengen aja ngajak kamu berduaan.."
Deg..! Kalimat terakhirnya membuat dadaku bergetar seketika.
Harusnya hatiku tak perlu bergejolak begini kan, toh setiap hari pun kami juga sering pergi berdua.
Tapi kali ini, entahlah.., aku merasakannya berbeda.
.
.
.
Selepas isya Adit sudah menjemputku, membawaku ke taman kota, setelah sebelumnya kami mampir makan malam terlebih dahulu.
Taman kota yang kami datangi tidak terlalu ramai, apalagi ini bukan weekend. Namun suasananya tetap terasa hidup, dengan banyaknya pedagang kaki lima yang sudah terorganisir, berjejer rapi di satu sisi taman. Beberapa pengunjung tampak asik duduk lesehan sembari ngobrol haha hihi menanti pesanan mereka datang.
Sementara aku dan Adit memilih salah satu sisi taman yang menghadap langsung ke arah sungai kecil yang melintasi tengah kota ini. Tepian sungai yang dipenuhi hiasan lampu kecil warna-warni, menampakkan riak-riak kecil yang mengalir tenang dengan kilauan lampu di permukaannya.
Cukup tenang. Setidaknya aku yang masih duduk tenang di sini. Entah dengan Adit yang duduk terdiam sedari tadi di sampingku.
Tak seperti biasanya, dia cukup lama tak bersuara. Aku biarkan saja. Saat ini entah mengapa aku tidak berani untuk memulai obrolan. Aku memilih menunggunya dalam diam yang sama.
Tak berapa lama, pesanan wedang ronde kami datang. Adit menyodorkan satu mangkok kecil beralaskan piring kecil itu padaku. Aku mulai menikmati sendok demi sendok kehangatan yang mengalir di tenggorokanku. Pun dengan Adit, dia lebih cepat menghabiskannya, kemudian meletakkan mangkoknya di bangku kosong sebelahnya.
"Boleh tanya sesuatu..?" Akhirnya dia bersuara juga.
Aku menoleh padanya. Masih menikmati sisa wedang rondeku, ku anggukkan kepalaku.
"Perasaan kamu ke aku kayak gimana sih..?" matanya lurus menatapku. Hampir saja membuatku tersedak, namun berusaha segera ku kuasai tingkahku sebelum tampak rikuk.
"Memang perasaan kamu ke aku gimana..?!" Tanyaku balik.
"Duh.., salah jawab ini kayaknya. Dasar akunya malah mancing-mancing.." Aku menyalahkan diriku sendiri dalam hati.
"Suka. Sayang."
Aku tertegun, spontan menatapnya yang ternyata masih lekat menatapku. Dia tersenyum kecil, sama seperti pertama kali dulu. Rasanya aku mulai melayang...
"Gak papa kan aku suka sama kamu? Boleh kan aku sayang sama kamu..??" Cecar Adit membuat mulutku semakin tercekat.
Pelan-pelan ku taruh mangkokku, berusaha untuk fokus menguasai gejolak hatiku.
Aku masih membisu, tak tahu harus menjawab apa.
Aku sendiri juga belum tahu bagaimana perasaanku pada Adit. Mungkin saja yang aku rasakan sama dengan yang Adit rasakan.
"Din..." Suara panggilan Adit memecah pikiranku. Sepertinya dia menunggu aku berbicara.
"Sejujurnya aku masih kaget Dit, tapi..." Aku masih ragu melanjutkan.
"Tapi apa?"
"Aku belum tau Dit.., entah apa yang aku rasakan sama kamu selama ini, aku belum tau..."
Aku mencoba mengingat satu per satu waktuku bersama Adit selama ini.
Hampir setiap hari ku habiskan waktu bersamanya. Tak ada hari yang ku lewati tanpa Adit bersamaku, kecuali di saat aku pulang ke kotaku. Itu pun tak pernah lepas komunikasi dengannya.
"Kamu merasa bahagia gak bersamaku..?" Pertanyaan apa lagi ini, yang tadi belum bisa ku jawab, ditambah lagi pertanyaan seperti ini.
"Coba kamu tanyakan pada hatimu.." lanjut Adit.
Aku menghela nafas panjang. Berusaha menata kata yang sesuai untuk mengutarakan apa yang hatiku rasakan tentang Adit.
"Aku bahagia Dit. Aku selalu merasa nyaman setiap kali bersamamu. Aku merasa ada yang selalu menjaga dan melindungiku di sini.."
Kalimat demi kalimat mengalir keluar begitu saja dari mulutku, seolah hatiku yang berbicara tanpa melewati otakku dulu.
Kulihat Adit tersenyum mendengar jawabanku. Pandangannya kurasakan sangat teduh kali ini. Baru sekarang aku memperhatikan wajahnya lebih jelas.
"Terima kasih.." Kata Adit.
"Harusnya aku yang berterima kasih padamu Dit, karena selama ini kamu selalu ada buat aku. Kamu membuatku tidak merasa sendirian di sini. Kamu baik banget. Kamu..."
"Ssttt..." Adit menutup mulutnya sendiri dengan ibu jarinya untuk menghentikan kalimatku. Dia menggelengkan kepala pelan.
"Aku senang melakukannya. Dan aku bahagia kalau kamu juga merasa bahagia atas sikapku. Asal kamu bahagia, itu sudah cukup buat aku Din..!" Tegasnya meyakinkanku..
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Mbah Edhok
mulai mengarah ke yg sangat privasi ya...?
2021-06-25
0
Siti Nurul Azizah
alurya oke sm sperti karya ka2k author yg satuya seru bgt...
2020-08-24
1
Triana R
lanjutkan kak
2020-08-12
1