...LIVING WITH MY ENEMY...
...(TINGGAL DENGAN MUSUH BEBUYUTAN)...
...●...
...●...
...●...
DANIAL sedang kewalahan membawa selimut yang diambilnya dari kamar. Rencananya pria penakut tersebut akan tidur bersama adiknya seperti semalam. Pintu kamar terbuka lebar-lebar ketika Danial datang.
Perhatian Danial sedang mengarah pada adiknya. Saat itu Davina lagi sibuk memasukkan beberapa pakaian sekolah dan beberapa pakaian santai. Beberapa buku juga dimasukkan ke dalam kopernya.
Danial membanting barang bawaannya ke atas ranjang. Pria itu lalu menghampiri adiknya. Mengambil posisi jongkok Danial pun bercerita, "Mau ke mana malam-malam kek begini?"
"Memangnya mama belum cerita ke kakak?"
"Cerita apaan?"
"Nenek Lia meninggal."
"Kapan?" mata Danial melebar mendengar kabar itu.
"Tadi sore, katanya besor baru dimakamin."
"Terus lo juga mau balik ke Palembang?" tanya Danial lebih lanjut.
"Enggak," jawab Davina menggeleng.
"Lalu koper ini mau lo apain?"
"Mama nyuruh kita nginep dulu di rumahnya Om Akash."
"Rumahnya si Aurel maksudnya?" Danial mengembalikan sebuah pertanyaan.
Davina berhenti memasukkan pakaian ke dalam koper. Gadis itu membawa tatapannya ke arah sang kakak sebelum tatapan itu diatur jadi tampak menyeremkan. "Kakakku sayang..." ucap Davina penuh penekanan, "Om Akash kan ayahnya kak Aurel, jadi udah jelas dong rumah mana yang gue maksud."
"Etdah kagak usah pakek urat ngomongnya."
"Abis Kakak terlalu nyebelin."
Danial tertawa sebentar, "Kenapa harus ke rumahnya Om Akash? Kan lo bisa tinggal di sini bareng Kakak kalo misalnya Papa sama Mama berangkat ke Palembang."
Davina mengubah ekspresinya, "Yakin? Maksudnya Kakak bisa ngurus semuanya?" tanyanya agak ragu.
"Pokoknya lo gak usah takut, kalau ada pencuri yang masuk biar Kakak yang ngelawan."
Davina tertawa meremehkan, "Kalau misalnya ada hantu?"
Danial pun menyengir, "Kalau masalah itu sih gue nyerah Vin," sahutnya dengan kedua tangan mengudara memperlihatkan telapak tangannya.
"Giliran pencuri ngomongnya belagu, tapi ngebahas hantu langsung ciut nyalinya," Davina mencibir kakaknya dengan iringan decakan sekaligus gelengan bertempo sedang. "Badan doang yang gede," lanjutnya seperti tak puas dengan cibiran sebelumnya.
"Dosa tau ngomongin kakaknya sendiri."
"Gapapa kali kan ngomongnya di depan, bukan di belakang."
"Kakak kan duduknya di samping, bukan di depan."
"Bodo amat!" kesal Davina.
"Dih ngambek."
"Siapa yang ngambek?"
"Gak ngambek tapi bibirnya manyun sampai lima senti."
"Gak lucu," semprot Davina, "Udah sana! Beresin barang-barang Kakak, bentar lagi Papa sama Mama bakalan jemput kita!"
Danial bergidik ngeri lalu bangkit mengambil posisi berdiri. Pokoknya dia tidak terima dengan ide konyol mamanya, "Gak. Lo aja sana yang ke rumahnya si Aurel yang nyebelin itu, gue mah ogah."
"Yakin?"
"Yakinlah," sambung Danial cepat.
"Sumpah demi ape lo?"
"Gorok leher Kakak kalau sudi nginep di rumahnya si Aurel."
...●●●●●...
AUREL membantu membawakan barang-barang milik Davina ke kamar tamu yang ada di lantai dua, berderet dengan kamar miliknya sendiri. Aurel sempat menyuruh Davina untuk tidur di kamarnya tetapi gadis itu menolak keras dengan dalih sungkan.
"Makasih ya Kak udah bawain barang-barang milik Davina, jadi ngerepotin deh," deretan gigi rapinya nampak ketika Davina menyudahi kalimatnya.
"Gapapa sayang, kamu kan anaknya teman Papa aku," Aurel menaruh tangannya di bahu Davina, lalu ia melepas senyum tak kalah ramahnya.
"Sekali lagi maaf ya Kak, karena Davina udah ngerepotin," menaruh tas bawaannya di lantai, Davina lantas mengudarakan tangan tertangkupnya.
"Udah ah," secara lembut Aurel menurunkan simbol permintaan maaf dari Davina. "Oh ya si kunyuk mana? Kok gak ikut bareng kamu?"
"Maksudnya Kak Danial?"
"Iya."
"Maaf ya Kak, tapi kata Kak Danial dia nggak mau nginep serumah sama Kakak."
Aurel mengembuskan napas boros, tangannya lantas terangkat memperlihatkan gaya tolak pinggang. "Songong banget sih dia."
"Kak Danial emang gitu Kak. Kadang nyebelin."
"Oh iya kalo gitu dia sendirian dong di rumah kamu?" tiba-tiba saja Aurel kepikiran tengan pria itu. Bagaimana kalau dia ketemu sosok hantu?
"Iya dia sendirian di rumah."
"Kok dibiarin? Gimana kalau dia liat han..." ucapnya namun tertahan. Ia baru saja menyadari dirinya kelewat batas.
Tentu saja kalimat menggantung dari Aurel membuat Davina mengerutkan keningnya. Berpikir sebentar Davina bisa membaca jika perkataan Aurel barusan ada sangkut pautnya dengan kelebihan Danial yang bisa liat makhluk gaib.
"Hantu maksud Kakak?" samar-samar terlukis lipatan kecil di dahi Davina.
"B-Bukan!" elak Aurel.
"Gak usah disembunyiin Kak, lagian aku juga udah tau kok kalau kak Danial bisa liat hantu setelah menjalani operasi, selain itu tante Sarah juga sempet cerita kalau Kak Aurel juga bisa liat mereka yang asalnya dari dimensi lain."
Tidak ada lagi alasan bagi Aurel untuk menyembunyikannya. Toh, Davina juga sudah tau.
Tok... Tok ... Tok
Suara ketukan pintu di lantai bawah terdengar sampai ke lantai dua. Saling mengadu pandangan sebelum salah seorang diantara mereka mulai berkomentar.
"Kakak denger ketukan pintu gak sih?" tanya Davina.
"Eh iya, kalau gitu kamu istirahat ya. Aku mau ke bawah dulu pengin ngecek siapa yang datang."
Berlari-larian Aurel menapaki anak tangga yang menjadi penghubung lantai dua ke lantai satu. Pintu utama menjadi tujuan utamanya.
"Maaf gak nerima sumbangan." Ketus Aurel membuka pintu rumah dan mendapati Danial berdiri bersama kopernya.
"Minggir gue mau masuk!"
"Siapa lo nyuruh-nyuruh gue?"
"Kenalin nama gue Danial Wirawan, cowok yang paling ganteng di SMA Angkasa Raya," pria itu menjawab dengan tampang pongah yang membuat Aurel ingin muntah.
"Cuih, ganteng leher lo sengklek," cercah Aurel.
"Udah minggir gue capek, pengin istirahat."
Aurel pun bergeser memberi akses untuk si pria menyebalkan.
"Oh ya," Danial lantas menghentikan langkah setelah semeter melewati pintu masuk, matanya diadu kepada Aurel yang membalas dengan muka tak sedap. "Sopir taksinya nunggu di luar, lo bayar sana! Dompet gue ada di dalam koper, ribet kalo dicari dulu."
Aurel meneguk ludahnya susah payah. Danial bahkan baru datang dan pria itu sudah menyuruhnya seenak pantatnya.
"Shit!" umpat Aurel. Gadis itu memeriksa lembar rupiah dari saku celana lalu segera keluar untuk membayar taksi yang dipakai oleh Danial.
Setelah membayar argo dengan pemanis senyum ramah kepada sopir, Gadis cantik itu pun memutuskan untuk kembali masuk ke dalam rumah. Namun sial, pintu terkunci dari dalam.
"Bener-bener ya si Danial," gumamnya sembari menyentak kesal. Tangannya menggerak-gerakkan gagang pintu.
"Dan, bukain pintunya!!!" pekiknya kencang. Tangan yang tadinya menempel di gagang kini digunakannya untuk menggedor-gedor pintu. "Danial bukain! Gue geprek ya pala lo kalo gak bukain pintunya!" imbuhnya mengancam.
Hening. Itulah yang dirasakan oleh Aurel meskipun telah beberapa kali memberikan kalimat mengancam.
Gimana cara masuknya? pikir Aurel memijit kepalanya merasa frustasi. Menggigit kuku jari menjadi salah satu kebiasaannya saat dilanda rasa cemas. Nakula sedang tidak ada di rumah, pria itu lagi punya kegiatan di kampus, ayah dan ibunya sedang mengantar orangtua Danial ke bandara.
Ya, cuma Davina satu-satunya harapan yang tersisa.
Terburu-buru Aurel mengecek ponsel. "Ah sial, ponsel gue ada di dalam."
Klik!
Pintu rumah kembali terbuka dari dalam. Bukan Danial, tapi justru Davina lah yang membuka pintunya.
"Siapa yang ngunciin Kakak?" tanya Davina. Tak lagi dengan pakaian santai, justru tubuh gadis itu telah dibalut oleh piyama berwarna biru muda.
"Si Kunyuk!" singkat Aurel.
"Kak Danial?"
"Ho-oh."
...~To be Continued~...
...●●●●●...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Ricky Barmans
kunyuk 😁😁
2022-07-12
0
Laila Zayn
biasanya,,,, yg ngeselin bin nyebelin itu jodoh 😂😂😂
2021-07-10
0
eksa_ka_
Danial ngeselin sumpah :v
2021-05-08
0