‘Beberapa orang memiliki panggilan yang sama.’
Laporan kali ini juga mengecewakan, membuat Chanyong kembali mendapatkan lemparan benda-benda keras. Bingkai foto membentur dahinya, yang lalu jatuh menghantam lantai, suara pecahan kaca menggema di tempat yang hanya disinari lampu temaram. Luka goresan di dahi Chanyong mengeluarkan darah, tapi ia sama sekali tak bergeming.
“Kau menemukan keberadaan HMD07 dan kau kehilangannya, dia itu humanoid tercerdik! Lebih berbahaya dari yang lainnya!” pekik Profesor Park dengan tatapan geram, sedikit pun tak menyesali perbuatannya yang telah melukai sang anak. “Pasti dia sudah mengetahuinya dari Jaewon,” gumamnya mengundang rasa penasaran Chanyong untuk bertanya,
“Apa yang dia ketahui? Dan siapa itu Jaewon?”
Seakan hanya ia saja yang harus berbicara, Profesor Park menatap merendahkan. “Tugasmu hanya satu yaitu menghancurkan humanoid, apa kau lupa itu?”
“Tentu saja aku tidak melupakannya,” balas Chanyong tak berniat menentang, baginya sang ayah adalah segalanya yang membesarkan dan memberi kehidupan menyenangkan setidaknya sampai tiga tahun lalu, sebelum hubungan mereka renggang. “Aku akan menemukannya,” ia menambahkan penuh keyakinan berharap akan ada kata pujian dari ayahnya setelah berhasil menyelesaikan tugas dan mereka bisa kembali ke masa dimana hanya ada kebahagian ketika bermain dan membuat robot bersama.
“Pergilah ke Seoul, kau mungkin akan menemukannya di sana,” kata Profesor Park berubah lembut.
Meski bingung kenapa ayahnya menyuruh mencari humanoid di Seoul, Chanyong tetap menurutinya dan undur diri setelah membungkuk memberi hormat.
Park Donggun memandang kepergian putranya yang menghilang di balik pintu, ia terlihat gelisah dan tak tenang selama robot humanoid itu masih berkeliaran. Zhen Robotika inc, yang selama ini telah memberikan bantuan untuk penelitiannya mendadak menarik kembali investasi, mereka tidak ingin terlibat dalam kehancurannya yang telah kehilangan tujuh robot humanoid yang dibuat secara ilegal.
Sebagai penanggungjawab Profesor Park merasa sangat terbebani, awalnya begitu menyenangkan dia mendapat banyak pujian dan penghargaan. Tetapi setelah semuanya terbongkar maka ia akan terpuruk dan, yang paling mengganggunya adalah kenyataan bahwa suatu saat dia akan mendekam di penjara entah untuk berapa tahun lamanya.
“CHOI JAEWON!” teriaknya menjatuhkan semua benda yang berada di meja kerjanya. “Dia sudah mati, lalu bagaimana dengan dokumennya? Apa mungkin dia memberikannya pada Oh Sejun?” Profesor Park tidak bisa mengatur emosinya yang meledak, satu-satunya cara untuk menutupi kesalahannya adalah melenyapkan Oh Sejun, humanoid yang tersisa, dan dokumen yang berisi latar belakang ketujuh humanoid ciptaannya.
“Tidak ada yang boleh tahu kebenarannya,” desis Profesor Park, tangan mengepal, kuku-kukunya menancap dalam ke telapak tangannya.
ΘΘΘ
Senyum merekah di sepanjang perjalanannya menuju minimarket. Oh Sejun tak bisa menutupi rasa senangnya. Dia menjalani aktivitas sebagai manusia, kakek menyuruhnya untuk membeli bahan-bahan makanan untuk memenuhi kulkas dan beberapa barang yang tidak ada di rumah. Pandangan matanya tertuju pada deretan ramyeon (mie instan), mengambilnya satu di setiap rasa yang berbeda.
“Jaewon Hyung bilang dia sangat menyukai ramyeon,” ia mengucapkannya dengan nada senang, detik berikutnya raut wajah berseri itu berubah menjadi sedih, bayangan humanoid yang terluka terlintas di pikirannya.
Ketika ledakan kembali terjadi, tubuhnya terpental jauh dengan Jonghan yang sudah tak sadarkan diri. Tidak seharusnya Sejun sesenang ini, ia berpikir keras dan melanjutkan, “Aku akan hidup dengan baik.”
Sejun menghela meyakini bahwa yang lain juga ingin melihatnya menjalani hidup lebih baik, untuk itu dia akan mencaritahu apa yang terjadi di balik meledaknya lumbung padi.
Sesampainya di kasir seorang wanita menyapanya dengan ramah. “Selamat siang tuan,”ᅳmeraih keranjang Sejun yang dipenuhi makanan dan beberapa barangᅳ“Ada lagi yang anda butuhkan?” ia bertanya seraya menghitung belanjaan.
“Tidak, kalau ada aku akan datang lagi untuk membelinya.” Ucapan Sejun terdengar begitu polos, meski tampak kaku, ia mampu beradaptasi dengan baik.
Ia tak sengaja melihat name tag si kasir, membacanya pelan, “Han Serin?”
Dengan antusias wanita bernama Han Serin itu menanggapi. “Iya, kau pikir aku aktris Kim Serin, memang banyak yang bilang aku mirip dengannya,” ia meneruskan agak berbisik, “Beberapa orang bilang aku lebih cantik darinya.” Mengakhiri perkataannya dengan terkikik kecil, tak lama kemudian ia menyebutkan total belanjaan.
Sejun memberikan beberapa lembar uang lalu menerima kembaliannya.
“Terima kasih,” kata Sejun pada kasir yang melayaninya, mengambil dua plastik penuh barang belanjaan kontan melihat syal yang masih setia melingkar di pergelangan tangannya.
Si kasir tersipu mendengar perkataan yang jarang didengarnya. Biasanya dialah yang mengucapkan terima kasih seraya menghantar kepergian si pelanggan. Terlebih orang yang mengatakannya enak dipandang.
“Sering-seringlah datang ke mari!” seru kasir tersenyum selagi Sejun berjalan menuju pintu kaca.
Tentu saja mulai sekarang aku akan sering datang ke sini, batin Sejun kesulitan membuka pintu kaca dengan barang bawaan di kedua tangannya, sehingga ia harus mendorong dengan bahu dan itu persoalan gampang. Kesulitannya akan mudah diselesaikan dan tak akan merasa keberatan dengan hanya dua plastik di genggamannya.
Mengingat dia adalah robot seri terakhir yang terhebat, terkadang ia berpikir ingin bertemu dengan manusia yang telah membuatnya. Entah ia akan berkata terima kasih karena telah membuatnya, maaf karena menginginkan kehidupan manusia seutuhnya atau meminta untuk jangan pernah menghidupkannya di dunia.
“Serin–ah!”
Lagi-lagi nama itu, nama yang tak asing baginya, seorang wanita menoleh pada lelaki yang baru saja memanggilnya. Sejun buru-buru menghampiri mereka, menyambar lengan wanita bernama Serin, yang sontak terlonjak seraya membelalakkan matanya terheran-heran.
“Kim Serin?!” kata Sejun, matanya berkilat-kilat.
“Aku Jung Serin,” jawab wanita itu seraya menepis tangan Sejun, jengkel. “Chagiya (sayang), ayo kita pergi!” ia merangkul lengan kekasihnya yang sedang memandang tak suka ke arah Sejun, ditunjukannya tangan yang terkepal.
“Maaf, aku salah mengenali orang,” ujar Sejun menyadari situasinya, bahkan ia sendiri tidak tahu bagaimana persisnya wajah Kim Serin, si pemilik syal.
ΘΘΘ
Kilatan cahaya tak henti-hentinya menerangi wajah putih berseri milik Kim Serin, tampak cantik dengan pakaian sport yang membalut tubuh rampingnya. Entah sudah berapa gaya ia lakukan di depan kamera demi pemotretan brand ternama yang memintanya untuk menjadi model menyambut musim gugur di bulan september ini, terkadang tersenyum, tertawa bahkan menunjukkan ekspresi dingin.
Serin tidak sendiri, di sebelahnya seorang laki-laki bertubuh tinggi dan memiliki alis hitam yang tebal itu tengah bergaya sok keren. Dalam beberapa kesempatan mencoba melakukan kontak fisik, membuat tak nyaman, sangat menyebalkan.
“Menjijikan,” gumam Serin perlahan menepis tangan Lee Jihyuk.
Sebisa mungkin ia tak menunjukkan rasa kesalnya dan bersikap senatural mungkin. Sialnya dari banyaknya aktor yang ada, kenapa dia selalu dipasangkan dengan mantan pacarnya.
“Bagus, terus pertahankan ekspresi kalian,” kata fotografer mengambil gambar Serin dan Jihyuk yang berdiri saling menyender menunjukkan semangat jogging, rambut Serin yang diikat seperti buntut kuda sengaja diayun-ayunkan mengenai wajah Jihyuk selagi ia tersenyum memperlihatkan deretan giginya.
“OK! Cukup sampai sini!” fotografer menambahkan dengan puas memuji keserasian dua modelnya.
Ingin rasanya Serin mengatakan lebih baik berpasangan dengan gorila dalam pemotretan pencinta satwa, tetapi ia hanya mampu menggerakkan bibir tanpa mengeluarkan suara apa pun.
“Terima kasih atas kerja kerasnya.” Serin membungkuk sopan pada staf-staf yang bertugas, ia mendapatkan balasan yang sama sopannya. Ketika tak sengaja bertatap muka dengan Jihyuk, ia langsung mendengus dan pergi.
Jihyuk ikut mendenguskan tawanya. “Lihat saja, aku akan membuatmu kembali padaku.”
ΘΘΘ
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments