Hari sudah sore, Lasih sedang sibuk memasak untuk makan malam. Dari ruang tengah ia mendengar langkah kaki. Begitu ia lihat, ternyata orang itu adalah Chika.
"Non udah pulang. Mau ibu buatin teh, kopi, atau jus, atau air putih?" tanya Lasih.
"Gak usah, Bu. Saya cuma pengen istirahat aja." Chika melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga.
Sesampainya di depan pintu kamar, ia membuka pintu itu dengan malas. Entah mengapa hari ini sangat tidak menyenangkan. Entah itu karena tidak ada Rio, atau karena hari ini Alfan cuek padanya. Mengingat kejadian di kantor tadi pagi membuat moodnya semakin buruk.
"Dia itu maunya apa sih? Masa marahnya gitu." Chika mengomel sendiri.
Ia melemparkan tas ke atas tempat tidur. "Kalau si Alfan jual mahal terus, ogah gue ngomong sama dia." Chika merebahkan dirinya ke atas tempat tidur. Tak terasa kantuk menyerangnya dan ia pun tertidur.
Suara gemericik air mengganggu tidur Chika. Chika pun membuka matanya perlahan. Ia melihat ke sekeliling kamar. Lampu kamar dan lampu nakas sudah menyala, dan jendela pun sudah ditutup. Chika melihat jam dinding, ternyata sekarang sudah pukul 07.45 malam. Chika terkejut, ia sudah tidur lama sekali.
Chika bangkit dari tempat tidur dan langsung bergegas mengambil handuk. Ia ingat bahwa sepulang dari kampus, ia belum mandi. Saat dirinya berdiri di depan pintu, Alfan keluar kamar mandi dengan pakaian lengkap. Rambutnya masih basah.
"Kapan pulang?" tanya Chika.
"Gak lihat jam," jawab Alfan singkat tanpa melihat Chika. Ia berjalan menuju meja rias untuk mengeringkan rambut dan bersisir.
Chika menghela nafas, sungguh ia sedang tidak ingin ribut dengan Alfan. Yang ia inginkan untuk saat ini adalah mandi. Tanpa membuang banyak waktu, Chika masuk ke kamar mandi dan menutup pintu dengan rapat.
Beberapa menit kemudian, Chika sudah selesai mandi. Ia mengambil handuk dan melingkarkan handuk itu pada tubuhnya. Saat melihat ke gantungan baju, ia baru ingat bahwa ia lupa membawa pakaian bersih.
"Aduh, gimana ini?" Chika bingung sendiri. Tidak mungkin ia keluar kamar mandi hanya menggunakan handuk.
"Fan!" teriak Chika dari dalam kamar mandi.
Alfan yang sedang duduk di atas tempat tidur sambil memainkan ponselnya hanya melirik pada pintu yang tertutup.
"Fan! Lo denger gue gak sih?" teriak Chika yang sudah mulai kesal.
"Apa?" Akhirnya Alfan berbicara.
"Tolong ambilin baju tidur gue di dalem lemari dong."
Alfan tersenyum tipis. "Males," jawab Alfan.
"Kok males? Masa gue keluar kamar mandi pakai anduk doang!" teriak Chika lebih keras karena ia semakin kesal.
"Keluar aja. Siapa juga yang tergoda sama kamu." Alfan tertawa kecil tanpa suara. Ia masih fokus pada ponselnya.
"Oh ya?" Chika diam sejenak. "Ok, gue keluar sekarang."
Benar saja yang diucapkan oleh Chika. Pintu kamar mandi terbuka dan keluarlah Chika dengan berbalut handuk saja. Karena mendengar pintu kamar mandi dibuka, tentu saja Alfan melihat ke sumber suara. Ia tertegun sejenak melihat Chika.
"Apa lihat-lihat?" sergah Chika.
Alfan langsung mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Pipinya sedikit merona dan ia cukup kesulitan untuk menelan ludah.
Chika tidak peduli dengan apa yang dipikirkan Alfan. Yang terpenting ia bisa mengambil pakaiannya. Setelah mengambil apa yang ia butuhkan, Chika langsung kembali ke kamar mandi.
Sebelum masuk kamar mandi, Chika menyempatkan diri untuk berbalik. "Jangan nafsu lo." Setelah itu ia masuk dan menutup pintu.
Yang bisa Alfan lakukan hanya menggelengkan kepala. Chika benar-benar menguji pertahanannya. Ia pernah berkata pada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan meminta haknya sebelum Chika yang meminta dirinya.
"Kalau tiap hari kamu keluar kamar mandi kayak gitu, kayaknya aku gak akan bisa membuktikan ucapanku sendiri."
Baru selesai mengatakan itu, pintu kamar mandi kembali terbuka. Kali ini Chika keluar dengan pakaian lengkap. Ia menatap tajam pada Alfan. Mungkin ia masih kesal.
Chika naik ke atas tempat tidur dan langsung membaringkan diri. Tidak lupa ia menarik selimut hingga menutupi sebagian tubuhnya. Alfan pura-pura tidak memperhatikan gerak-gerik Chika. Ia masih duduk dan fokus pada ponselnya.
Ada keheningan di kamar itu. Tapi akhirnya Chika yang lebih dulu memecahkan keheningan tersebut. "Lo masih marah sama gue?"
"Hmm?" Alfan masih tidak melihat Chika.
"Lo masih marah sama gue?" tanya Chika lagi. Beberapa detik hening. "Kalau lo masih gak mau ngomong, gue gak akan pernah mau ngomong sama lo lagi." Chika menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya, dari ujung rambut hingga kepala.
Alfan meletakkan ponselnya di samping bantal. Tangan kanannya menarik ujung selimut ke bawah hingga wajah Chika terlihat kembali.
"Menurut kamu aku marah?" tanya Alfan.
Kini giliran Chika yang tidak menjawab.
"Ya aku marah. Aku larang kamu pergi balapan dan nongkrong malam, kamu gak nurut. Yang bikin aku marah lagi adalah kamu hampir masuk sel. Aku khawatir, aku juga marah sama diri aku sendiri saat itu. Aku gak bisa jagain istri aku dari pergaulan jalanan." Alfan berhenti sejenak. Ia menunggu reaksi dari Chika.
"Chik, mungkin aku memang belum bisa mencintai kamu, dan kamu juga belum bisa mencintai aku. Tapi aku berusaha untuk jadi suami yang baik untuk kamu. Tolonglah kamu juga berusaha jadi istri yang baik. Jadi istri yang baik itu gak susah kok, gak merugikan kamu."
Chika masih diam.
"Dan satu lagi. Kamu tau yang di bawah ini? Sampai sekarang dia masih sakit gara-gara kamu tendang. Kamu hampir melumpuhkan masa depan aku, masa depan kita."
Chika langsung membulatkan matanya. Ia bangun dan duduk menghadap lurus pada Alfan. "Masa depan kita? Gue ogah lama-lama jalin rumah tangga sama lo. Mending si 'masa depan' lo itu kasihkan ke si Fania aja."
Alfan mengerutkan keningnya. "Kok tiba-tiba ke Fania?"
"Ya. Besok lo pasti bakal sarapan sama dia lagi, kan? Udah malamnya tidur entah di mana, pergi gak pamit, sarapan gak di rumah, eh taunya udah janjian sarapan sama si curut itu." Chika terus mengomel sambil mengerucutkan bibirnya.
Alfan berpikir sejenak. Saat ia berpikir, ia memandangi Chika tanpa henti. Kemudian ia berbicara, "Kamu cemburu?" tanya Alfan.
Chika terdiam sejenak, lalu buru-buru ia membaringkan tubuhnya dan menarik selimut. "Enggak." Chika akan menutup kepalanya, tapi tindakannya itu ditahan oleh Alfan.
Alfan tersenyum lebar. "Iya kamu cemburu."
"Enggak. Apaan sih lo?" Chika dan Alfan tarik-menarik selimut.
"Iya kamu cemburu. Kalau gak cemburu kenapa marah gitu? Kenapa gak suka kalau Fania deket sama aku?" tanya Alfan.
"Gue gak cemburu. Kalau lo mau sama Fania, gue malah seneng." Chika terus membantah.
Alfan tersenyum semakin lebar. Ingin sekali ia memeluk Chika gemas. Ternyata gadis itu mulai cemburu pada Fania.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Mojang Sumedang Tea
so sweet bngt crtnya.bkn greget
2021-02-05
1
Shakira Keyyila Zahra
blg az cik,g ush gengsi..lanjut
2021-02-05
1
🌻Miss Kalem🌻
3 like mendarat . jgn lupa feedback ya
2021-02-05
1