Para tamu undangan sudah pergi meninggalkan tempat halaman. Semuanya berjalan lancar tanpa ada gosip di sana-sini. Mereka mengira memang Chika lah yang akan dinikahi oleh Alfan.
Alfan dan Chika masuk ke dalam kamar pengantin yang seharusnya menjadi kamar Alfan dan Firly. Namun, sekarang kamar itu menjadi milik Chika. Chika masuk lebih dulu, sedangkan Alfan mengikuti daru belakang dan ia juga yang menutup pintu. Alfan duduk di tepi ranjang, sedangkan Chika langsung berjalan menuju lemari.
"Mau ngapain?" tanya Alfan ketika melihat Chika membuka lemari.
"Nyari baju. Gue pengen ganti baju. Risih banget gue pake baju beginian." Chika sibuk mencari baju di antara kado yang menumpuk di lemari itu. Tadi semua kado dari para tamu disimpan di lemari itu.
"Mana ada baju di sana." Alfan melonggarkan dasi.
"Terus gue harus pake baju apa?" tanya Chika lalu berbalik dan berkacak pinggang.
Alfan mengangkat bahu. "Mana aku tau. Mana mungkin orang itu nyediain pakaian. Pengantin baru kan biasanya ...." Alfan tidak meneruskan ucapannya.
Chika tertawa terbahak-bahak. "Eh lo, jangan pernah mikir ke arah sana ya. Gue ogah sama lo."
Alfan hanya tersenyum. "Siapa juga yang mau sama kamu. Tapi inget ya, aku jamin kamu duluan yang menginginkan aku."
Chika berjalan ke arah Alfan. "Oh ya?" Chika semakin dekat, kini ia berdiri tepat di hadapan Alfan yang sedang duduk di tepi ranjang. "Kita lihat aja," bisik Chika di telinga Alfan.
Alfan terkekeh setelah Chika berbalik dan menjauhinya. Siapa sih laki-laki yang tidak berdebar jantungnya saat berada satu kamar dengan seorang wanita. Apalagi wanita itu secantik Chika. Namun Alfan berusaha menyembunyikan debaran itu. Ia belum mencintai Chika, maka dari itu ia tidak ingin menyentuhnya dulu.
Mengingat kata 'Cinta', betapa menyakitkannya cinta itu kabur dari pernikahan. Padahal ia sudah bersusah payah menyiapkan hatinya untuk Firly. Alfan sangat bersyukur Chika bersedia menggantikan Firly. Jika tidak, mungkin keluarganya sudah menanggung malu yang teramat sangat besar.
"Woy! Ngapain melamun."
Suara Chika membuyarkan lamunannya. Alfan melihat ke arah Chika yang sedang duduk di depan cermin. Gadis yang kini sudah menjadi istrinya tengah melepas semua riasan dan menghapus makeup.
"Suara kamu kayak preman jalanan tau gak."
Chika hanya meliriknya sekilas. "Suka-suka gue dong. Memang begini cara ngomong gue. Terus lo mau apa?" Chika bersikap sangat jutek.
"Terserah kamu aja lah." Alfan berdiri lalu berjalan menuju koper yang berada di samping lemari. "Aku mau mandi. Kamu jangan ngintip."
Chika memutar bola mata dengan jengah. "Idih, amit-amit gue ngintip. Kurang kerjaan apa gue. Lagian kalau gue lihat langsung pun, gue gak akan selera," kata Chika lalu kembali menghapus makeupnya.
"Owh..gak selera nih?" Alfan tersenyum miring. "Aku buka di sini ya," goda Alfan.
"Coba aja kalau berani." Chika malah menantang.
"Chika, kenapa sikap cuek kamu sangat menarik? Aku tau kamu bukan perempuan baik-baik, tapi kamu juga bukan perempuan gak bener. Kamu bukan perempuan murahan."
"Gak berani, kan?"
Pertanyaan Chika membawa Alfan kepikiran sadarnya. "Aku berani."
Dengan cepat Alfan membuka jasnya, lalu membuka kancing atas kemejanya. Begitu seluruh kancing terbuka, Alfan langsung melepaskan kemejanya. "Ya ampun, Chika. Bilang 'stop' sekarang juga. Gak mungkin aku sanggup buka seluruh pakaianku di depan kamu. Kalau aku gak bergaya ngelepas pakian, pasti kamu bakal kira aku laki-laki yang gak serius sama ucapan."
Kini Alfan sudah bertelanjang dada. Chika melirik sedikit. Gadis itu hanya tersenyum, kemudian kembali menghadap cermin. Dari cermin itu Chika juga bisa melihat pantulan diri Alfan. Chika melihat Alfan melepaskan sabuk. "Apa dia bener-bener nekad mau buka semuanya di sini?"
Chika membelalakkan matanya ketika Alfan sudah melepaskan kancing pengait celana. Sebelum Alfan menurunkan resleting, Chika buru-buru menutup mata dengan tangan.
"Stop!" Chika berteriak. "Tolong jangan buka itu di depan mata gue!"
"Kenapa? Kamu malu?" tanya Alfan menggoda.
Pada saat yang bersamaan, Tia dan Kirana melewati pintu kamar pengantin. Mereka langsung saling berpandangan. Pikiran mereka melayang ke mana-mana. Tia dan Kirana yang kini berbesananpun terkikik pelan. "Ternyata anakmu ganas juga ya," bisik Tia.
"Huss, udah ah. Gak boleh nguping pengantin baru," balas Kirana sambil berbisik juga.
Mereka berdua berjalan meninggalkan lantai atas sambil terus terkikik pelan.
"Lo gak punya malu apa?" gerutu Chika.
"Ngapain harus malu sama istri sendiri," jawab Alfan sambil tertawa. Ia kembali mengaitkan pengait celananya. Kemudian mengambil kemeja dan jas yang berserakan di lantai.
Mendengar kata 'istri', Chika kembali sadar bahwa sekarang ia telah menjadi seorang istri. Yang paling tidak menyangka lagi adalah, ia menikah dengan pria yang seharusnya menjadi adik iparnya. Namun apa daya, Firly kabur karena tidak menginginkan pernikahan itu. Akhirnya ia yang harus menggantikan posisi adiknya. Anggap saja pengantin yang tertukar. Ia bertukar tempat dengan adiknya, ya walaupun adiknya itu tidak mengambil posisinya.
"Melamun?" Alfan melambaikan tangan di depan wajah Chika.
"E-e-enggak kok, gue gak melamun." Chika menepis tangan Alfan.
"Lo mau mandi, kan? Sana mandi." Chika mendorong tubuh Alfan menjauh.
"Iya juga ya. Kenapa aku malah di sini terus? Ok aku mandi dulu. Habis aku mandi, kamu harus mandi juga." Setelah mengatakan itu, Alfan pergi ke kamar mandi.
* * * *
Alfan bangun pagi-pagi sekali. Saat membuka mata, ia sangat terkejut. Bagaimana tidak, begitu membuka mata, ia melihat wajah seorang wanita. Hampir saja ia berteriak jika tidak ingat apa yang terjadi sebelumnya.
Alfan mengatur nafas. Jika saja yang tidur di sampingnya adalah Firly, mungkin ia tidak akan kaget, tapi akan tersenyum dan mengecup pipinya. Alfan kembali memandangi wajah Chika yang masih tertidur lelap.
Tiba-tiba ia menggelengkan kepalanya. "Gak, aku gak boleh mikirin Firly lagi. Sekarang Chika adalah istriku. Hanya Chika yang pantes ada di dalam hatiku. Ya walaupun aku tahu itu akan lebih susah dari pada nempatin Firly di hati ini."
Alfan tersenyum ketika melihat wajah Chika. Gadis yang kini telah menjadi istri sahnya ternyata memiliki wajah yang sangat cantik. Jika sedang tertidur, Chika memiliki wajah yang sangat imut. Tidak terlihat bahwa sebenarnya gadis itu adalah pembalap liar.
"Ngapain lihatin gue kayak gitu?"
Alfan terkejut, ternyata ia sedang melamun dan tidak menyadari bahwa Chika sudah membuka matanya. Segera Alfan mengubah posisi tidurnya. Kini ia terlentang sambil memandangi langit-langit kamar.
"Gue tau gue cantik, makanya lo diem-diem ngelihatin gue pas lagi tidur." Chika menyipitkan matanya, mencurigai Alfan.
Alfan tidak memandang Chika, ia sibuk memandangi langit-langit kamar. "Idih, ge-er kamu."
Chika menyingkap selimut lalu duduk bersandar pada kepala ranjang. "Mulai besok malem, aku tidur di sofa itu aja. Ogah gue tidur satu ranjang sama lo, entar lo ngapa-ngapain gue lagi."
Alfan yang masih berbaring langsung menoleh ke samping dan sedikit mendongak untuk melihat wajah Chika. "Gak boleh."
Chika menunduk untuk melihat wajah Alfan. "Kenapa?"
"Pokoknya gak boleh. Gak ada yang tidur di sofa. Nanti kamu sakit," kata Alfan lalu beringsut duduk. "Mandi sana. Habis itu masakin makanan untuk aku," kata Alfan lagi.
"Apa? Masak? Ogah. Lagian gue gak bisa masak." Chika membuang muka lalu melipat tangan di depan dada.
Alfan mendekatkan wajah pada Chika. Seketika tubuh Chika menegang. Ia takut Alfan berani berbuat macam-macam.
"Aku berusaha jadi suami yang baik untuk kamu, dan kamu harus berusaha jadi istri yang baik untuk aku. Paham?" Alfan mengatakan itu dengan penuh penekanan.
Chika tidak berbicara lagi. Sepertinya Alfan memang sangat serius sekarang.
"Cepet mandi. Jangan lupa keramas," kata Alfan sambil mundur kembali.
"Ngapain keramas pagi-pagi begini? Lo tau ini jam berapa? Lo lihat tuh." Chika menunjuk pada jam dinding yang masih dihiasi oleh bunga-bunga. "Masih jam 5.05 pagi."
Alfan berdecak. "Kamu gak ngerti? Kamu pembalap motor jalanan kok gak ngerti hal beginian?"
"Masalah apa? Masalah rumah tangga gue gak ngerti," kata Chika. Kali ini ia menatap Alfan.
"Pengantin yang baru ngabiskan malam pertama, pasti pagi-pagi keramas karena mandi wajib. Jadi supaya keluarga ngira kita udah lakuin 'itu', kita harus keramas." Alfan menjelaskan maksudnya menyuruh Chika keramas.
"Hah, terserah lo aja deh. Kalau gue demam, lo harus tanggung jawab." Chika berdiri dan berjalan mengambil handuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
FitriYani🌞
Awww seru banget 🤭
2021-01-31
1