"Aw! Pelan-pelan," gerutu Alfan.
"Udah lo diem aja. Suruh siapa pake paksa-paksa gue."
Kini Chika dan Alfan sedang duduk di bangku taman. Alfan terpaksa membatalkan rapat dengan rekan bisnisnya.
Chika sibuk mengompres luka di sudut bibir Alfan menggunakan air dan sapu tangan yang baru Alfan beli dari warung di dekat taman itu.
"Tiap malam kamu balapan liar?" tanya Alfan.
Chika menekan kompresan pada sudut bibir Alfan. "Aw! Kamu ini bisa santai gak sih?"
"Makanya lo gak usah bahas itu. Males gue jawabnya."
"Cuma balapan liar aja, kan? Gak lakuin yang lainnya?"
Kembali Chika menekan luka Alfan. Kali ini Alfan menjauhkan wajahnya.
"Ogah gue ngobatin muka lo." Chika melipat tangan di depan dada. Ia benar-benar kesal pada Alfan yang ia pikir terlalu ingin tahu tentang dirinya. "Gini-gini gue masih punya harga diri. Gue bukan cewek murahan yang mau dicicipin sana-sini," jawab Chika tanpa memandang Alfan.
"Jangan bohong," kata Alfan sambil menyipitkan matanya.
Chika menoleh pada Alfan lalu menatap tajam pada Alfan. "Memangnya muka gue kelihatan tukang ngibul? Ngeselin banget sih lo. Gue bersyukur yang dijodohin sama lo itu bukan gue."
Alfan tersenyum sinis. "Memangnya aku mau sama situ? Idih amit-amit punya istri tukang balap liar. Harusnya kamu tuh contoh adik kamu. Pendiem, nurut sama orang tua, feminim, anggun, cantik, baik, pinte-"
"Terus aja sebut semua. Bentar lagi juga lo bakal nangis."
"Sok tau kamu," kata Alfan sambil tertawa kecil.
"Memang gue tau. Kalau gak percaya, lihat aja nanti."
Alfan hanya mampu tertawa kecil. Sampai kapanpun, berbicara dengan calon kakak iparnya ini tidak akan ada habisnya. Lebih baik menyudahi pembicaraan bila akhirnya harus bertengkar dengan Chika.
"Ekhm, bentar lagi aku manggil kamu kakak dong ya," kata Alfan.
Chika menoleh sebentar. "Untuk apa? Umur lo berapa?" tanya Chika.
"27 tahun," jawab Alfan.
"Umur gue 24 tahun. Tua-an lo dari pada gue. Jadi gak usah panggil 'kakak', risih gue dengernya."
Tiba-tiba Alfan tertawa. Entah apa yang menurutnya lucu. Chika sampai bingung dibuatnya. "Lo kenapa? Kesambet apaan lo?" tanya Chika. Ia tersenyum ngeri.
Setelah meredakan tawanya, barulah Alfan bisa menjawab. "Umur kamu 24 tahun? Masih kuliah? Umur berapa kamu masuk kuliah? Keburu tua duluan sebelum dapet kerja," kata Alfan.
Chika tersenyum miring. "Kalau gak tinggal kelas, gak gaul. Gue pernah gak naik kelas."
"Hmmm berarti kamu sama Firly memang benar-benar beda jauh ya. Firly pinter, selalu dapat juara kelas, selalu juara dalam lomba apapun. Kok bisa bertolak belakang gitu sih?"
Chika terdiam. Ia sudah sangat bosan mendengar orang membanding-bandingkan dirinya dengan Firly. Sudah banyak orang yang menghinanya lalu membandingkan dirinya dengan Firly. Mereka selalu membanggakan adiknya itu.
"Kenapa kamu diem aja?" tanya Alfan yang menyadari Chika melamun.
"Gak kenapa-napa. Cuma omongan lo tadi udah sering gue denger. Udah bosen gue."
Alfan tersenyum kecil, ia tahu jika Chika malas membahas soal perbedaan dirinya dengan Firly. Alfan mengambil alih sapu tangan dari Chika. "Ayo pulang. Udah malem, biar aku anter kamu pulang."
Chika berdiri dan menatap langit malam. "Gue udah biasa sama malem, jadi lo gak perlu nganter gue pulang."
Alfan ikut berdiri. "Gak ada penolakan. Kamu harus aku anter pulang."
Chika menarik nafas panjang. Apa lagi yang bisa ia lakukan. Ia malas sekali jika harus naik kendaraan umum. Tidak ada pilihan lain selain pulang bersama Alfan. "Ok, tapi lo gak boleh cerita ke orangtua gue."
"Jadi orangtua kamu gak tau kalau kamu balapan liar?" tanya Alfan.
Chika tersenyum masam. "Lo gila apa b*go? Orangtua mana yang ngebiarin anaknya balapan liar? Apalagi gue perempuan. Ya jelas orangtua gue gak tau dan gak boleh sampe tau. Lo gak usah banyak cingcong deh, mau nganter gue pulang gak nih?"
"Iya-iya, dari tadi ngegas mulu."
Alfan berjalan menuju mobilnya, kemudain membuka pintu penumpang depan. "Buruan masuk," katanya pada Chika.
Dengan malas Chika berjalan dan masuk ke dalam mobil lewat pintu yang dibukakan oleh Alfan. Setelah Chika masuk, Alfan juga masuk ke dalam mobil.
* * * *
Hari pernikahan telah tiba. Rumah kediaman keluarga Wijaya sudah dipenuhi oleh tamu undangan. Rumah itu sudah dihias oleh dekorasi yang sangat mewah dan pastinya mahal. Tentu saja pesta itu diadakan dengan semeriah mungkin. Alfan dan keluarganya adalah pembisnis yang terkenal sukses. Tidak mungkin mereka mengadakan pesta kecil.
Di kamar pengantin, Firly sedang dirias oleh perias pengantin. Ia mengenakan kebaya pengantin yang sangat indah. Namun ada satu yang merusak penampilannya, yaitu ekspresi wajah. Firly kelihatan sangat gelisah. Sesekali ia melirik pada jam dinding. Sampai detik ini, Chika belum juga menunjukkan batang hidungnya.
Tak lama kemudian, seseorang mengetuk pintu. Firly pikir itu adalah WO, tapi ternyata perkiraannya salah. Orang itu adalah Chika. Chika membuka pintu lalu masuk ke dalam kamar.
Firly tersenyum melihat penampilan kakaknya yang tidak seperti biasanya. Chika mengenakan gaun panjang berwarna pink. Walaupun rambutnya masih berwarna merah, namun kali ini Chika menata rambutnya itu.
"Kakak kayak artis yang siap tampil," canda Firly.
"Gak usah banyak cingcong lo. Nanti gak gue tolongin." Chika kesal karena Firly mengejek penampilannya. Walaupun orang mengatakan hari ini ia sangat cantik dan anggun, tapi untuk Chika, rasanya ia sedang memakai baju baja. Ia tidak bisa bergerak dengan bebas.
"Kak, kapan Kakak bantuin aku?" tanya Firly.
Dua perias yang sedang merias Firly sama sekali tidak mengerti arah pembicaraan kakak-beradik itu. Mereka hanya fokus pada tugasnya saja.
Chika tersenyum, ia mengeluarkan dua sapu tangan. Tanpa diduga, Chika membekap dua perias itu dengan sapu tangan tersebut. Firly sampai membulatkan matanya ketika melihat Chika nekad membius para perias itu. Tak butuh waktu lama, dua perias itu sudah jatuh ke lantai.
"Ngapain lo bengong? Cepet ganti baju. Kalau lo lari pakai kebaya begini, yang ada lo jatoh. Setelah ganti baju, lo turun dari balkon. Si Rio udah nyiapin tangga di sana. Habis itu dia juga yang bakal bawa lo pergi dari sini."
Mendengar apa yang diucapkan oleh kakaknya, Firly langsung berdiri dan memeluk Chika. "Makasih banyak, Kak. Aku sayang Kakak."
Chika hanya diam saja. Ia tidak membalas pelukan dari Firly. "Ya elah, lebay banget sih lo. Cepetan, kita gak punya banyak waktu."
Firly mengangguk, dengan cepat ia mengganti pakaian. Ia juga tidak lupa membawa tas ransel yang sudah ia siapkan sejak kemarin.
"Cepetan. Kalau lo ketangkep, gue angkat tangan. Gue gak mau berurusan lagi sama apa yang bakal terjadi kedepannya." Chika membukakan pintu yang mengarah ke balkon.
"Ok, Kak. Sekali lagi makasih."
Benar saja yang dikatakan oleh Chika tadi, di sana sudah ada tangga kayu. Tangga tersebut menghubungkan antara lantai balkon dengan tanah. Tanpa membuang waktu lagi, Firly langsung menuruni tangga. Sedangkan Chika, ia memastikan bahwa tidak ada orang yang melihat Firly kabur.
Firly sudah berhasil keluar dari area rumah. Kini Chika bisa menarik nafas lega. Janjinya pada sang adik sudah ia tepati. Kini waktunya ia lari juga. Jangan sampai kedua orangtuanya menanyakan keberadaan Firly pada dirinya.
Dengan langkah yang hati-hati, Chika berjalan untuk keluar kamar. Saat akan meraih gagang pintu, tiba-tiba pintu dibuka dari luar. Di saat yang bersamaan, Tia berteriak ketika melihat para perias tergeletak di lantai.
"Aaaa! Apa yang terjadi?"
Tia mengalihkan pandangan pada Chika yang berdiri mematung sambil membulatkan mata. Kemudian matanya menyapu seluruh kamar.
"Firly mana?" tanya Tia.
"Ma-ma-mamah, Firly ...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Amilatun Nafi'ah
dinikahin Lo,,pke
2021-03-27
1
Beby Bebo
next
2021-02-06
1
Yuyun Phyton
oh no...😱😱😱😂🤣🤣
2021-02-01
1