"Mana Firly, sebentar lagi ijab kabulnya bakal dimulai." Sebenarnya perasaan Tia sudah tidak enak. Melihat perias tak sadarkan di lantai dan Firly yang entah di mana, ia tahu pasti sudah terjadi sesuatu.
"Jangan bilang dia kabur." Mata Tia sudah memerah.
Chika gugup, ia bingung harus berkata apa. "Fi-Fi-Firly kabur, Mah."
'Plakk!'
Chika memegangi pipinya yang terasa sangat panas.
"Pasti kamu yang bantu dia kabur! Dasar anak kurang ajar. Cukup kamu yang sering kabur dari rumah, jangan kamu ajarin adik kamu untuk kabur juga! Apalagi di hari penting ini!" Tia sudah kehabisan kesabaran.
Chika menggeleng. Ini bukan kesalahan dirinya sepenuhnya. Ia hanya membantu adiknya kabur, mengapa ibunya hanya menyalahkan dirinya saja. "Mah, Chika cuma--"
"Kamu mau jadiin adik kamu kayak kamu? Kelakuannya gak bener! Kamu pikir mamah gak tau kelakuan kamu, hah?"
Mendengar keributan dari kamar calon pengantin, Surya yang sedang duduk santai di ruang tengah langsung naik ke lantai dua. Begitu sampai di sana, ia melihat istrinya sedang marah-marah.
"Ada apa ini?" tanya Surya.
Tia berbalik badan pada suaminya. "Mas lihat, anak yang dulu Mas banggain? Dia udah buat Firly kabur."
Suasana langsung tegang seketika. Chika gemetaran, ia ingat terakhir kali Surya marah padanya. Ayahnya akan memukulnya dengan sangat keras. Dan kali ini ia yakin akan mendapat pukulan itu.
Mata Surya memerah, tangannya mengepal. Saat tangan Surya terangkat, Chika langsung menutup mata, ia sudah siap menerima apa yang akan menyapa wajahnya. Namun ia membuka matanya kembali ketika merasakan rambutnya diusap.
"Mas?" Tia membulatkan matanya. Ia tidak percaya suaminya malah berlaku lembut.
"Semua udah terjadi. Firly udah kabur. Papah yakin kamu cuma bantu adik kamu aja. Ya, kan?"
Chika menganggukan kepala.
"Papah gak mau kasar lagi sama kamu. Dari kecil kamu memang kurang kasih sayang. Kami nitipin kamu ke nenekmu, sedangkan Firly, dia udah kenyang dengan buaian orangtua. Sekarang kamu hanya perlu tanggung jawab karena udah bantu adik kamu kabur."
Tia bingung dengan sikap suaminya. Seharusnya suaminya ini marah pada Chika. Firly kabur, lalu bagaimana dengan pernikahannya? Tamu undangan sudah berkumpul. Pasti keluarga Wijaya maupun keluarga dari Alfan akan menanggung malu yang luar biasa.
"Maafin Chika, Mah, Pah." Chika menunduk. Untuk saat ini, sifat biasanya yang tidak tahu sopan-santun sedang hilang entah ke mana.
"Tia, marahin Chika, mukulin Chika itu gak akan menyelesaikan masalah. Kita harus cari solusi supaya semua masalah ini selesai," kata Surya pada istrinya. Ia tahu istrinya ingin sikap tegas pada Chika.
Tia hanya diam. Yang dikatakan oleh suaminya ada benarnya juga.
"Lagian, seharusnya kita marah juga sama Firly. Kenapa dia harus kabur dari acara pernikahan. Kalau dia gak setuju sama perjodohan ini, kenapa dulu dia diem aja?"
Tia kembali merenungkan apa yang suaminya katakan. Setelah dipikir lagi, memang seharusnya ia tidak menyalahkan Chika seorang, di sini Firly lebih bersalah. Kini ia tersadar, selama ini ia telah pilih kasih pada putrinya.
"Terus, sekarang gimana, Mas?" tanya Tia.
"Kita harus omongin ini sama keluarga Alfan. Pasti mereka marah besar, tapi kita harus sabar. Ini memang kesalahan dari pihak kita." Surya mengusap punggung istrinya.
Surya mengajak Chika dan Tia untuk menemui pihak pengantin pria di ruang tengah. Ia akan memerintahkan WO untuk memanggil Alfan dan kedua orangtuanya untuk datang ke ruang tengah juga.
Beberapa menit kemudian, semuanya telah berkumpul di ruang tengah. Kecuali para tamu undangan yang masih setia menunggu di halaman.
Surya tidak banyak basa-basi, ia menceritakan seluruh kejadian yang baru saja terjadi. Ibunya Alfan sempat syok, namun suaminya berhasil menenangkannya. Sedangkan Alfan, ia melamun. Sebelum pernikahan, ia sudah menyiapkan hati untuk Firly, di saat ia mulai jatuh cinta, Firly malah kabur dari hari bahagia itu.
"Maafkan kami. Seharusnya ini gak terjadi." Surya menunduk. Ia malu harus menatap keluarga yang duduk di seberangnya.
"Gak apa-apa, Pak. Mungkin ini memang takdir. Jodoh itu gak bisa dipaksakan. Kita memang ngejodohin mereka berdua, tapi Allah berkehendak lain," kata Vendi dengan lapang dada.
Surya dan Tia sangat lega dan bersyukur, ternyata keluarga Alfan sangat baik. Mereka bisa menerima semua ini dengan lapang dada.
"Kalau begitu kami pulang sekarang. Kami juga akan minta maaf sama para tamu."
Vendi, Kirana, dan Alfan sudah berdiri, mereka bersiap untuk meninggalkan ruang tengah. Mereka akan pergi dengan menanggung malu yang teramat sangat. Tapi, langkah mereka terhenti ketika mendengar suara Chika menghentikannya.
Alfan dan kedua orangtuanya menoleh lalu berbalik badan. "Ada apa?" tanya Vendi.
"Saya yang akan menggantikan Firly," kata Chika mantap.
Seketika wajah Alfan yang sedari tadi hanya berekspresi kosong, kini ia tercengang. Begitu juga dengan kedua orang tua Alfan dan kedua orangtua Chika sendiri.
"Bagaimanapun juga saya harus tanggung jawab. Saya yang bantu Firly kabur. Kalau saya gak bantu dia, pasti pernikahan ini tetep akan berlangsung. Saya gak bisa biarin keluarga kita malu karena kesalahan saya."
Vendi menoleh pada Alfan. Ia ingin mendengar tanggapan dari putranya.
Alfan masih terdiam untuk sesaat. Sepertinya pikirannya sedang menimbang-nimbang sebuah keputusan besar. Dan kemudian ia mengangguk. "Ya, saya akan menikahi Chika," kata Alfan dengan mantap. "Tolong bawakan perwakilan dari KUA yang tadi duduk di luar. Kita bakal ganti nama Firly dengan nama Chika."
"Terus tamu undangan gimana?" tanya Kirana.
"Ijab kabul dilaksanakan di sini. Sementara Chika dirias lebih dulu. Soal nama, umumkan aja kalau nama panjang Firly adalah Chika Firlya Ningsih, jadi yang ditulis di kartu undangan adalah Firlya Ningsih."
Vendi dan semua orang mengangguk. Ide dari Alfan sangat cemerlang, dengan begitu tidak ada yang harus malu, dan tidak ada kebohongan, walupun ada yang ditutupi.
Vendi langsung keluar untuk memanggil perwakilan dari KUA yang menulis surat nikah, sedangkan Kirana dan Tia, mereka mengantar Chika ke lantai atas untuk dirias. Mereka juga membantu menyadarkan dua perias yang pingsan.
Vendi kembali dengan orang dari KUA. Mereka langsung menceritakan apa yang terjadi. Orang itu memaklumi, dan akhirnya setuju untuk mengganti nama Firly dengan nama Chika. Setelah urusan surat nikah selesai. Alfan dan Surya sudah siap untuk melaksanakan ijab kabul. Dengan dihadiri oleh saksi, yakni pihak dari KUA, ijab kabul pun akan berlangsung.
"Alfan Alfiansyah, saya nikahkan engkau dengan anak saya yang bernama Chika Nidya Ningsih binti Surya Wijaya dengan mas kawin uang sepuluh juta dibayar tunai."
"Saya terima nikahnya Chika Nidya Ningsih binti Surya Wijaya dengan mas kawin sepuluh juta dibayar tunai."
"Bagaimana, saksi? Sah?"
"Sah.."
"Alhamdulillah."
Alfan mengusap wajahnya. Kini nafasnya lega. Sebenarnya ia sangat gugup, tapi karena ia sudah latihan dari sebelumnya, maka sekali saja langsung lancar walaupun harus mengganti nama mempelai wanitanya.
"Alfan, selamat." Vendi memeluk dan menepuk punggung putranya. Kini putranya sudah menjadi suami, kepala rumah tangga. Sebagai ayah yang membesarkannya, tentu saja Vendi sangat terharu sekali. Sekarang mereka tinggal menunggu pengantin wanita turun dari lantai atas.
Beberapa menit menunggu, akhirnya dua perias membuka pintu kamar yang terlihat dari lantai bawah.
Begitu pintu terbuka, tampaklah sesosok manusia cantik yang memakai kebaya pengantin. Di samping kanan dan kirinya ada Kirana dan Tia yang membantunya berjalan. Begitu melihat Chika yang berdandan seperti itu, mata Alfan langsung sulit dikedipkan. Rasanya ia tidak ingin melewatkan satu masa pun dengan mengedipkan mata.
Vendi tersenyum sekaligus takjub melihat kecantikan Chika yang kini sudah menjadi menantunya. Ia menepuk bahu Alfan lalu tersenyum.
Kini Chika sudah berhadapan dengan Alfan. Ia menahan tawa melihat Alfan lupa mengedipkan mata. "Gue colok itu mata baru tau." Chika berbisik pelan.
Alfan tersadar, ia langsung mengedipkan matanya dan mengalihkan pandangan ke lain arah. Malu sekali jika Chika harus melihat pipinya yang pasti sedang merona. Setelah yakin pipinya sudah kembali normal, ia kembali menghadap Chika. Ia mengulurkan tangan untuk meraih tangan Chika yang sekarang sudah sah menjadi istrinya.
"Mau dipasang cincinnya sekarang?" tanya Alfan.
Chika hanya mengangguk. Melihat Chika mengangguk, Kirana mengambil kotak cincin dari tasnya, kemudain memberikan cincin itu pada Alfan. Sambil tersenyum, Alfan memasukkan cincin itu ke jari manis milik Chika. "Ternyata pas juga sama kamu," kata Alfan sambil menahan tawa.
"Pastilah, aku sama Firly badannya kan sama."
Alfan meletakkan jari di bibir Chika. "Jangan bahas Firly, hari ini adalah hari pernikahan kita." Alfan malam membahas Firly. Wanita yang sudah susah payah ia cintai, wanita itu malah pergi meninggalkan pernikahan dan membuat luka di hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Kak ImO
suka bangett♥️🥺
2021-05-07
0
Dinda Natalisa
Hai author aku mampir nih kasih like jangan lupa mampir di novel ku "menyimpan perasaan" mari saling mendukung.
2021-03-10
1