My Husband Is So Sweet
"Apaan sih lo? Lepasin gue."
"Please Kak, aku butuh bantuan kakak." Firly terus menarik tangan Chika di lorong gedung kampus. Firly menarik kakaknya sampai di depan toilet yang sepi.
Chika melipat tangan di depan dada ketika Firly melepas tangannya. Ia jengkel pada adiknya yang tiba-tiba saja menarik tangannya ketika sedang asik ngobrol. Ia bukan tipe gadis yang penyabar, maka dari itu kini ia juga tidak sabar menghadapi Firly.
"Mau ngomong apa? Gue gak punya waktu," kata Chika dengan ketus.
"Kak tolong aku ya. Aku pengen lari dari pernikahanku sama Alfan. Aku gak bisa nikah sama dia."
Chika mengerutkan keningnya. Ia tidak mengerti mengapa adiknya ini tiba-tiba ingin lari dari pernikahan. Bukankah selama ini Firly tidak pernah membantah atau menolak atas perjodohan mereka? Lalu apa ini? Firly ingin lari ketika pernikahannya tinggal menunggu hitungan hari.
"Kenapa?" tanya Chika.
"Aku gak bisa ninggalin Dino. Aku sangat mencintai Dino, dan aku gak bisa nyakitin dia."
Chika tertawa mengejek. Ia menertawakan keputusan Firly. Menurutnya itu sangat lucu.
"Kenapa lo gak nolak pas dijodohin dua bulan lalu? Kemana aja otak lo selama ini?" Bukannya mencari solusi, Chika malah mengejek adiknya.
"Aduh Kak, aku serius. Mau ya bantuin aku?"
Chika diam sejenak. Ia memang tidak akur dengan adiknya ini. Mereka sangat bertolak belakang. Firly gadis pintar, baik, dan sopan, sedangkan dirinya gadis yang kurang pintar, sering keluar malam, dan tidak tahu sopan-santun. Namun, bagaimana pun juga, Firly tetaplah adiknya.
"Ok, gue bisa nolongin lo untuk kali ini. Tapi kalau gue gagal, lo gak boleh nyalahin gue."
Mendengar persetujuan dari kakaknya, Firly langsung memeluk kakaknya itu dengan sangat erat. Ia tahu jika kakaknya pasti akan membantu walaupun Chika tidak pernah bersikap ramah padanya.
"Thank you so much, Kak." Firly tersenyum bahagia.
"Somat-somat, gue gak ngerti," gerutu Chika.
* * * *
Chika berjalan menuju parkiran. Seseorang mengejarnya lalu melingkarkan tangan pada bahunya. Chika sudah tahu siapa orang itu. Tentu saja itu adalah temannya. Jika bukan, mana mungkin berani menyentuhnya. Jikapun iya, berarti orang itu telah siap untuk dipatahkan tangannya.
"Hai Chik, kayaknya lagi banyak masalah nih." Rio terus berjalan beriringan dengan Chika. Tangannya masih tersanggah di bahu Chika.
"Gak tau gue. Pokoknya hari ini gue badmood," jawab Chika tanpa menoleh pada Rio.
"Malam ini jadi gak balapan lagi? Taruhan kali ini lebih banyak duitnya."
"Berapa?" tanya Chika.
"50 juta."
Chika membulatkan matanya. Baru kali ini ada yang berani pasang taruhan dengan jumlah yang besar. "Widih, bisa kayak mendadak gue."
Tanpa sopannya Rio menepuk kepala Chika. "Lo udah kaya."
Chika hanya menyengir. Ia memang orang kaya, tapi menurutnya yang kayak itu kedua orangtuanya, bukan dirinya. Ia sama sekali tidak pernah menikmati harta yang orangtuanya berikan. Menurutnya, tidak baik menghambur-hamburkan uang orangtua hanya untuk bergaya sok kaya di depan teman-temannya.
Chika dan Rio sudah sampai di parkiran. Chika langsung menaiki motor ninjanya.
"Chik, kalau lo mau, entar kasih tau gue," kata Rio sambil memasang helm.
"Iya, tapi gue gak janji ya. Takutnya entar malem gak bisa kabur dari rumah."
"Yoi, gue cabut duluan ya," kata Rio lalu menancap gas dan melakukan selebrasi layaknya pembalap GP yang baru menang.
Chika tersenyum. Rio adalah teman dan sahabat terdekatnya. Chika tidak memiliki teman perempuan yang feminim. Semua temannya sama dengan dirinya, bar-bar, tukang berkeliaran di malam hari, dan nongkrong di pinggir jalan. Semua gadis baik dan feminim akan menjauhinya, mereka berkata tidak ingin dekat-dekat dengan pendosa. Chika hanya tersenyum. Orang yang menganggap dirinya tidak pernah melakukan dosa, justru orang itu telah membohongi dirinya sendiri.
Ketika ia akan menarik gas, Chika melihat sebuah mobil yang ia kenali. Mobil berwarna silver itu adalah milik Alfan, calon suami Firly. Mobil itu sepertinya mengarah ke arah motor Chika.
Kaca mobil terbuka dan kepala Alfan menyembul keluar. "Firly udah pulang belum?"
"Mana gue tau. Lo tanya aja sama temennya," jawab Chika tak acuh.
Alfan menarik nafas. Ia sudah menebak bahwa Chika tidak mungkin bisa menjawab pertanyaannya, gadis itu tidak pernah peduli pada adiknya.
"Kamu mau ke mana?" tanya Alfan. Matanya menyipit karena menahan teriknya matahari siang.
"Terserah gue mau ke mana. Bukan urusan lo," jawab Chika ketus.
Alfan kembali menarik nafas. Ia mengenal Chika dua bulan yang lalu, bersamaan dengan ia mengenal Firly di perjodohan waktu itu. Saat itu ia tahu bahwa kakak-beradik itu memiliki sifat yang sangat berbeda. Walaupun ia terpaksa menerima Firly, tapi ia masih bersyukur tidak dijodohkan dengan Chika. Apa nasibnya jika ia memiliki istri seperti Chika.
"Nah, itu dia," kata Chika sambil menunjuk ke arah depannya.
Firly berjalan dengan teman-temannya. Ia berjalan dengan sangat anggun. Tidak seperti Chika tadi yang berjalan bagaikan dikejar hantu.
Alfan tersenyum ketika melihat calon istrinya berjalan ke arah mobilnya. Memang ia belum mencintai Firly, tapi ia berusaha untuk mulai mencintainya.
Firly mengembangkan senyum pada Alfan yang masih berada di dalam mobil. Setelah sampai di depan Alfan, Firly membungkuk agar ia bisa melihat wajah pria tampan itu.
"Mas mau jemput aku?" tanya Firly manis.
Ia memang tidak menginginkan pernikahan dan tidak mencintai Alfan. Ia hanya berusaha bersikap manis agar Alfan tidak tersinggung.
"Iya, ayo masuk mobil." Alfan membukakan pintu di sebelah kursi penumpang depan.
"Kak Chika gak ikut kami?" tanya Firly sebelum masuk ke dalam mobil.
"Ogah. Udah deh sana pergi. Gue males lihat muka-muka bucin kayak kalian."
Firly dan Alfan malah tertawa. Mereka merasa lucu dengan ekspresi wajah Chika ketika sedang kesal. Tapi memang begitu lah ekspresi yang selalu melekat di wajah Chika. Ia hanya akan tertawa dan tersenyum ketika bermain atau nongkrong dengan teman-temannya di pinggir jalan.
"Kalau kalian gak mau pergi, gue yang pergi." Chika menarik tali gas lalu meninggalkan Firly dan Alfan. Alfan yang masih tertawa memperhatikan cara Chika mengendarai motornya.
"Chika jago bawa motor ya?" tanya Alfan ketika mereka sudah melaju di jalan raya.
Firly mengangguk. "Ya begitulah. Kakakku memang gak feminim. Maklumlah, dia memang begitu."
Sebenarnya Firly ingin menceritakan bagaimana keseharian Chika yang tidak diketahui oleh Alfan, tapi ia tidak ingin menjelekkan kakaknya sendiri. Bagaimana pun Chika adalah kakaknya.
Alfan masih fokus menyetir. Hari ini ia akan membawa Firly fitting baju pengantin. Hari pernikahan mereka sudah sangat dekat. Segala sesuatunya harus dipersiapkan dengan sempurna.
"Kita fitting baju ya, habis itu kita makan siang," kata Alfan sambil menatap sekilas pada wajah Firly.
Firly tersenyum. "Ok, terserah Mas aja."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Fajar Mesaz
keren ini 👍👍
2021-07-07
0
Hamaseu Nur Fadillah
Tetap semangat kak!
2021-05-07
0
HIATUS
Mampir bawa like thor ❤
2021-02-15
1