Orang-orang berseragam medis itu kompak membawa pasien gawat darurat ke ruang UGD. Seorang wanita bersimbah darah terbaring lemas di atas ranjang rumah sakit. Wanita itu sudah tidak sadarkan diri, karena selain kehilangan banyak darah, ia juga mengalami benturan di kepala area belakang.
Sementara seorang pria masih histeris di balik pintu ruangan itu. Yakni Aksara yang belum lama datang dan tentu saja diamankan oleh dua orang perawat pria. Aksara benar-benar tidak dapat ditenangkan. Ia terlalu khawatir sampai kehilangan kendali atas emosi ketakutannya itu.
“Dia istri saya! Jangan halangi saya!” tegas Aksara meneriaki kedua perawat yang masih kesulitan menahan dirinya.
“Tenang dulu, Pak, kalau Bapak tidak bisa tenang, istri Bapak tidak bisa kami tangani dengan baik. Bapak mau istri Bapak celaka?!” sahut salah seorang perawat saking geregetannya terhadap sikap Aksara.
Beruntung, suami dari korban tabrak lari yang merupakan pasien bernama Nila itu, lantas terdiam. Namun alih-alih berdiri tegak, Aksara justru lemas dan akhirnya runtuh tidak berdaya. Air matanya yang sejak tadi sudah keluar kini semakin deras saja. Penyesalan pun membuncah karena ia mengabaikan istrinya dan masih mementingkan soal pekerjaan.
“Nila ... Nila, maafin Mas, Sayang,” rintih Aksara sembari mengusap air mata. Namun kendati buliran jernih itu dihapus, isakan terus saja dialunkan olehnya.
“Aksara!” Seorang wanita paruh baya menyerukan nama Aksara dan tampak berjalan tergopoh-gopoh menghampiri pria itu.
“Mama ....” Aksara lantas berdiri sembari menyudahi tangisannya. Wanita yang merupakan ibu mertuanya itu mendatanginya dengan tampilan tak jauh berbeda dengannya, penuh air mata.
“Nila, anakku, bagaimana, Aksa? Gimana?!”
“Nila ... Nila kritis, Ma,” ungkap Aksara kemudian memeluk wanita yang bernama Sari itu. Derai air mata kembali meluruh. Kendati masih belum bisa diketahui bagaimana parahnya luka sang istri, Aksara tetap memiliki perasaan buruk.
Benar, perasaan buruk yang pria itu rasakan sejak Nila meminta izin. Namun, karena tidak mau ambil pusing, Aksara menepisnya. Dan kini firasat itu bukan hanya perasaan yang numpang lewat belaka, juga gelas pecah yang ia jatuhkan seolah menjadi tanda. Namun sayangnya, Aksara bukan seseorang yang percaya akan sesuatu yang tidak dapat dibuktikan, pada akhirnya ia terlambat menyadari jika Nila memang dalam bahaya.
Bayang-bayang wajah ceria milik Nila terus saja terbersit di benak Aksara, menambahi kepiluan yang kini tidak dapat diusir pergi. Pria itu terpuruk dalam pelukan sang ibu mertua, lebih tepatnya mereka sama-sama larut dalam situasi penuh nestapa. Sampai tak lama kemudian, pihak keluarga Aksara datang, yakni orang tua dan adik perempuannya yang masih berusia lima belas tahun.
“Sudah, sudah, tenang dulu. Dokter 'kan belum mengatakan apa pun.” Brugman—ayah Aksara—mengusap bahu putranya itu sembari memberikan nasehat agar Aksara jauh lebih tenang.
Sementara, Ismi—ibu Aksara—memandu Sari untuk duduk di tempat yang lebih nyaman.
Mereka semua tengah menunggu keterangan dokter mengenai Nila saat ini. Tentu saja, situasi masih berselimut akan kecemasan yang luar biasa pekat. Nila tengah berjuang antara hidup dan mati.
Lalu, tak lama setelah ketenangan meski masih dirundung kecemasan terjadi, Kintan muncul dari lorong bagian dalam. Sepertinya, wanita itu memang berada di rumah sakit tersebut untuk menunggu kakak iparnya melahirkan.
“Mas Aksara!” Kintan menemui Aksara yang masih duduk di samping ibunya. “Saya dengar dari teman Nila ....” Kintan menggantungkan perkataannya ketika Aksara mendongak menatapnya. Ia menelan saliva mendapati wajah Aksara yang tampak frustrasi.
“Nila kritis,” ucap Ismi sembari tersenyum kecut.
Mata Kintan mengerjap, tak lama setelah itu muncul bulir bening yang turun ke pipi. “Bagaimana bisa, Tante?” tanyanya sembari mengambil sikap duduk di hadapan Ismi, tidak peduli bahwa ia tidak mengenal wanita itu.
“Nila ... ditabrak lari, kabarnya dia baru turun dari taksi untuk mencari ojek yang lebih bisa diandalkan ketika sedang macet. Tapi, sayangnya, Nila menyeberang jalan saat sebuah mobil melintas dengan kecepatan tinggi di ruas jalan yang beda arah, tentu sedang enggak macet di jalan itu,” jelas Ismi.
Kintan lemas dalam sekejap waktu. Ia tidak mengira bahwa Nila akan mengalami hal seburuk itu. Seandainya saja ia tidak pulang lebih awal, sudah pasti Nila akan tetap aman bersamanya. Namun, Tuhan sudah menata takdir se-demikian rupa. Kakak ipar Kintan melahirkan di waktu yang hampir berdekatan dengan tragedi yang menimpa Nila.
“Seandainya kamu enggak pulang, istriku akan baik-baik saja ....” Tiba-tiba saja Aksara bergumam demikian. Namun kendati lirih, suaranya masih didengar oleh Kintan dan Ismi.
Tentu saja Kintan terkejut. Ia menyudahi rintihan bisunya, kemudian menatap Aksara dengan tatapan tidak percaya. “Seandainya kamu menjemput Nila sesuai janji, maka semua juga enggak akan terjadi,” balas Kintan ketika merasa bahwa pria itu menumpahkan kesalahan padanya.
Aksara mengangkat satu alis, kemudian menatap nanar pada Kintan, terutama manik mata wanita itu. Napas yang sempat terkendali kini menjadi memburu, Aksara kembali dikuasai emosi. Ismi disampingnya berusaha menenangkannya. Namun Aksara justru berdiri detik itu juga.
“Aku menitipkan istriku padamu, Kintan!” tegas Aksara dengan geram.
Ismi panik. “Sudah, Nak, sudah. Ini—” Namun ucapannya terpotong ketika Kintan juga ikut berdiri.
“Bukannya kamu yang berjanji hendak menjemput Nila, Mas?!” Kintan menggertakkan gigi setelah membalas ucapan Aksara dengan ketus.
Tentu saja Aksara tidak bisa membalas. Pasalnya, apa yang dikatakan oleh Kintan adalah kebenaran. Menyalahkan wanita itu sudah seperti melarikan diri saja, karena mau bagaimanapun Aksara lebih bertanggung jawab atas nasib buruk yang menimpa istrinya.
Setelah itu, Aksara kembali meluruhkan emosi. Dengan gelagat gelisah, ia duduk di kursi yang sebelumnya telah ia tempati. Sementara Ismi merasa lega, lantaran pertengkaran di antara pria dan wanita yang baru mengenal itu tidak lagi terjadi. Ia lantas duduk di samping putranya.
Sementara Kintan memilih pergi menjauhi Aksara. Ia tidak ingin dijadikan sebagai tersangka utama penyebab kecelakaan yang Nila alami. Lagi pula, Kintan terlalu sedih atas insiden itu, mana mungkin ia meninggalkan Nila dengan sengaja.
Seorang dokter keluar dari ruangan tersebut, membuat seluruh orang yang menjaga Nila di luar segera bangkit. Mereka kompak menghampiri sang dokter dengan tidak sabar. Namun, ketika dokter tersebut menampilkan paras wajah kurang semringah, kecemasan semakin bertambah di hati mereka semua.
“Bagaimana keadaan istri saya, Dok?” tanya Aksara, berharap lebih.
Dokter menggelengkan kepala. “Maaf, Pak, keadaan istri Bapak benar-benar kritis. Selain kehilangan banyak darah, beliau mengalami cidera otak yang parah.” Ia menghela napas, kemudian menelan saliva. “Ada dua kemungkinan yang bisa terjadi pada istri Bapak, pertama beliau akan mengalami koma, kedua ... meninggal dunia. Kami sudah berusaha se-maksimal mungkin, tapi ....”
“En-enggak, enggak! Dokter bohong, anak sayaaaa! Nilaaaa, Nilaaaa, Nilaaaa!” Sari histeris tepat ketika dokter menyelesaikan ucapan. Ia sampai tidak berdaya dan lemas—terduduk.
“Nila-ku ....” Sama seperti ibu mertuanya, Aksara terkulai. Seolah-olah kabar itu mampu menyerap semua energi di dalam dirinya. Detik berikutnya, Aksara kembali menangis. Ia tidak bisa berbuat apa pun untuk menyelamatkan istrinya. Hanya penyesalan yang datang berbaur dengan rasa pilu yang tidak dapat ditepis lagi.
Dunia keluarga itu seolah berhenti. Nila yang sebagai istri, anak, dan menantu bagi mereka kemungkinan besar tidak dapat diselamatkan. Serta bagi Kintan, Nila begitu berharga baginya—sudah seperti saudaranya sendiri—kendati hanya sebatas teman.
“Nila, maafkan aku,” gumam Kintan seiring munculnya derai air mata, yang detik berikutnya enggan berhenti.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
𝐵💞𝓇𝒶𝒽𝒶𝑒🎀
berarti itu salah anda tolong koreksi diri sebelum menyalahkan seseorang kerna bkn hanya anda yg merasa kehilangan
2023-06-28
1
Enung Samsiah
jd sbnrnya yg slh itu aksara bkn kintn
2023-01-17
0
Sofia Rizky
aksara aneh masak menyalahkan kintan padahal kesalahan juga ada pada dia...apapun itu yg namanya takdir kita ngak bisa menyelak semua sdh di tentukan sm yg kuasa, berdoa aja semoga nila selamat.
2021-07-28
1